2. Rasa Untuk Keysha

1307 Kata
Ceklek Kudengar suara pintu terbuka. Aku langsung berjalan ke depan untuk melihat siapa yang datang. Mungkin saja mereka sudah pulang, dengan begitu aku memiliki teman bermain nantinya. "Assalamualaikum," ucap seseorang dengan suara baritonnya, tetapi masih terdengar samar karna pintu utama jauh dari tempatku berada. "Waalaikumusalam." Kulihat siapa yang mengucapkan salam. "Eh, Pak Anton sudah pulang?" tanyaku langsung. "Sudah, ini Keysha tolong gantikan pakaiannya dulu. Setelah itu baru siapkan makan siang," suruhnya dengan nada yang lembut. "Eh, iya, Pak!" jawabku tegas, lalu berjalan menghampiri Keysha yang berdiri tak jauh dariku. "Ayo sayang," ucapku pada Keysha yang nampak kelelahan. Kugenggam jemari Keysha dan segera membawa ke kamarnya untuk berbenah diri sebelum makan siang. Keysha memang diperlakukan bak seorang putri raja di rumah ini, tidak heran juga mengapa Pak Anton begitu menyayanginya. Keysha sendiri adalah anak yang menggemaskan, tak jarang orang yang berdekatan dengannya ingin terus bersama, aku contohnya. Selain menggemaskan, Keysha juga sangat penurut. Mau itu pada Pak Anton sendiri, atau pada orang lain. Anak sekecil ini sudah bisa menghormati orang yang lebih tua dan juga menghargai pemberian dari orang lain. Keysha memang dididik sangat baik oleh Pak Anton dan Bu Isma, maka dari itu kepribadiannya bisa sebaik ini. "Tante tau nggak tadi?" tanyanya yang sudah jelas aku tidak tahu apa jawabannya. Anak kecil memang seperti ini, suka melontarkan pertanyaan yang jawabannya hanya dia sendiri yang mengetahuinya. Namun, kita sebagai orangtua harus bisa membuatnya bercerita tentang apa pun yang ingin ia ceritakan. Terkadang mereka melontarkan suatu perkataan yang sama sekali tidak kita mengerti. Itu karena ia yang menginginkan perhatian lebih dari kita, pertanyaan mengenai dirinya misalnya. Itu juga sudah cukup, jika kita tidak mengerti, maka bertanya baliklah padanya. Karena itu yang sebenarnya mereka inginkan, mereka juga ingin diperhatikan lewat tanya jawab. "Memangnya apa yang terjadi tadi?" tanyaku penasaran. Jelas saja, jika Keysha sudah bertanya seperti itu, maka ada hal yang sangat ia senangi ketika di sekolahnya. Dan aku akan selalu setia untuk mendengarkan semua yang ingin ia ceritakan. Pengalaman yang terjadi pada anak-anak mungkin memiliki hiburan tersendiri untuk kita, para orang-orang dewasa. Aku juga selalu tertawa terpingkal-pingkal kalau sudah mendengarkan Keysha bercerita tentang pengalamannya, baik itu di sekolah atau di tempat lesnya. Keysha memang sudah dibiasakan ikut les untuk menunjang kinerja belajarnya. Namun, Keysha hanya les di waktu pulang sekolah selama satu jam lamanya. Itu karena Pak Anton tidak ingin membebani pikiran Keysha mengenai pelajaran setiap harinya. Jadi, Pak Anton selalu menunggu saat Keysha les hingga pulang bersamanya lagi, kebetulan les yang diikuti Keysha berada di dekat sekolahnya, maka dari itu Pak Anton sekalian saja menunggu jam les selesai. Pak Anton menerapkan les hanya agar Keysha bisa berkembang dalam segi akademiknya. Keysha bisa sekolah, belajar, dan juga bermain. Itulah sebabnya Pak Anton tidak ingin Keysha terus-menerus menekuni pelajarannya tanpa bermain. Ia takut jika Keysha kurang bermain dan berinteraksi, membuatnya menjadi lebih introvert. "Tadi di sekolah, Keysha berani maju ke depan untuk menjelaskan cita-cita Keysha!" jelasnya dengan penuh semangat, aku pun tak kalah semangatnya untuk mendengarkan cerita selanjutnya. Oh, ternyata anak ini sudah menemukan cita-cita yang dia inginkan. Ah, syukurlah ia sudah belajar banyak tentang hal ini. Aku juga tidak perlu panjang lebar menjelaskan tentang cita-citanya nanti. "Oh, ya? Memangnya Keysha ingin jadi apa kalau dewasa nanti?" tanyaku sambil menggantikan baju seragamnya dengan baju santai. Keysha sangat suka memakai kaus dan rok mini, keduanya juga harus dengan warna yang senada. Kata Keysha, jika warna keduanya sama, itu akan membuatnya semakin imut. Duh, ada-ada saja memang anak ini. Benarkan kataku, anak kecil memang punya pemikiran dan cerita yang lucu, dan itu cocok untuk dijadikan hiburan. Baju-baju Keysha sendiri pastinya pakaian mahal di mal-mal besar seperti yang sering dibeli oleh Bu Isma ketika dia pulang. Paper bag berlogo toko pakaian yang sering ia tenteng, harganya sampai berjuta-juta pastinya. Tidak seperti bajuku, daster lima puluh ribu saja sudah bagus. "Mau jadi temannya Mama!" ucapnya riang. "Hah?" Sungguh aku terkejut akan perkataannya. 'Jadi teman Mamanya? Untuk apa?' batinku heran. "Iya... supaya aku sama Mama terus!" ucapnya gembira. Ia tidak tahu apa yang ia ucapkan barusan, itu bukanlah salah satu bentuk dari cita-cita yang sering anak-anak seusianya inginkan. Aku mengira jika Keysha sudah mengetahui makna dari kata cita-cita, ternyata jawabannya di luar dugaanku. 'Apa sebegitu inginnya dia bersama Bu Isma? Ya ampun, kasihan sekali kamu, Keysha!' batinku bergemuruh. "Uhm... Keysha, Sayang. Cita-cita kamu itu tidak ada, Nak," tuturku selembut mungkin, agar ia mengerti akan perkataanku ini. Keysha masih sangat kecil sekali, ia butuh bimbingan dari orangtuanya. Nakun, apalah dayaku yang tidak bisa meminta Bu Isma untuk memperhatikan Keysha, aku juga tidak ingin kurang ajar kepadanya. Meskipun aku sangat kasihan kepada Keysha, tetapi mau bagaimana lagi? Aku hanya pembantu di sini, aku tidak berhak ikut campur urusan mereka. Aku hanya berharap ada keajaiban untuk Bu Isma, sehingga ia berubah dan mulai memperhatikan anak semata wayangnya itu. "Kenapa tidak ada, Tante? Aku saja ingin," tanyanya heran bercampur sedih, aku pun perlahan ikut terlarut dalam kesedihan itu. Aku mengerti kesedihan Keysha, yang awalnya ia sangat senang sekali mengatakan semua itu, eh setelah tahu kenyataan—dia jelas sedih pastinya. 'Kamu sungguh polos sekali, Keysha!' batinku lagi-lagi merasa sedih akan nasib anak ini. Mengapa masih ada yang membuat anak kecil sepertinya ini berimajinasi tidak keruan akan suatu hal yang tidak masuk akal sama sekali? Aku jadi berpikir bagimana reaksi guru dan teman-temannya di sekolah, menertawai Keysha atau mereka malah merasa iba? Ah, entahlah, memikirkan semua itu membuatku ingin menangis saja. Harusnya Keysha tidak sampai berpikiran seperti itu, hingga membuat orang lain tidak mengerti makna dari perkataannya. Namun, aku sangat mengerti maksud Keysha, karena aku yang melihat Keysha di sini setiap hari dan akulah yang selalu mendengarkan suara kecil hatinya itu. Memang yang didambakan Keysha adalah Bu Isma yang peduli padanya, menanyakan kabarnya, dan bersedia mendengarkan semua keluhannya, tetapi Bu Isma tidak begitu, dan inilah yang dimaksud oleh Keysha. "Uhm... begini, lho. Cita-cita itu adalah keinginan kamu kalau sudah besar nanti. Seperti ingin menjadi dokter, guru, polisi, atau yang lainnya. Itu adalah profesi-profesi yang banyak diminati oleh orang-orang sebagai cita-citanya. Kamu harus pilih di antara salah satunya, Sayang!" jelasku sambil mengusap lembut kepalanya, semoga saja ia mengerti. "Kalau semua tidak boleh, Tante?" tanyanya dengan sangat polos sekali. Keysha, Keysha, kamu ini benar-benar menggemaskan sekali! Kalau kamu merangkap menjadi semuanya, lalu kamu akan bagaimana untuk membagi waktu untuk pekerjaan itu? Wah, akan sangat merepotkan nantinya. Eh, kalau mau semua juga tidak apa-apa. Toh, Papa kamu banyak uang. Untuk masalah profesi, mungkin bakalan ada gelar yang nggak kamu pakai nantinya. Lucu juga kalau kamu pakai semua gelar yang ada, nama Keysha bakalan sangat panjang sekali nantinya. "Boleh-boleh aja, sih. Yang penting, Papa kamu punya banyak uang, hehehe...," jawabku terkekeh, ia bisa saja membuat seseorang nyaman berada di dekatnya. Kepolosan itu membuat orang-orang ingin selalu menggoda dan terus bersamanya. Semoga tidak akan ada yang membuatnya hancur dan mematahkan hati serta semangatnya. Keysha harus menjadi anak yang periang, bukan malah selalu menyendiri ketika menghadapi lingkungan luar. "Ya udah, nanti aku suruh Papa kerja lebih giat lagi. Biar banyak uang!" ucapnya gembira. Aku pun terkekeh pelan mendengar penuturannya itu, anak ini memang ada saja tingkah lucunya. Uh, aku semakin betah tinggal di rumah ini, mengurus Keysha tentunya sangat menyenangkan. "Ya sudah, kita makan dulu, yuk!" ajakku menggandeng tangan mungilnya, ia selalu mengaitkan jemarinya dengan erat pada tanganku. "Ayo!" ucapnya senang. Aku dan Keysha meninggalkan kamar dan berjalan menuruni tangga menuju meja makan. Sesampainya di sana, aku melihat Pak Anton sudah duduk dengan santai di kursi—meja—makan mewah miliknya itu. "Papa!" ucap Keysha menghampiri Papanya. Pak Anton pun hanya bisa tersenyum menyambut kedatangan anak perempuannya itu. "Hai, sudah ganti seragamnya?" "Sudah. Tante Mawar yang membantu," ucapnya dengan cengiran. Keysha, kamu bisa saja menunjukkan wajah menggemaskan itu, aku ingin sekali mencubitnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN