Presiden Direktur

1122 Kata
"Kalau seandainya kamu bekerja dalam waktu dekat apa bersedia?" Tanpa ragu Keyra menganggukan kepalanya. "Saya siap, Pak, bahkan besok pun bisa." Jawaban mantap Keyra mendapat apresiasi dari HRD yang sejak tadi menginterviewnya. Karena tidak ada lagi pertanyaan, Keyra memilih diam sambil memperhatikan pria di depannya. Entah pria itu menulis apa, tapi Keyra yakin tidak jauh-jauh dari pembahasan interview. "Baik, mbak Keyra, datamu akan kami proses. Selain itu CV kamu juga akan saya serahkan ke atasan agar bisa menilai langsung. Mohon ketersediaannya menunggu beberapa hari ya?" "Baik, Pak, kalau begitu saya permisi." Pria itu mengangguk, mempersilahkan Keyra untuk ke luar dari dalam ruangan. Sebelum kembali ke rumah Keyra duduk di bangku tunggu. Jantungnya masih berdegup kencang, bahkan kedua tangannya sampai tremor. Walaupun proses interview berjalan lancar, tetap saja kegugupannya masih ada. "Hari ini udah lo lewatin dengan baik, Key. Semoga dalam waktu dekat ada kabar baik," ucap Keyra, menyemangati dirinya sendiri. Setelah cukup beristirahat Keyra berjalan ke arah lift. Sambil berjalan dia melihat keseliling, memperhatikan para karyawan yang duduk di bangku masing-masing. Walaupun mereka terlihat sangat enjoy, tetapi Keyra yakin ada rasa lelah yang menghantui. Tapi bagi Keyra lebih baik lelah bekerja daripada lelah tidak berbuat apa-apa. Pintu lift terbuka, wanita itu memencet tombol lantai satu. Di dalam lift hanya ada Keyra tanpa orang lain. Sesampainya di lantai satu Keyra berjalan ke arah pintu ke luar. Namun langkah Keyra terhenti, matanya menatap fokus ke seseorang yang sedang mengobrol dengan satpam. Ternyata benar, matanya memang tidak salah melihat. Bian. Iya, pria itu adalah Bian. Pria yang tadi pagi dia lihat baru datang. Susah payah Keyra menelan salivanya. Dari luasnya bumi, kenapa Tuhan kembali mempertemukan dirinya dengan pria itu? Selain itu ... ada urusan apa Bian ke kantor ini? Fikiran-fikiran negatif kini bersenayam di kepala Keyra. Banyak kemungkinan yang dia simpulkan, tapi buru-buru dia tepis. Posisi Keyra yang mengumpat membuat dirinya tidak terlihat oleh Bian saat pria itu masuk ke dalam lift. Setidaknya Keyra bernapas lega. Setelah memastikan Bian tidak ada Keyra melanjutkan langkahnya. Tepat di depan satpam langkahnya terhenti lagi. "Ada yang bisa dibantu, Mbak?" tanya satpam itu karena Keyra berhenti tepat di depannya. "Maaf, Pak, saya boleh bertanya? Umhh, pria yang tadi ... apa dia karyawan di sini, Pak?" Dengan hati-hati Keyra bertanya. Satpam itu melihat sekitar, mencoba mencari orang yang Keyra maksud. "Pria yang mana, Mbak?" "Yang ngobrol sama Bapak tadi. Pakai jas abu-abu, terus masuk ke lift." Sesaat satpam itu terdiam, mencoba mengingat. Setelah mendapat jawaban pria itu mengangguk-anggukan kepalanya seraya menjawab, "yang pakai jas abu-abu tadi pak Bian. Beliau bos di sini. Jabatan beliau di sini Presiden Direktur yang merangkap CEO membantu ayahnya." Penjelasan itu membuat Keyra tercengang. Apa katanya? Bos? Bos di perusahaan ini? Keyra benar-benar tidak menyangka, perusahaan yang dia datangi milik Bian. Ini bukan kabar mengenakkan, justru kabar buruk. Andai Keyra mengetahui ini sejak tadi, mungkin dia memilih pulang tanpa melanjutkan intetview. Kalau begini ceritanya langkah apa yang harus dirinya ambil? Berhubung tidak tahu mau menjawab apa Keyra memilih pergi setelah mengucapkan terima kasih. Otaknya seketika penuh, rasa ragu kembali menyeruak di dalam hati. Ini adalah pekerjaan yang dirinya nantikan, tapi kalau harus berurusan lagi dengan Bian rasanya Keyra belum sanggup. "Ini namanya badai di tengah badai, bukan pelangi setelah badai." Keyra memijat pelipisnya yang berdenyut. Kepalanya pusing, benar-benar pusing. *** Awalnya Keyra ingin langsung pulang, tapi saat di perjalanan kedua temannya mengirim pesan. Alhasil, Keyra melipir ke kafe yang sudah disepakati. Sampainya di tempat tujuan Keyra langsung masuk, mencari di mana teman-temannya. "Kekey!" "Key!" Panggilan itu membuat Keyra menoleh ke kanan dan kiri. Bahkan tubuhnya berputar ke belakang. Saat tubuhnya berputar dia melihat kedua temannya melambaikan tangan. Keyra tersenyum, dia pun langsung menghampirinya. "Kalian udah lama?" tanya Keyra kepada kedua temannya. "Yang jelas belum ada satu jam, Key," jawab salah satu wanita yang duduk di samping Keyra. Ketiganya tertawa, mereka juga menarik Keyra agar segera duduk. Keyra menatap Jessica dan Audry secara bergantian. Siang ini yang Keyra temui memang bukan Bella, melainkan teman dekatnya di kampus. Semenjak Keyra mengajukan cuti, ketiganya sudah jarang bertemu. Ditambah Keyra full bekerja, maka dari itu tidak ada waktu. "Kalian habis dari kampus?" tanya Keyra yang langsung diangguki keduanya. "Lo kapan masuk kuliah lagi, Key? Sumpah, gue sama Audry sepi banget ngga ada lo di kampus. Sekarang kegiatan lo apa? Lo lagi kerja di mana?" Keyra terdiam. Rasanya sangat tidak mungkin kalau dia menceritakan di mana tempat kerjanya. Selain malu, tentu Keyra takut kedua sahabatnya menjauh karena jijik. "Pertanyaan gue ada yang salah ya, Key?" Tangan Jessica terulur, menyentuh kedua tangan Keyra yang saling bertaut. "Sama sekali ngga ada yang salah, Jess. Gue kerja di restoran, jadi waiters. Apa kalian masih mau anggap gue teman? Atau gimana?" Keyra menatap Audry dan Jessica secara bergantian. Kedua wanita itu saling tatap, lalu dengan kompak memeluk tubuh Keyra dengan erat. Pemikiran Keyra bagi mereka berdua terlalu jauh. Mau kerja apapun sahabatnya itu, tidak akan membuat ilfeel. Alih-alih malu mereka justru bangga karena temannya mau berusaha maksimal. "Otak lo jangan mikir kejauhan, Key. Kita berdua ngga sejahat itu ngejauhin lo cuma karna kerjaan. Lo hebat bisa berjuang di tengah badai. Dengan lo masih bisa berdiri aja udah lebih dari cukup," ujar Jessica. "Apa yang Jessica bilang benar, Key. Im proud of you!" timpal Audry. Keyra memang merasa hidupnya sudah betantakan. Tapi melihat respon kedua sahabatnya membuat hatinya merasa lega. Setidaknya masih ada beberapa orang yang bisa dia jadikan sandaran selain Airin. Karena mau bagaimanapun, Keyra tidak mau menceritakan kepahitan jalannya kepada wanita itu. Karena kalau dia mengeluh, Keyra takut ibunya drop. "Ngomong-ngomong nih, Key, lo pakaian rapih gini dari mana?" Pelukan ketiganya terlepas. Audry juga menunggu jawaban Keyra karena dia penasaran. Bukan karena penampilan buruk, justru penampilan Keyra sangat formal. "Gue habis interview kerja. Tapi kayaknya gue mau mundur, ngga gue terusin," jawab Keyra apa adanya. Karena memang hanya itu yang ada di dalam hatinya. Antara maju dan mundur, benar-benar memusingkan. Kening Jessica mengerut mendengar jawaban Keyra. "Kenapa mau mundur, Key? Emang kerjaan di mana?" "Kalian tau PT. Dexta Group? Nah, gue interview di sana." Belum sempat ada yang menjawab, suara ponsel Keyra sudah lebih dulu terdengar. Awalnya Keyra enggan mengangkat karena panggilan itu dari nomor tidak dikenal. Tapi karena takut panggilan itu penting, pada akhirnya dia angkat. Jessica dan Audry kompak terdiam, memberi ruang kepada Keyra untuk menjawab telepon. "Hallo selamat siang?" '....' "Iya betul saya Keyra Aleena Jasmine. Maaf, dengan siapa saya bicara?" '....' "Apa? Besok?" '....' "Baik, Pak, baik, besok saya akan ke sana. Terima kasih informasinya." Tut! Ponsel hitam itu kembali Keyra letakkan di atas meja. Ini benar-benar mimpi buruk baginya. Mimpi buruk yang terlambat untuk dihindarkan. "Key? Lo kenapa?" Audry menyentuh tangan Keyra. Dia khawatir melihat wajah sahabatnya itu berubah pucat. "Besok gue diminta datang ke kantor lagi, Dry." ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN