3. Terima Kasih Mawar

1867 Kata
Anton's POV "Sudah. Tante Mawar yang membantu!" ucap Keysha, anak semata wayangku dengan cengiran khasnya. Aku langsung menoleh ke arah Mawar beberapa detik, ia sudah terlalu banyak mengurus Keysha selama ini. Hanya dialah yang mengerti apa yang Keysha suka atau tidak, sementara aku yang notabenenya adalah orangtua Keysha hanya bisa menafkahinya saja. Terkadang aku merasa kasihan pada Keysha, ia tidak mendapat perhatian lebih sebagaimana mestinya orangtua beri. Aku juga sedih dengan semua takdir yang kumiliki, aku ingin mengubahnya, tetapi aku tidak bisa melakukan semua itu. Tuntutanku yang lain membuatku terkadang tak bisa banyak berpikir untuk nasib Keysha di masa mendatang. Padahal, akulah orang pertama yang seharusnya memikirkan kesehatan mental Keysha saat ini. Aku tidak ingin Keysha kenapa-kenapa, tetapi bodohnya aku pun tidak bisa melakukan apa-apa. "Oh, ya sudah. Ayo kita makan, kamu pasti lapar, kan?" tanyaku gemas, ia langsung blushing mendengar perkataanku barusan. Ah, Keysha memang cocok sekali dijadikan bahan godaanku setiap hari. Anak yang manis, aku ingin ia terus seperti ini, selalu menggemaskan hingga kapan pun. Kuharap senyum manis di pipi gembulnya tidak akan hilang, aku akan membuat senyum itu terus merekah sampai kapan pun. Karena hanya Keysha yang kupunya di dunia ini selain keluarga kandungku—yang sama sekali tidak pernah memahamiku. Hanya Keysha yang bisa memahamiku, meski aku pun tidak bisa memahami dirinya. Gadis kecil paling berharga di hidupku. "Iya, lapar!" Karena terlalu gemas, aku mencubit pipi gembulnya itu. Tidak terlalu kuat, hanya sedikit cubitan dengan kasih sayang tentunya. Ia selalu tersenyum ketika kugoda, itulah mengapa aku sangat suka sekali membuatnya seperti itu. Keysha selalu bisa menenangkan hatiku di kala sendu, ia adalah obat terbaikku, dan aku bersyukur telah memilikinya. "Keysha mau lauk apa?" tanya Mawar seraya mengambil lauk-pauk untuk Keysha. Mawar adalah pembantu di rumahku, tidak hanya pembantu saja, ia juga mengurus semua keperluanku dan Keysha. Terutama Keysha tentunya, Mawar memberi Keysha kasih sayang lebih. Entahlah aku harus memuji Mawar untuk semua yang telah ia berikan kepada Keysha, atau malah membenci Isma karena perilakunya yang sangat di luar batas sekali. Isma memang ibu Keysha, tetapi ia sama sekali tidak memiliki peran apa pun dalam tumbuh kembang Keysha sendiri. Ia hanya peduli dengan dirinya, tidak pernah memikirkan Keysha atau pun aku. Padahal kami berdua sangat membutuhkan sosok Isma di hidup kami. Memang benar jika dia ada di rumah ini, tetapi tetap saja ia tak pernah tinggal di hati kami sedikit pun. Aku juga jarang sekali melihatnya di rumah, entah ke mana dan apa yang dia lakukan, aku tidak tahu. Aku tak ingin menanyakannya, karena aku tahu dia akan marah dan melampiaskan itu pada Keysha atau Mawar. Lama-lama aku merasa kalau Isma sudah mengalami gangguan kejiwaan. Setiap saat dia marah entah karena apa, tidak pernah dipicu masalah apa pun, dia tetap saja meledak. Aku semakin kecewa akan sikap Isma yang di luar batas seperti ini. Muak sekali rasanya jika terus-menerus membiarkan dirinya mengulang-ulang kesalahan yang sama setiap saat. "Mau ayam goreng aja!" "Ayo, sini Tante suapin!" Terkadang aku merasa kasihan pada Keysha yang tidak pernah diberi kasih sayang layaknya seorang ibu oleh Isma. Aku pun tidak pernah mengerti apa yang terjadi dengan Isma. Dia sering keluar dan pulang larut malam. Ia juga tidak pernah melayaniku lagi, terkadang dia juga tidak menghormatiku sebagai suaminya. Isma tidak mengurus Keysha maupun aku! Setiap hari hanya Mawar yang melakukan semuanya. Aku sampai bosan dengan keadaan ini, harus melakukan apalagi untuk membuat Keysha senang? Hanya Mawar dan hanya dia yang mampu memberikan kasih sayang itu, meski dia hanya pembantu dan belum berpengalaman dalam mengurus anak, tetapi yang kulihat justru sebaliknya, ia sangat lihai untuk menjaga dan merawat Keysha. Semoga Isma bisa berubah menjadi ibu yang sesungguhnya, agar Keysha pun tidak lagi menghindari orang-orang di luar sana. Semenjak Isma tidak memprioritaskan Keysha lagi, Keysha menjadi anak yang pendiam. Ia menjadi bungkam akan semua peristiwa yang ia alami di luar rumah. Jika tidak ada yang menanyakan keadaannya, mungkin ia juga tidak akan berbicara pada siapa pun. Terlebih lagi ketika ia bersosialisasi di lingkungan luar, ia selalu menghindari anak-anak dengan orangtuanya ketika sedang bermain. Ia juga merasa sedih melihat kedekatan anak-anak lain bersama keluarga mereka masing-masing. Aku cukup khawatir akan hal ini, aku tidak ingin perkembangan Keysha menjadi terhambat karena kurangnya kasih sayang dari orangtua. Namun, aku juga bersyukur sekali, semenjak Mawar bekerja di rumahku, ia bisa menjadi teman bercerita untuk Keysha. Tak jarang aku melihat kedekatan keduanya seperti melebihi seorang pembantu dengan anak majikannya. Tidak ada batasan di antara mereka berdua, inilah yang membuat Keysha menganggap Mawar seperti ibunya sendiri. Keysha bisa menceritakan sesuka hatinya kepada Mawar, sebaliknya Mawar akan selalu mendengarkan apa pun yang akan diceritakan oleh Keysha. Jika boleh, aku ingin memberi bintang lima untuk Mawar, ia pantas untuk mendapatkan itu. Seharusnya ia tidak menjadi pembantu, karena itu tidak cocok sama sekali dengan semua kerjanya untuk Keysha. Jika boleh kuberi pendapat, Mawar lebih cocok menjadi seorang babysitter. Sesuai dengan kelihaiannya dalam menjalankan tugas menjaga anak majikan. Jika lembaga asisten rumah tangga mengetahui semua kepandaian Mawar dalam mengurus rumah dan anak, mungkin saat ini Mawar bisa menjadi senior di dalam profesinya. Bisa jadi ia akan mendapat bayaran yang lebih banyak dari yang lain. Itu di karenakan oleh kerjanya yang sangat cekatan dan disiplin. Mungkin semua orangtua akan mempekerjakan Mawar untuk menjaga anak-anak mereka, tetapi itu tidak akan terjadi. Karena Mawar harus bekerja denganku untuk Keysha. Dan sepertinya, Mawar juga merasa sangat nyaman bekerja di sini, aku bersyukur atas itu. Aku tidak perlu menghadapi keluhan Mawar yang tidak betah tinggal di rumahku dan berniat ingin mengundurkan diri. Baik Mawar maupun Keysha, mereka sama-sama nyaman dengan hubungan ini. "Sudah selesai!" ucap Mawar senang saat suapan terakhir untuk Keysha berhasil dihabiskan. Mereka sangat cocok sekali, Keysha yang butuh teman dan Mawar yang memiliki sifat kekanak-kanakan. Sifat anak kecil Mawar memang ditunjukkan hanya kepada Keysha, dalam hal lain ia cukup dewasa menurutku. Di umur 25 tahun, Mawar sudah bisa merangkap profesinya menjadi pembantu sekaligus seorang ibu. Aku langsung tersadar dari lamunanku dan kembali memperhatikan interaksi Keysha dengan Mawar. Entah mengapa lelahku jadi hilang dalam sekejap saja, padahal ini adalah hal yang tergolong kecil sekali. "Yey, sudah selesai makannya!" ucap Keysha gembira, aku hanya memperhatikannya dengan seulas senyuman di bibirku. "Papa sudah selesai juga?" tanyanya. "Sudah, sayang. Ayo, kamu mau main apa? Biar Papa temani!" ajakku. Ia sangat jarang sekali bermain bersamaku, setiap hari aku sangat sibuk, itulah yang membuat Keysha tidak dapat bergerak bebas bersama orangtuanya. Namun, aku ingin mengubah itu sekarang, seberapa sibuk pun aku, aku akan selalu meluangkan waktu hanya untuk bermain bersamanya. Aku tidak ingin jika Keysha selalu terabaikan, aku ingin Keysha merasakan bagaimana rasanya diperhatikan oleh orangtuanya. "Nanti dulu ya, Pa. Keysha bantu Tante Mawar membersihkan meja makan dulu." Hah? Aku melongo mendengar perkataannya barusan. Mawar mendidiknya dengan sangat baik rupanya. Thanks Mawar! Kamu mengajarkan semua yang tidak aku dan Isma ajarkan, kamu sangat berperan akan tumbuh kembangnya Keysha. Aku akan sangat berterima kasih kepadamu, aku akan selalu mengingat semua kerja kerasmu untuk rumah ini dan Keysha. Aku tahu, apa pun tidak bisa membayar semua yang telah ia lakukan untuk Keysha, baik itu uang atau pun lainnya. Aku hanya berharap setelah dari rumahku, Mawar bisa mendapatkan apa yang dia inginkan. Dia sudah begitu banyak membantuku untuk mengurus Keysha selama ini, meski ia selalu mendapat perlakuan buruk Isma. Namun, entah mengapa ia tetap betah bekerja di rumahku, padahal dengan jelas pula dia sering dimarahi habis-habisan oleh Isma. Mawar memang bukan satu-satunya pembantu di rumahku, dahulu sebelum dia bekerja di sini, sudah ada gadis lain yang bekerja padaku, bahkan sampai 5 kali mengganti pembantu. Dalam kurun waktu sebulan, dua bulan, dan ada pula yang baru seminggu bekerja setelah itu mengundurkan diri. Semua itu karena mereka tidak tahan dengan perlakuan Isma yang suka sekali membentak orang lain tanpa sebab. Aku juga mulai lelah mencari pembantu lagi, karena mereka selalu berakhir mengundurkan diri setiap kali baru bekerja. Namun, saat kekosongan itu, rupanya Mawar sedang mencari pekerjaan. Aku mengenalnya lewat temanku, lebih tepatnya pada pembantu—temanku. Mawar berteman dengan pembantu temanku, itulah yang mempertemukan kami. Dia sering menanyakan pekerjaan pembantu padaku, alasannya untuk teman pembantunya. Dan akhirnya, aku pun memberikan pekerjaan itu. Awal kedatangan Mawar aku sedikit ragu, itu karena dia masih muda sekali untuk mengurus rumah dan juga Keysha, tetapi yang dia lakukan sekarang malah luar biasa sekali. Mawar memang hebat! Aku dengan senang hati memberi nilai A+ untuknya. "Eh, nggak usah, Keysha. Keysha main aja sama Papa Keysha, biar ini Tante aja yang bereskan," ucap Mawar segan. Aku tahu ia takut kumarahi karena berani-beraninya membawa Keysha ikut serta dalam pekerjaannya, tetapi itu tidak mungkin kulakukan, aku malah bersyukur kalau Keysha bisa mempelajari semuanya sejak dini, itu pun lewat tangan Mawar. Mawar bisa mengajarkan tentang pekerjaan seorang wanita pada Keysha. Sehingga ketika ia dewasa nanti, Keysha bisa melakukannya sendiri tanpa seorang pembantu. Aku tidak ingin ia seperti Isma yang tidak tahu apa pun tentang dapur dan pekerjaan rumah tangga. Meski dia seorang wanita sekalipun, dia sama sekali tidak mengerti cara memasak yang baik dan benar. Wajar saja, dia juga tidak pernah berlatih menjadi ibu rumah tangga yang baik kepadaku. Sehingga semua pekerjaan itu tidak bisa ia lakukan. "Nggak apa-apa, Tante, biar Keysha bantu, supaya cepat siap! Setelah itu baru kita main sama-sama," jelasnya yang membuatku takjub. Sikap tolong-menolong sudah ada di dalam diri Keysha ternyata, aku menjadi sangat malu akan ini. Seharusnya akulah yang mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai itu padanya, tetapi malah Mawar yang melakukan itu untuk Keysha. Aku merasa sangat tidak berguna sekali sebagai seorang Papa untuk Keysha. Di mana anak seusianya selalu belajar dari orangtua, tetapi Keysha tidak mempelajari apa pun lewatku atau pun Isma. Aku juga tidak bisa mengajarinya dengan baik, karena di sini, masalah yang ada itu terletak padaku dan Isma, bukan pada Keysha. "Eh, beneran nggak apa-apa, loh, Key. Tante bisa sendiri, kamu main aja sana, gih!" suruh Mawar sambil mengambil piring-piring yang dipegang Keysha, sementara Keysha yang berniat membantu malah cemberut karena tidak diizinkan Mawar untuk membantunya. Aku pun tidak ingin Keysha sedih karena tidak berhasil membantu Mawar, maka dari itu aku harus berbicara pada Mawar tentang ini. "Sudahlah, Mawar. Jika dia ingin, biarkan saja, mungkin dia ingin belajar. Toh, ada baiknya juga!" jelasku santai. Aku ada hak apa melarang Keysha untuk melakukannya? Ini juga untuk kebaikan. Keysha juga bisa belajar, dengan begitu ia akan tahu semuanya sejak kecil. Karena ketika sedari ia kecil sudah ditempa dengan begitu baik, semoga ketika ia dewasa nanti bisa menjadi pribadi yang bisa menjadi panutan. "Ayo, bawa ke sini piring-piringnya!" suruh Mawar pada akhirnya. Mungkin kalau aku tidak berbicara seperti itu tadi, Mawar tidak akan mengizinkan Keysha untuk membantunya karena takut aku marahi. Padahal kenyataannya aku justru sangat senang dengan apa yang mereka lakukan, bersyukur juga tentunya. Aku beranjak pergi dari sana dan menuju kamarku. Mungkin ada baiknya jika aku istirahat sebentar saja untuk menghilangkan rasa lelah dan stres yang melandaku ini. Bekerja seharian di kantor saja sudah membuatku lelah, ditambah lagi dengan masalah rumah tanggaku yang tidak berujung ini. Tidur adalah solusi terbaik untuk melupakan sejenak semua beban yang ada di kepalaku ini. Semoga saja setelah bangun aku merasa sedikit baikan, sehingga tak perlu lagi minum obat pereda sakit kepala.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN