Enfire dan Argiwel langsung naik diatas motor itu, padahal didalam garasi Argiwel ada beberapa mobil yang terpajang, tapi ayahnya tak pernah mengijinkan sebelum ia benar-benar bisa menyetir dan sudah memiliki SIM.
Motor itu terus melaju, melewati hamparan motor yang terpampang sepanjang jalan menuju sekolah mereka, sesekali mereka harus berhenti untuk menaati lampu lalu lintas yang ada dijalanan. Tak terjadi apa pun dijalan yang ada hanya kesunyian dan diam, Argiwel masih merasa canggung untuk bercakap-cakap dengan sahabat barunya ini. Kesunyian itu terus terjadi hingga mereka sampai disekolah. Saat itu Argiwel melirik arloji Swissnya, yang mengarahkan jarumnya pada angka 06.50 am, berarti masih ada waktu sepuluh menit untuk mereka berganti pakaian sebelum pelajaran olahraga dimulai.
Sedangkan hal lain terjadi diruang guru, seorang laki-laki muda berjalan menuju meja kerja Dave saxon, semua mata memandang kagum pada laki-laki itu, bahkan sebagian wanita ada yang sampai tak berkedip.
“Maaf apa benar ini dengan Pak Dave? tanya Laki-laki muda itu.
Benar sekali. Kamu pasti murid baru ‘kan? Kelas berapa? Kelas sebelas atau kelas dua belas?
Laki-laki itu menggeleng sambil berucap, bukan, Pak
Lalu?
Wah masa Bapak lupa? Kemarin saya menghubungi Bapak, kalau mau datang hari ini ke Sthradikven.
Dave mengamati wajah orang yang diajaknya berbicara, wajah itu seperti yang berada di foto yang kemarin ia lihat.
Pak Nourch?
Iya, Pak.
Saya sampai lupa, soalnya di foto sedikit lebih tua, tapi aslinya jauh dari kesan Bapak-bapak. Mari Pak, mari saya antar ke ruangan kepala sekolah.
Dave dan Nourch berjalan keluar ruang guru dengan senyuman indah yang mengambang. Di dalam perjalanan mereka selingi dengan obrolan-obrolan ringan.
Kalau saya boleh tahu, usia Bapak sekarang berapa, ya? tanya Dave memecahkan suasana.
Baru Sembilan belas tahun tepat bulan ini, Pak.
Sembilan belas tahun, dan sudah menjadi seorang guru tetap?
Nourch mengangguk
“Iya pak, dan tahun ini saya juga berkeinginan melanjutkan ke S2, dengan jurusan yang sama.
Hebat sekali, berarti Bapak akselerasi?
“Iya. Lima belas tahun saya sudah kuliah dan cuma tiga tahun kuliah saya sudah menyelesaikannya.”
Saya dengar Bapak dari Ingerdia, ya?
Betul Pak.
“Ingerdia bukan menggunakan bahasa Inggris Disven kan, Pak? Tapi Bapak kenapa begitu mahir dalam bahasa Disven apalagi yang baku.
“Saya kecil sampai berusia tujuh tahun di sini Pak, jadi saya sudah bisa menguasai bahasa inggris Disven dengan baik.
“Tapi yang bapak gunakan adalah bahasa baku, yang bahkan jarang sekali digunakan apalagi masyarakat disini. O iya Pak bagaimana kabar Ingerdia sekarang?
“Ya yang seperti bapak dengar dari orang-orang bahwa Ingerdia menjadi pandangan mata dunia saat ini, dari segi pariwisata, kebudayaan, bahkan hingga mutu pendidikan yang berkembang dengan sangat pesat.
“Iya, itulah yang saya bingungkan. Sebagai seorang guru sejarah saya sangat terkejut dengan rentang waktu yang begitu singkat Ingerdia berkembang menjadi Negeri maju. Sebenarnya, saya dan beberapa rekan guru juga akan ke sana bulan depan.
Untuk apa, Pak?
“Untuk Ekspedisi tentang makhluk purba tertua di Dunia yang ditemukan disana. Sekaligus mengunjungi Hawai kedua, Kata Dave tersenyum, yang membuat Nourch mau tak mau pun ikut tersenyum geli. Apalagi mendengar kata Hawai kedua.
Ingerdia memang Negeri dengan berjuta ke indahan, Negara yang dibangun dengan asas persatuan Agama, perhimpunan antar bangsa, kerukunan suku, ras dan etnis, membuatnya Negeri dengan seribu Ke ramahan. Apalagi saat ini Ingerdia menjadi incaran para turis untuk berlibur, bukan hanya di Hawai kedua, tapi juga di pulau-pulau lainnya yang membentang sejauh daerah ke kuasaan Ingerdia. Melonjaknya pendidikan yang semakin waktu digencarkan untuk membuat mutunya semakin tinggi, dibuatnya sekolah-sekolah berbasis akselerasi untuk meminat hati para pelajar. Selain itu Ingerdia juga menjadi sektor lirikkan Negara lain, sperti dalam bidang Makanan, Obat-obatan, pakaian dan kinerjanya.
Dave dan Nourch telah sampai di depan kantor kepala sekolah yang dari luar terlihat ke elokkannya dari kaca transparan. Ketika memasuki ruangan itu, seorang wanita duduk dikursi kepala sekolah.
Permisi Bu, ini guru baru yang saya rekomendasikan kemarin. Kata Dave membuka obrolan, sedang Nourch hanya tersenyum sambil mengangguk.
Oo, jadi ini guru pengganti Bapak Dave, masih muda. Usianya berapa? tanya wanita yang diketahui bernama, Diona.
“Semuanya sudah ada, diberkas Bu.
Saya lupa membacanya, Pak Dave. O iya silahkan duduk.
Saya Nourch Lastrovagaro, usia saya Sembilan belas tahun, Bu. Ucap Nourch memperkenalkan diri.
Maaf saya permisi, biar kalian bisa mengobrol.” Kata Dave sambil berlalu pergi.
Kini tinggal mereka berdua yang mengobrol dengan diselingi canda, Diona mengenali satu persatu sifat dan karakter Nourch saebagai seorang guru baru, apalagi usianya masih sangat muda.
* * *
Jam pertama baru saja selesai. Semua murid berkemas untuk berganti pakaian dan meletakkan baju mereka didalam loker yang berada dilorong sekolah, saat itu lorong masih ramai dengan beberapa orang yang berlalu-lalang, begitu pula Enfire yang membawa baju olahraganya untuk ditaruh didalam loker. Ia memutar kunci loker pada angka-angkanya yang hanya ia dan guru BK tahu, karena setiap Murid hanya diberi Satu kunci loker selama mereka sekolah ditempat itu.
Krekk
Loker itu terbuka pelan, tiba-tiba sebuah cairan merah menciprat mengenai wajah dan baju putih Enfire. Bau busuk mulai tercium dari cairan itu. Dengan acuh Enfire berjalan begitu saja dikerumunan orang, semua orang yang berada di lorong itu menatapnya dengan aneh termasuk Enersent, namun ia tak bisa menemuinya karena ia sedang bersama pacarnya, Virgosa. Sebagian orang-orang ada yang menutup hidung dengan alasan mengejek dan ada pula yang memang mencium bau serupa. Dari kejauhan terlihat Argiwel yang menyusul sahabatnya itu, begitu sampai didekatnya Argiwel langsung bertanya. Kenapa dengan wajah dan baju mu, En?
Gak tahu. Jawab Enfire datar.
Terus siapa yang melakukannya?
Kalau aku tahu, aku gak bakal seperti ini, aku malah akan mencari pelakunya, dan aku akan bikin perhitungan dengannya. O iya aku pinjam baju ganti mu, kan gak mungkin aku pakai baju ini terus.
Argiwel hanya mampu mengangguk melihat tingkah laku sahabatnya yang mulai berubah karena kejadian ini. Pikirannya masih dihantui perasaan aneh, siapa yang melakukan ini pada Enfire? Padahal selama ia disekolah ini belum ada satupun yang menjadi musuhnya. Sedangkan di balik semua itu sang mata elang kini menatap mereka berdua, bibir merahnya menyungging senyum manis, sesekali ia membenarkan kaca matanya agar tetap berada diatas. Mata elang itu mulai hari ini harus bersitegang dengan Enfire, meskipun Enfire tak pernah mengetahui siapa dia, yang pasti sang maata elang sangat mengenalnya.
Ini baju ku, mungkin agak kecil, tapi masih untung dari pada gak ada kan, Argiwel menyodorkan baju putih pada Enfire.
O iya, kamu kan pintar dalam masalah Laboraturium, aku pingin kamu ngecek ini darah asli atau Cuma cairan warna biasa. Selain itu aku juga mau cuci muka.
Iya.