07. Para Siluman Datang?!

1929 Kata
Bunyi roda terpaut nyaring dengan lantrai kramik rumah sakit malam itu. seorang pria dengan simbahan darah ditanagn dan wajah terbaring lemah diatas ranjang dorong. Ia nggak bisa melakukan apa pun selain meringis mehana sakit akibat lukanya. Semuanya terjadi tiba-tiba, hingga ia lupa bagaimana caranya ada ditempat itu. Nggak kuat menahan sakit, ia pun nggak sadarkan diri. Sementara itu para perawat dan seorang dokter lekas-lekas mendorongnya keruang UGD, karena keadaan pria itu akan terbantu diruang itu. setelah sampai didalam ruangan, ditutupnya pintu yang akan membuat semua orang tahu. Didalam sana, seorang dokter dibantu beberapa perawat memulai semuanya, dari mulai membersihkan luka dari darah. “Berikan dia obat anti inveksi.” Kata sang dokter. Sang perawat hanya mengangguk. Setelah luka itu bersih, nampak pada tangan, wajah, serta lehernya ada banyak sekali bekas cakaran seperti hewan, dan lehernya terkoyak gigitan taring tajam. Pria itu terserang sejenis hewan buas yang menyebabkan luka dalam hingga menembus daginyanya. Terlihat ironis. Tubuhnya yang tadi nggak sadarkan diri, kini mengaduh kembali saat jarum suntik masuk ketubuhnya, pria itu mencengkram kuat jas sang dokter dan menarik mendekati wajahnya. “Mereka kembali.” kata pria itu parau dan pelan, sembari tetap menahan sakit. “Siapa yang kembali?” tanya sang dokter yang tak lain adalah Candra. Apa maksud pria asing itu. “Para siluman.” Sekarang suaranya diperlirih, nggak ada yang bis amendengar selain Candra. “Sebagian dari mereka ada yang tak pergi, mereka datang kembali.” Brughh.. Lepas cengkraman dijas Candra, lalu pria itu diam karena obat yang bereaksi. Candra mengamati wajah penuh luka itu, sambil terus mengingat. Siapa pria ini dan siluman apa yang dimaksud? Apa pria ini tahu tentang siluman tempo hari yang kulihat? Tanya hatinya bingung. Saat Candra memikirkan hal itu, ada sesuatu yang mengusik pikirannya tentang seseorang yang pernah ikut dengannya beberapa tahun lalu. Pria yang tiba-tiba pergi dengan misterius dan sekarang dengan misterius ada didepannya. Ya, ia adalah Asta, asisten terbaiknya yang pergi setelah kematian istrinya. Saat itu ia pikir Asta lah yang membunuh istrinya, tapi ia salah menduga. Dan bagaimana mungkin Asta datang secara tiba-tiba? Ia datang membawa kabar buruk sekaligus baik, tapi melihat keadaan Asta, sepertinya siluman yang melakukan hal itu lebih kuat dari sebelumnya. Sementara itu saat bulan sabit nampak malu untuk mengudara malam itu, cahaya kuning bercampur merahnya menyorot tajam hingga keseluruh kota. Sedangkan saat itu Luna tengah terbaring sambil menggigil diranjangnya, tubuhnya seperti terkena demam yang hebat hingga membuatnya berguncang nggak karuan. Hal itu sering terjadi padanya setiap bulan sabit, tubuhnya memanas dan terus mengeluarkan keringat, meskipun yang dia rasakan dingin. Untung saja malam itu hampir pukul sembilan saat orang-orang dirumah tengah sibuk dengan diri masing-masing. Sesekali tubuhnya berubah-ubah, antara manusia dan siluman musang. Tapi, kemudian berhenti saat ia menjadi musang yang terlihat meringkuk lemas. Tanpa Luna sadari bayangan hitam menyelinap diantara tirai kamarnya yang tertiup angin, bayangan itu menghamburkan benda-benda didalam kamar, seperti buku dan lainnya. Lampu ruangan itu berkedip-kedip dan berwarna kemerahan seperti hampir putus. Dan... Gedebukk.. Sesuatu jatuh tepat didepan Luna meringkuk. Bayangan itu berdiri kemudian mulai menampakkan diri sebagai gadis bergaun dan berjubah serba putih, wajahnya pucat dingin dengan rambut hitam lurus sebatas b****g. Ia menatap tubuh Luna lalu menyentuh keningnya, ia tahu apa yang diderita Luna, saat pelan Luna membuka matanya dia terkaget tapi langsungmengamati wajah gadis itu. Dia sangat akrba dengan wajah itu beberapa waktu lalu, gadis yang selalu bersama ketua. Ya, gadis itu salah satu dari siluman juga. Apa yang ia lakukan disini? Luna terduduk dengan mata yang nggak percaya, ternyata masih ada yang belum ikut migrasi. “Kamu,” kata Luna terkejut. “Kenapa kamu disini? bukankah seharusnya kamu ikut migrasi?” Wajah dinginnya diam, tanpa sedikit senyuman. Gadis siluman bermata abu-abu itu tetap menatap tajam kearah Luna. “Kau mau pulang?” “Tentu. Aku menunggu begitu lama dihutan, aku tak tahu kemana rombongan pergi.” “Ayah menyuruhku untuk menjemputmu, karena dunia manusia tidak aman. Para pemburu setiap saat akan mengincarmu. Apa lagi saat ini aku telah membuat masalah.” Kemudian gadis siluman itu bercerita pada Luna bagaimana ia bisa sampai ditempat itu, melalui lorong dimensi yang berada disemak belakang pohon oak dihutan tempat Luna terjebak. Tapi, dimensi sihir itu nggak berlangsung lama, hanya empat puluh lima menit saja, setelahh itu akan lenyap dan nggak kembali untuk waktu dekat. “Jadi sihir ayahmu yang membawa ketempat ini.” “Bukan, tapi sihir ibumu. Kau harus ikut pulang, atau tidak sama sekali.” Luna berpikir sesaat untuk ikut gadis siluman itu. tapi, bagaimana dengan janjinya pada mama Vigo? Lalu bagaimana dengan permusuhan antara Vigo dan Angga? Nggak mungkin dia meninggalkan semuanya begitu saja. Kalau nggak, kapan dia akan pulang? “Aku tidak bisa.” Kata Luna kemudian, gadis siluman itu mendelikkan mata. “Aku tidak bisa meninggalkan semua ini, semua sudah bertumpu padaku. Manusia-manusia itu membuat janji padaku.” “Janji apa maksudmu?” “Keluarga ini mengandalkanku untuk merubah sikap anaknya, mereka ingin aku tetap disini untuk selama mungkin.” “Tapi, ibumu mengharapkanmu untuk ikut migrasi ini Luna.” Luna menggelengkan kepalanya, mungkin ini menjadi pilihan yang salah untuknya, tapi seandainya dia meninggalkan keluarga Vigo mungkin akan banyak yang kehilangan. “Aku tidak tahu akan apa yang tejadi padaku, tapi aku ingin tetap disini.” “Tidak bisa Luna. Karena cepat atau lambat para pemburu akan datang, aku membuat salah satu dari mereka terluka parah.” Gadis siluman itu mengatakan bahwa saat ia keluar dari belakang pohon oak, seorang manusia melihat wujud sengah silumannya, maka dari itu ia menyakitinya . Tidak. Luna kembali menggelengkan kepalanya. Dia tetap nggak ingin pergi. “Yasudahlah mungkin itu pilihan terbaikmu. Tapi, aku hanya ingin mengatakan satu hal padamu. Dalam waktu 77 hari setelah kamu mengenal manusia, kamu harus kembali. karena dalam waktu itu dimensi oak akan terbuka. Jika kamu tidak kembali, maka tidak akan menjadi manusia ataupun siluman, tubuhmu akan menjadi musang utuh.” Kata gadis siluman itu mengatakan apa konsekuensi yang Luna dapatkan jika terlalu lama hidup dengan manusia. “77 hari? Berartinya waktunya hanya tersisa 67 hari sampai malam ini.” “Kamu tahu itu.” Wuss... angin berhembus kencang, menyibak gaun yang dikenakan gadis siluman itu. warna putih mirip cahaya tiba-tiba menyeruak diatas atap yang seperti ada lubanyanya. Dan... Kabum. Gadis siluman itu menghilang seketika, ia nggak langsung bisa menembus geliat hutan. Ia hanya bertransformasi beberapa kilo dari tempat itu, dan menghilang lagi menuju dimensi pohon oak. Semua karena ia bukan siluman yang bisa membuat sihir. Sedangkan Luna, bibirnya terguncang dan tubuhnya dingin dengan teramat seperti demam yang tiba-tiba datang lagi. Dia meringkuk kembali seperti tadi, seperti nggak pernah terjadi apa pun. Tapi, siapa yang tahu. Ada sepasang mata yang mengintip lewat ceah pintu yang sedikit terbuka. Ia sampai nggak percaya dengan apa yang didengarnya, ternyata gadis yang selama ini tinggal dan satu sekolah dengannya ternyata seekor siluman musang. Semuanya seperti mimpi buruk. Dijama modern seperti inii masih ada hal supranatural yang nggak masuk akal. Pelan, ditutupnya pintu kamar itu agar nggak meninggalkan decik suara benturan kayu. Kakinya kini berjinjit agar nggak terdengar hentakan, dan setelah lebih jauh ia berlari menuju ruang tamu dimana keluarganya berada. “Ka, pa!” teriaknya diperkencang saat dilihat hanya ada papa dan kakaknya. “Apaan sih Cha, loe teriak kayak diruman ini semua orang tuli.” “Ini penting kak.” “Apanya penting. Coba tarik nafas.” Dengan tingkah deg-degannya Chaca menarik nafas berulang kali, dikipas-kipasnya wajahnya dengan tangan untuk menghilangkan keringat gugup. Ia nggak tahu harus mulai dari mana cerita tentang Luna yang ternyata siluman, Chaca sangat antusias mau mulai dengan cerita yang akan ia perdengarkan sedangkan kakak dan papanya malah sibuk menonton televisi. “Papa sama kak Igo dengerin Chaca ya, ternyata Luna itu siluman.” “Siluman apa?” tanya Vigo nggak peduli. “Dia itu siluman musang kak, pa. tadi Chaca lihat dia ngobrol sama cewek yang kesemuanya berwarna putih. Terus tiba-tiba hilang sama asap kayak ninja.” “Hah, siluman musang? Ekor sembilang gak?” Vigo nampak antusias bohong, ia nggak mungkin percaya begitu saja dengan cerita hayalan adiknya. “Kakak kira Naruto. Ini beneran kali.” “Chaca,” sang papa melihat kearah Chaca dengan menyipitkan matanya. “Kamu habis baca komik horor, lihat film fantasi atau habis main game. Kok ngelantur.” “Papa ini beneran. Luna itu siluman musang, dihutan ujung kota sana ada dimensi pohon oak yang datang dengan sihir dan kembali dengan sihir. Pa, aku tadi beneran dengar dia ngobrol.” “Chaca di Indonesia jarang ada pohon oak, lagian kebanyakan dihutan ujung kota, adanya pohon akasia atau pohon besar lainnya.” “Eh tunggu dulu. Dihutan ujung kota?” Vigo mengingat sesuatu tentang hutan ujung kota yang beberapa waktu lalu membuatnya terjatuh. “Papa ingat gak pas Vigo kecelakaan dua minggu yang lalu dekat hutan? Vigo jatuh gara-gara ngehindari hewan sejenis musang.” “Jadi maksudmu Luna bener-bener siluman musang yang mengganggumu.” Sang papa malah ikut menimbrung sesuatu yang tadi disangkalnya, karena Vigo terliaht ikut semangat cerita. “Nah itu maksud Chaca, Luna itu si...” kata-kata Chaca berhenti saat mamanya datang dan memotong omongannya. “Siluman apa? Kok rame banget kayaknya.” “Itu manya ternyata si Lu...” kata-kata Chaca berhenti lagi, karena Vigo menutup mulutnya dengan tangannya. “Itu ma, Chaca tadi habis lihat film yang ada silumannya, jadi ngayal kalau ada siluman dikamar Luna. Mana katanya bajunya putih semua lagi.” Ujar Vigo bohong. Ia tak mungkin mengatakan omongan ngelantur dari Chaca, bisa-bisa mamanya khawatir dan terus bertanya. “Paling yang dilihat Chaca itu pocong.” Ucapan sang mama ditanggapi serius oleh Chaca, ia memang parnoan dengan begituan. “Mama, kok ngomongin pocong. Chaca kan jadi takut. Pokoknya malam ini Chaca tidur sama mama.” “Eits nggak bisa, malam ini tetep papa yang tidur sama mama.” Kata sang papa membuat Vigo dan sang mama tertawa, yang membuat seperti tak terjadi pembicaraan yang penting. %%% Brugh... Gadis siluman bergaun putih itu terlempar dari balik pohon, sebagian bajunya ada yang koyak dan beberapa tetes darah sempat mengalir dari tangannya. Keadaanya nggak baik setelah keluar dari dimensi pohon oak itu, karena didalam sana ia seperti terombang-ambing nggak berdaya. Dan saat ia keluar dari sana, ayahnya dan para rombongan siluman lainnya begitu antusias dengan ceritanya. “Kamu tak apa-apa, nak?” tanya sang ketua memapah putrinya yang terlihat kelelahan. “Dimana Luna?” seorang siluman wanita dengan wajah harap-harap cemas sambil terus meremas jarinya menatap gadis siluman yang kini duduk dikerumuni para rombongan. Gadis siluman itu menggeleng, membuat banyak siluman nampak bingung dan penasaran. Kemana sebenarnya perginya Luna? Apa Luna nggak ikut pulang? “Biarkan aku bernafas sebentar bibi.” Kata Gadis siluman itu menarik nafas panjang. “Luna tidak ingin pulang bersamaku.” “Apa?” lagi-lagi raut cemas terlihat jelas diwajah siluman itu, “Apa maksud putri Luna tidak ingin pulang?” “Luna masih ingin disana dengan para manusia itu, karena Luna telah berjanji pada seorang wanita yang menginginkan anaknya kembali. Luna sangat baik hingga aku tak tega memaksanya.” “Tapi, kamu sudah ceritakan semuanya bukan apa resikonya jiak dia terus berada disana?” tanya sang ketua Bobcat. “Sudah ayah, Luna bilang akan menemuiku lagi nanti setelah 77 hari kemudian.” Meski dikatakan begitu, siluman wanita yang nggak lain ibu Luna tetap saja khawatir dengan nasib anaknya. Bagaimana Luna bisa jauh dari rombongan jika dia saat nggak pernah melihat dunia luar, Luna masih begitu kecil jika harus pergi jauh dari keluarnya. Para rombongan yang lebih dari dua ratus siluman itu kemudian berpencar setelah mendengar hal baik yang dikatan putri ketua Bobcat, mereka kembali memasuki tempat-tempat tinggal mereka, ada yang digua ada yang dibalik semak, ada juga yang dibalik pepohonan. “Ketua,” panggil ibu Luna ragu. “Aku khawatir pada anakku,” “Tenanglah, Luna bukan anak kecil lagi. Dia tahu apa yang terbaik untuknya, jiwa Andreas sudah bersama putrinya. Luna tidak akan apa-apa.” “Aku percaya itu, tapi didunia manusia pasti banyak pemburu yang cepat atau lambat akan mengetahui keberadaanya.” “Yakilah anakmu tak akan apa-apa, karena aku tahu dia berada ditempat yang tepat.” Lagi-lagi ucapan sang ketua harusnya membuat hati wanita itu lega, tapi ia tetap saja takut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN