Sejenak Xuan Yi dan Chang Qi saling berpandangan sembari membawa selimut dan seragam mereka untuk tinggal selama beberapa lama di Akademi Tangyi. Segaram berwarna perak dengan aksen merah yang melambangkan keberanian sekaligus elegan. Menghadirkan lulusan pendekar yang selalu mengedepankan kejujuran sama seperti pencapaian Kekaisaran Mouyu. Jujur dan bermartabat.
Tentu saja di atas pintu kamar mereka terdapat sebuah doa yang menjadi panutan seisi di dalamnya, yaitu ‘Harapan dan Kebenaran.’ Membuat Xuan Yi mengagumi tempat ini selama beberapa saat tadi.
Shen Jia menatap dua pemuda yang terlihat canggung di hadapannya. Jujur saja, ia juga sedikit canggung mengingat di tempat ini hanya ada dirinya dan dayang yang selalu mengikuti dengan setia, lalu dua pemuda yang baru saja masuk.
“Uhm ... itu ... kamar kita ada di mana?” tanya Xuan Yi ragu, tetapi ia perlu bertanya seperti ini agar tidak salah masuk kamar.
“Tuan Muda, kamar kalian ada di depan,” jawab Shen Jia dengan suara lembutnya yang mengalun begis sopan masuk ke telinga.
“Di mana?” sahut Chang Qi penasaran.
Shen Jia’er mengkode pada dayangnya untuk mengarahkan dua pemuda tampan tersebut. Tentu saja hal tersebut membuat Xuan Yi langsung mengikutinya. Sebab, berada di dalam satu ruangan bersama seorang gadis jelas sangat merasa canggung. Apalagi mereka berdua bisa dibilang tidak terlalu dekat.
Sesampainya di sebuah pintu yang tidak terlalu jauh dari ruang tamu, Xuan Yi menatap seisi di dalam terlihat sudah rapi. Kemudian, pemikiran pemuda itu pun mengarah pada satu-satunya gadis di tempat ini.
“Apa ini kalian yang membersihkannya?” tanya Xuan Yi melenggang masuk ke dalam sembari menaruh barang bawaannya di atas tempat tidur dengan tertutupi sebuah kelambu.
Dayang tersebut mengangguk penuh hormat. “Benar, Tuan Muda. Nona Shen yang membersihkannya tadi.”
“Terima kasih,” ucap Chang Qi membuat dayang tersebut mengangguk dan memberikan hormat singkat untuk membiarkan dua pemuda tadi membereskan barang bawaan.
Sepeninggalnya dayang tadi, Xuan Yi pun langsung menjatuhkan diri pada tempat tidur yang terlihat nyaman. Meskipun tidak kalah nyaman dengan miliknya di kediaman. Hanya saja di tempat ini cukup bersih dan luar untuk dirinya menetap bersama Chang Qi.
Sedangkan Chang Qi terlihat menaruh seragam yang diberikan oleh para pelayan tadi di dalam lemari kecil berada di sudut ruangan. Tak lupa milik Xuan Yi pun diletakkan di sana membuat sang pemiliknya hanya diam sembari sibuk memperhatikan.
“Chang Qi, kapan barang bawaan kita sampai di sini dari kediaman?” tanya Xuan Yi dengan spontan mendudukkan diri. Ia baru ingat kalau belum membawa manisan jeruk kering untuk cemilan malam.
“Asisten Guru sudah memberitahukan bahwa sebentar lagi barang kita akan sampai,” jawab Chang Qi mendudukkan diri di kursi dengan meja kosong di hadapannya.
Kamar dengan lantai khusus tempat tidur lebih tinggi daripada tempat duduk bersantai itu membuat Xuan Yi bangkit, lalu menghampiri Chang Qi dan duduk tepat di depan pemuda itu. Tentu saja dengan tangan kanannya yang mengibaskan pada pakaian belakang agar tidak ikut terduduki. Duduk ala kerajaan China.
“Apa kau yakin nanti malam kita akan tidur di sini?” tanya Xuan Yi setengah berbisik membuat Chang Qi mengernyitkan keningnya bingung.
“Apa kau merasa tidak nyaman, Tuan Muda?” Chang Qi berbalik tanya.
Xuan Yi menggeleng pelan. “Bukan. Aku hanya merasa tidak nyaman satu ruangan dengan seorang gadis. Meskipun kita tidur di depan. Tapi, akan lebih baik sepertinya kita tidur di luar saja.”
“Baiklah. Kita akan menginap di kamar Xiao Pingjing,” jawab Chang Qi menuruti permintaan dari majikannya.
“Memang dia sekamar dengan siapa?” tanya Xuan Yi penasaran.
“Aku tidak tahu, tapi sepertinya dia tinggal berdua dengan seorang pemuda,” jawab Chang Qi sesekali menatap ke arah pintu kamar yang tertutup rapat.
Di tengah keduanya berbincang ringan, tiba-tiba pintu kediaman mereka bertiga di ketuk oleh seseorang dari luar. Tentu saja yang pertama kali mendengar hal tersebut adalah Chang Qi. Membuat pemuda itu bangkit dari tempat duduknya, lalu membuka pintu kamar menatap seisi ruang tamu yang sepi.
Kemudian, pemuda itu melangkah ke arah pintu kediaman yang bergetar pelan dan membuka double pintu berbahan kayu kokoh itu lebar-lebar. Lalu, menatap datar pada seorang pelayan yang datang membawa barang bawaan mereka, termasuk tas khas seorang gadis berwarna putih.
“Tuan, ini titipan tadi,” ucap pelayan tersebut membawa banyak sekali barang bersama dua orang lainnya.
“Baiklah,” balas Chang Qi mempersilakan mereka masuk ke dalam dan meletakkannya di dekat meja ruang tamu.
Setelah selesai menaruh barang bawaan berbentuk gembolan itu pun membuat tiga pelayan Akademi Tangyi memutuskan undur diri. Tak lupa Chang Qi berterima kasih pada mereka.
Sedangkan Xuan Yi merasa penasaran pun langsung melenggang keluar dan mendapati barang bawaannya telah diantarkan. Namun, ada yang aneh dari banyaknya barang di sana.
“Milik siapa saja ini, Chang Qi?” tanya Xuan Yi merasa asing pada beberapa gembolan berwarna putih khas seorang gadis.
“Sepertinya milik Nona Shen,” jawab Chang Qi hendak membawa beberapa barang bawaan Xuan Yi.
“Apa kau sudah memanggilnya?” tanya Xuan Yi sedikit mengeraskan nada bicaranya pada Chang Qi yang melenggang masuk ke dalam.
Sejenak pemuda pembawa barang bawaan itu menghentikan langkahnya, lalu membalikkan tubuh dan menjawab, “Belum. Nanti akan aku panggilkan.”
“Tidak perlu biar aku saja,” pungkas Xuan Yi membuat Chang Qi mengangguk singkat.
Kemudian, Xuan Yi pun benar-benar melenggang masuk ke arah kamar kedua yang letaknya cukup nyaman dekat jendela besar menampilkan seisi lapangan belakang Akademi Tangyi.
Pintu kamar yang mirip dengan miliknya itu tertutup rapat membuat Xuan Yi mengetuk beberapa kali sampai telinganya mendengar sahutan pelan dari dalam. Kemudian, ia merasa pintu kamar hendak di buka oleh seseorang.
“Ada apa?” tanya seorang dayang menatap Xuan Yi singkat. Memastikan bahwa yang mengetuknya tadi adalah memang benar orang sekamar dengan mereka.
“Barang-barang kalian sudah sampai,” jawab Xuan Yi meletakkan kedua tangannya di belakang tubuh, layaknya seseorang yang memeragakan istirahat di tempat.
“Baiklah, terima kasih,” ucap dayang itu menunduk dalam membuat Xuan Yi membalasnya dengan anggukan beberapa kali. Kemudian, membalikkan tubuh untuk menghampiri Chang Qi yang ia tebak berada di dalam kamar.
Memang tidak ada yang bisa dikerjakan hari ini, selain membereskan barang sebelum memulai pembelajaran esok hari. Sehingga tidak sedikit dari para murid memanfaatkannya dengan membersihkan diri dan barang-barang bawaan mereka seperti halnya yang dilakukan oleh Chang Qi.