Ngga Menyesal

1099 Kata
“Beberapa hari ini Ibu lihat kamu murung terus. Apa ada masalah, Key?” Pertanyaan itu menbuat Keyra yang sedang membuat teh menoleh ke belakang. Senyum Keyra mengembang, kepalanya menggeleng sebagai jawaban. Perihal kejadian beberapa hari yang lalu sudah dia lupakan. Demi apapun Keyra tidak lagi mau mengingat. Dia juga membuang rasa penyesalan karena uang hasil kerjanya sudah terpakai untuk biaya pengobatan Airin. Setelah menuang air panas ke dalam cangkir Keyra ikut bergabung duduk dengan sang ibu. Senyum di bibir wanita itu masih terukir seolah semua baik-baik saja. Sebelum menjawab lebih lanjut Keyra menyeruput teh hangat itu, tatapannya lurus ke depan. “Key? Kamu dengar Ibu?” tanya Airin, memecah keheningan. Pasalnya sudah beberapa hari ini dia melihat wajah putrinya murung, tidak seceria biasanya. Maka dari itu Airin menyimpulkan kalau sang anak sedang menyembunyikan sesuatu. Keyra mengangguk seraya menjawab, “everything’s gonna be ok, Bu, aku baik-baik aja, ngga ada masalah apapun. Aku bukan murung, cuma lagi kefikiran kenapa sampai detik ini belum ada panggilan kerja. Padahal aku udah masukin lamaran banyak, tapi belum ada yang kepanggil. Apa seengga bagus itu, ya, skill aku?” Tangan Airin terulur, mengusap rambut Keyra. Walaupun anaknya sedang resah tetapi Airin lega karena pada kenyataannya tidak ada hal buruk yang Keyra sembunyikan. “Apa aku kurang usaha?” “Sama sekali engga, Key, usaha kamu udah cukup,” jawab Airin. “Perihal diterima atau engga itu udah urusan Tuhan. Kalau Tuhan belum menakdirkan kamu dapat kerja, ya mau bagaimana? Maaf, ya, kamu jadi harus banting tulang buat biaya rumah sakit Ibu. Apa kita kembali ke planning awal? sambungnya, menatap Keyra lekat. Planning awal? Kening Keyra mengerut, dia membalas tatapan Airin dengan bingung. “Maksud Ibu apa? Planning yang mana?” “Ibu stop cuci darah. Key, biaya cuci darah itu ngga murah, apalagi harus dilakukan dalam waktu hitungan minggu. Ibu tau kamu lelah, mak–” “Ibu ngga perlu mikirin soal biaya. Soal biaya itu urusan Keyra, bukan Ibu. Fokus Ibu sekarang gimana caranya buat sembuh. Tenang, uang masih ada, Bu. Di dunia yang luas ini aku cuma punya Ibu, masa Ibu mau nyerah?” potong Keyra. Dia sangat tahu ke mana arah pembicaraan Airin. Karena pembicaraan itu bukan sekali dua kali, tetapi berkali-kali. Akan tetapi, buktinya sampai detik ini Keyra masih sanggup membiayai. Ya walaupun dia harus melakukan segala cara bahkan menjual tubuhnya. Perihal masalah itu Airin sama sekali tidak tahu, karena Keyra pun akan menutup masalah itu. Sangat berbahaya jika Airin tahu. Bukan takut terkena marah, hanya saja Keyra tidak sanggup melihat wajah kecewa wanita yang sudah melahirkannya. “Key, kam–” “Bu, aku bilang aku masih sanggup. Mau berapa kali Ibu cuci darah, Keyra akan bayar lunas administrasi. Selama aku sehat semua akan baik-baik aja.” Lagi, Keyra memotong perkataan Airin membuat wanita itu hanya bisa menghela napas. Tidak ada lagi percakapan diantara keduanya. Mereka memilih diam dengan isi kepala masing-masing. Selain bertekad menyembuhkan sang ibu, otak Keyra pun terus berfikir keras bagaimana caranya dia mencari uang sebanyak-banyaknya. “Tapi satu pesan Ibu, Key. Jaga diri kamu, jangan karna kamu mati-matian buat Ibu, kamu justru merugikan diri. Ibu ngga suka, Ibu ngga rela.” DEG! *** Demi menyegarkan isi kepala, sore harinya Keyra memilih ke kafe. Dia sudah menghubungi temannya, tapi belum ada tanda-tanda orang itu datang. Selagi menunggu Keyra asik bermain ponsel sambil sesekali memakan kentang goreng pesanannya. Lusa jadwal ibunya cuci darah, otomatis uang simpanan akan kembali ke luar. Otak Keyra sudah berfikir kalau dia akan melakukan pekerjaan yang sama seperti beberapa hari yang lalu. Karena hanya itu mata pencaharian yang bisa menghasilkan uang dalam waktu singkat. “Keyra Aleena Jasmine!” Kedua mata Keyra terpejam karena kaget. “Bella!” Wanita bernama Bella itu terkekeh. Kedua tangannya terangkat seolah meminta maaf. Tanpa berlama-lama wanita itu duduk di samping Keyra. “Jadi, apa yang mau lo ceritain?” “Gue pengen ikut kerja kayak lo, Bel, sampai gue ada panggilan kerja lain.” Bella terdiam, matanya menerjap beberapa kali. Apa baru saja telinganya salah mendengar? “Telinga lo ngga salah dengar, Bel, gue serius,” ujar Keyra seperti tahu apa yang ada di dalam otak temannya itu. “Gue butuh uang buat biaya ibu, Bel. Dan sebelumnya … sebelumnya gue juga udah pernah kok. Jadi ini bukan kali pertama, tapi kedua. Lo bisa bantu gue?” lanjut Keyra dengan wajah sungguh-sungguh. Lagi-lagi Bella dibuat tercengang mendengar kata demi kata yang Keyra lontarkan. Pandangan kedua wanita itu saling beradu cukup lama. Keyra yang gemas menggoyang-goyangkan lengan Bella sampai wanita itu tersadar. “Lo sadar sama perkataan lo tadi, Key? Lo ngga lupa sama pekerjaan gue? Tadi lo bilang apa? Sebelumnya udah pernah?” Deretan pertanyaan Bella lontarlan tanpa aba-aba. Keyra mengangguk tegas. “Percaya ngga percaya, tapi gue udah relain kesucian gue ke pria asing. Bayaran dari pria itu cukup besar, Bel, benar-benar bisa gue jadiin tabungan buat rumah sakit.” Saking tidak percayanya Bella hanya bisa terdiam dengan wajah syok. Bagaimana tidak syok kalau selama ini dia mengenal Keyra sebagai sosok wanita kalem? Bahkan dia sangat pilih-pilih pekerjaan, selalu menghindari pekerjaan yang merugikan. Tapi penjelasannya tadi? Walaupun sempat kaget pada akhirnya Bella mengangguk. “Jangan pernah menyesal sama jalan yang lo pilih nantinya, Key. Bahkan lo sendiri udah tau apa pekerjaan gue. Kalau lo serius nanti malam gue jemput, kita ketemu Nando. Dia agensi gue, pasti dia tertarik sama lo. Lo ngga ada minusnya, cocok di mata dia.” “Oke, Bel, thankyou ya.” Keduanya kembali berbincang hal lain, melupakan pembahasan utama. Walaupun pergaulan Bella cukup jauh, tetapi di mata Keyra wanita itu sangat baik sebagai teman. “Kalau gue boleh tau, siapa pria pertama yang booking lo, Key?” Keyra mendelikkan bahunya tanda tidak tahu. Jujur saja memang malam itu dia hanya mengingat nama tanpa identitas lain. Lagipula semuanya terjadi sangat cepat, tanpa adanya aba-aba. “Tapi yang jelas gue ngga mau menyesali kejadian malam itu, Bel. Gue ngga tau dia siapa karna setelah kejadian, paginya dia udah ngga ada cuma ninggalin cek.” “Lo bukan anak kecil, Keyra. Lagipula ngga ada untungnya lo nyesel sekarang. Ngomong-ngomong, ibu lo tau, Key?” Keyra menggeleng lemah. “Sampai mati gue akan keep pekerjaan ini dari ibu, Bel. Bahaya kalau dia sampai tau. Tugas gue sekarang cuma cari uang sampai ibu mau terima tawaran dari gue.” Mendengar itu Bella menghela napas. Ibarat kata di depan sana tidak ada jalan. Hanya ada dua tikungan, itupun berisi jurang. Bella memang belum lama berteman dengan Keyra, tapi dia tahu apa yang sedang wanita itu alami. “Sampai kapanpun nyokap lo ngga akan setuju, Key.” ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN