Harus Profesional

1021 Kata
"Bagaimana, Julian? Semua aman? Kamu sudah kabarkan dia?" "Sudah, Pak, saya sudah menghubungi mbak Keyra untuk datang besok. Ada lagi yang bisa saya bantu, Pak?" Layaknya habis mendapat hadiah Bian tersenyum senang. Rasanya dia tidak sabar menunggu hari esok, hari di mana dia akan bertemu kembali dengan Keyra untuk ketiga kalinya. Bian juga penasaran apa reaksi wanita itu. Walaupun banyak kandidat yang lebih baik dari Keyra, tetap saja Bian memilih wanita itu saat melihat data diri Keyra sebagai salah satu pelamar. Bian memberi kode kepada Julian agar ke luar dari dalam ruangan. Paham maksud bosnya pria itu pamit undur diri. Setelah Julian pergi Bian menghempas punggungnya kesanggahan kursi. Tubuhnya berputar mengikuti gerakan kursi kebangsaannya. Sampai detik ini Bian tidak menyangka kalau ternyata Keyra melamar di perusahaannya. Bukankah itu mimpi buruk kalau Keyra tahu dia akan menjadi sekretaris siapa? Permainan baru saja dimulai, jujur saja Bian masih penasaran dengan sosok Keyra. Bahkan ... Bian ingin kembali menarik Keyra ke ranjangnya. Bagaimana permainan amatirnya, suara desahan yang merdu, tubuh yang indah. Ah, kalau diingat-ingat Bian merasa akan gila. Otak Bian seketika bekerja, dia tahu harus melakukan apa supaya wanita itu takluk di pelukannua. Sedang asik memikirkan Keyra tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Di depan sana berdiri seorang wanita dengan baju seksinya. Wanita itu menutup pintu, berjalan meliuk mendekati Bian. Tampilan wanita itu memang sangat menantang jiwa lelaki Bian. Tetapi sebisa mungkin dia bersikap biasa saja. "Bian, aku mau bicara sama kamu." Wanita itu merangkul Bian, memeluknya erat. Masih tidak ada reaksi apapun dari Bian. Pria itu memilih diam seribu bahasa. Bahkan Bian mengabaikan pelukan erat wanita itu. Saat ini Bian teramat malas berdebat karena dia baru saja menemukan kesenangan. "Bian, aku minta maaf. Aku sama Darrel ngga ada hubungan apapun. Aku ngga selingkuh sama dia, kamu salah paham. Aku mau kita lanjutin soal pertunangan. Kal–" "Kita sudah tidak ada hubungan apapun, Devinka. Jangan mencariku lagi, aku juga tidak mau mendengar penjelasanmu. Apapun yang kau jelaskan tidak bisa mengubah apapun," potong Bian. Karena tanpa perlu panjang lebar pembahasan dia sudah tahu ke mana arahnya. Wanita bernama Devinka itu cemberut. Alih-alih menjauh dia justru duduk di atas pangkuan Bian. Satu kecupan mendarat di bibir Bian. Setelah itu kedua tangan Devinka terulur mengusap pipi Bian. Jarak keduanya sangat dekat, mungkin sekali saja bergerak bibir keduanya akan kembali bertemu. "Aku itu cuma cinta sama kamu, Bian. Masalah kemarin kita cuma salah paham, kamu salah paham sama aku. Kita masih bisa perbaiki sebelum semuanya semakin keruh." Sebelah alis Bian terangkat menatap Devinka. "Cinta? Kamu bilang cinta? Omong kosong. Maka dari itu, menyingkirlah dari hadapanku, Devinka. Aku masih banyak pekerjaan, kau bisa pergi." Perintah demi perintah yang Bian layangkan tidak membuat Devinka menjauh. Wanita itu kembali memeluk tubuh Bian, menenggelamkan wajahnya di d**a bidang milik pria tersebut. Bian menghela napas, entah harus pakai cara apa agar dia bisa mengusir Devinka dari hadapannya. "Tapi sayang, Devinka. Aku sudah punya wanita lain." Pernyataan simple itu refleks membuat Devinka menarik diri dari pelukan Bian. Kedua mata cantiknya membulat, dia berusaha mencari kebohongan di wajah Bian. Tapi sial, wajah pria itu terlihat sangat santai dan tenang. "Aku tahu kamu bercanda, Bian. Ngga mungkin, benar-benar ngga mungkin. Hubungan kita udah berjalan empat tahun, ngga akan semudah itu kamu cari pengganti aku." Devinka menatap lekat bola mata Bian. Pria itu mendelikkan bahunya tanda tidak perduli. "Bagiku soal wanita bukan perkara sulit, Devinka. Kamu saja bisa jatuh hati pada pria lain saat masih bersamaku, kamu fikir aku tidak bisa? Empat tahun kita hanyalah angka." Sangat telak. Devinka dibuat bungkam dengan pernyataan Bian. *** Setelah puas bertemu dengan kedua sahabatnya Keyra memutuskan untuk pulang. Karena dia sangat yakin kalau Airin sedang menunggu dengan cemas. Bagaimana tidak cemas karena tadi pagi dia hanya izin interview yang biasanya hanya hitungan jam. Sedangkan ini? Hampir pukul delapan malam Keyra baru menginjakkan kaki di rumah. Selain bertemu Audry dan Jessica, Keyra menghabiskan banyak waktu di taman seorang diri. Lagi-lagi isi otaknya sedang berdebat antara datang atau tidak besok pagi. Demi apapun, Keyra sangat tidak siap untuk bertemu Bian. Selama dua kali pertemuan pria itu memang tidak ingkar janji soal bayaran. Tapi ... mau ditaruh mana wajahnya besok? Keyra juga baru ingat posisi yang dirinya lamar. Apa dia akan menjadi sekretaris untuk Bian? Kalau iya, benar-benar mimpi buruk! "Yaampun, Keyra, kamu kenapa berdiri di depan pintu begini? Ibu kaget, kirain siapa. Tapi Ibu juga lega karna kamu udah pulang. Kamu dari mana aja, Key? Masa iya hanya wawancara selama ini? Dari pagi loh, sampai jam delapan?" Deretan pertanyaan Airin layangkan membuat kepala Keyra semakin pening. Walaupun pening bibir wanita itu tetap memepertahankan senyumannya walaupun tipis. Airin mendekat, memegang kedua bahu Keyra. Hal serupa Keyra lakukan lalu wanita itu menjawab, "maaf ya, Bu, kalau bikin khawatir. Pulang dari kantor aku mampir ke kafe karna Jessica sama Audry ajak aku ketemu. Kita bertiga jarang bertemu semenjak aku cuti, maka dari itu aku ngga enak. Terus aku mampir ke tempat Jessica, dia minta ditemani karna orangtuanya belum pulang." Dalam hati Keyra memohon ampun kepada Tuhan karena dia sudah membohongi Ibunya. Tapi mau bagaimana lagi, Keyra tidak mau membuat wanita yang telah melahirkannya itu khawatir dan banyak fikirin. Cukup dirinya saja yang banyak fikiran. Airin menghembuskan napasnya lega. Dia pun mengajak putrinya masuk ke dalam rumah karena sudah malam. Airin menyuruh Keyra untuk bersih-bersih yang langsung diangguki wanita itu. Dengan tubuh lemasnya dia masuk ke dalam kamar. Bukannya lagsung ke kamar mandi, namun Keyra memilih duduk di tepi ranjang. Wanita itu kembali melamun, bahkan mengabaikan ponselnya yang berdering. "Kira-kira besok gue datang atau engga ya? Kalau ternyata bukan sekretaris pria itu gimana? Masa iya gue tolak karna overthinking?" Kedua mata Keyra terpejam, tangannya memijat dahi yang berdenyut. Tanpa Keyra sadari Airin memperhatikan dari ambang pintu. Keyra memang lupa menutup rapat, maka dari itu dengan leluasa Airin bisa melihat. Ternyata senyum dan kata-kata yang tadi Keyra utarakan semuanya bohong. Karena ternyata anaknya sedang menyimpan sesuatu. Niat hati Airin ingin masuk, tapi dia mengurungkan niatnya. "Key, ini kerjaan yang lo tunggu! Masa cuma karna pria itu lo mundur? Lupain masalah kalian yang kemarin, lo harus bisa profesional!" Keyra memukul-mukul kepalanya yang teramat pening. Benar dugaan Airin. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN