Semalaman tidur Keyra tidak nyenyak. Otaknya terus berfikir langkah apa yang akan dia ambil esok hari. Alhasil, wanita itu baru bisa tertidur pukul empat pagi. Tapi baru juga tidur sekejap, Airin membangunkan katanya sudah hampir pukul setengah tujuh. Semalam full Keyra sudah berfikir, dia juga telah memantapkan hati.
Dan ya ... Keyra memilih melanjutkan perjalanannya. Berbekal fikiran positif wanita itu memantapkan pilihan.
Berhubung tadi bagun agak kesiangan, Keyra berangkat dengan terburu-buru. Saking buru-burunya wanita itu tidak sempat menyentuh sarapan. Karena bagi Keyra lebih baik tidak sarapan daripada harus telat. Sejujurnya Keyra tidak tahu apa hari ini juga dia akan bekerja atau bahkan sebaliknya. Tapi apapun itu Keyra tidak mau memusingkan.
Setibanya di halte Keyra dibuat cemas karena bus tidak kunjung datang. Karena takut semakin terlambat wanita itu memutuskan untuk berjalan kaki. Cukup jauh kantornya, tetapi mau bagaimana lagi. Sekitar sepuluh menit berjalan Keyra berhenti. Dia memutuskan untuk menunggu bus karena lelah berjalan. Setelah beberapa menit menunggu, bus akhirnya datang. Memang dasarnya terlambat, Keyra pun tidak dapat tempat duduk.
Akan tetapi tidak apa-apa, setidaknya dia tidak perlu berjalan kaki.
Berdesakkan di dalam bus, terjebak macet, membuat Keyra pasrah. Jam sudah menunjukkan pukul delapan lewat lima, tetapi bus kembali terjebak macet. Jarak dari bus berhenti ke kantor sudah tidak terlalu jauh, maka dari itu Keyra memutuskan untuk turun. Setelah turun dari dalam bus wanita itu mengambil ancang-ancang untuk berlari. Ternyata memang benar, hari apes tidak ada di kalender. Belum sarapan, tapi sudah dipaksa olahraga dua kali.
Keyra berhenti berlari tepat di pos satpam. Napasnya memburu, kedua kakinya terasa lemas. Karena sudah tidak ada energi berlari Keyra memutuskan berjalan. Entah apa yang akan terjadi di dalam, Keyra sudah pasrah.
Setibanya di depan pintu, saat ingin memberi tahu satpam, tiba-tiba seorang pria datang menghampiri. Keyra masih ingat, pria itu adalah pria yang kemarin mewawancarai dirinya.
"Kenapa anda terlambat? Anda sudah di tunggu, mari ikut saya," ajak pria itu.
Jantung Keyra bergedup kencang. Sebentar lagi dia akan tahu siapa yang akan ditemui. Keyra sangat berharap orang itu bukanlah Bian. Di dalam lift Keyra hanya diam, dia masih berusaha mengatur napasnya.
"Apa anda terjebak macet? Ah, perkenalkan, nama saja Julian." Pria itu mengulurkan tangan yang langsung disambut oleh Keyra.
"Saya Keyra. Maaf sebelumnya, selain terjebak macet saya juga kesiangan. Maka dari itu saya terlambat. Apa .... saya akan ditolak karna masalah ini?"
Julian menggeleng seraya menjawab, "sepertinya tidak, dan harusnya tidak. Karna pemanggilan kamu langsung perintah dari atasan. Hanya saja kalau anda sudah mulai aktif bekerja jangan sesekali telat."
Ting!
Pintu lift terbuka. Keyra berjalan tepat di belakang Julian dengan harap-harap cemas. Saking cemasnya wanita itu berjelan merunduk. Beruntung dia tidak menabrak punggung Julian yang tiba-tiba berhenti. Kepala Keyra terangkat, menatap pintu di depannya.
Arabian Regantara Geofano - Presiden Direktur.
Membaca nama itu Keyra menelan salivanya beberapa kali. Nama itu tidak asing, dan Keyra ingat siapa pemilik nama itu. Ya Tuhan, haruskah dirinya bertemu lagi dengan pria itu? Keasikan melamun Keyra sampai tidak sadar jika Julian sudah masuk ke dalam. Lamunan wanita itu buyar saat Julian menegur.
"Silahkan anda masuk, tugas saya sudah selesai mengantar. Baik-baiklah anda di dalam, jelaskan dengan betul kenapa anda bisa telat." Setelah mengatakan itu Julian pergi, meninggalkan Keyra dengan kegelisahannya.
Setelah memantapkan diri pada akhirnya Keyra menutuskan untuk masuk. Dia terus meyakinkan diri untuk profesional. Keyra juga membuang jauh-jauh kejadian dirinya dengan Bian sebelum ini.
"Bagus sekali ya jam segini baru datang. Kamu itu belum jadi karyawan, tapi sudah melakukan kesalahan. Bagi saya ini kesalahan fatal, tidak disiplin dalam bekerja."
Baru tubuhnya masuk, teguran sudah Keyra dapatkan. Perlahan Keyra mengangkat kepalanya, menatap pria yang kini berjalan mendekat. Hatinya berontak menyuruh mundur, tetapi kakinya seolah terpaku, susah untuk digerakkan.
"Mau membuat pembelaan? Silahkan." Bian berdiri tepat di depan Keyra. Pria itu juga menutup serta mengunci pintu membuat Keyra semakin ketakutan.
Masih dengan kesabarannya Bian menunggu jawaban Keyra. Ada sedikit kesenanga melihat wajah Keyra yang panik. Padahal dirinya hanya bertanya, kenapa wanita itu harus takut?
"T–tidak. Saya tidak akan membuat pembelaan. Maaf saya datang terlambat, Pak."
"Alasanmu apa?"
"Saya ... saya bangun kesiangan, ditambah bus datang telat, lalu macet."
Mendengar itu Bian mengangguk-anggukan kepalanya. Alasan klasik, tapi cukup masuk akal. Bian tidak langsung menjawab, dia memperhatikan penampilan Keyra dari atas sampai bawah. Keputusan untuk menerima Keyra menjadi sekretarisnya memang banyak pertimbangan. Tapi apa boleh buat, hanya dengan cara ini dia bisa mendekati Keyra.
"Kalau memang ini kesalahan fatal, saya siap menerima konsekuensinya. Termasuk ... batal diterima di perusahaan ini. Saya tahu saya salah," ujar Keyra. Entah keberanian dari mana, Keyra memilih menyerah. Apa ini jawaban dari Tuhan atas keraguannya semalam?
"Kamu ingin menghindar?"
Keyra refleks menggelengkan kepalanya. "Bukan, bukan itu. Tolong, jangan bahas masalah itu lagi. Masalah itu sudah selesai, tidak perlu diungkit."
Mendengar itu Bian tertawa. Ternyata wanita di depannya masih ingat dengan dua pertemuan mereka sebelumnya. Tangan Bian terulur, menaikan kepala Keyra agar bisa leluasa menatap wajahnya. Bian tidak munafik kalau Keyra sangat cantik dan manis. Apalagi bibirnya. Bibir mungil pink itu seakan menggoda untuk disentuh. Jari jempol Bian menyentuh bibir Keyra membuat wanita itu tersentak kaget. Keyra menghempas tangan Bian, tubuhnya mundur satu langkah.
"Kamu diterima, dan mulai hari ini sudah bisa mulai bekerja. Kamu bertugas sebagai sekretaris. Bukan sekretaris biasa, tetapi sekretaris pribadi. Apapun yang saya perintahkan kamu harus menuruti tanpa ada bantahan. Untuk hari pertama kamu akan dibimbing oleh Helen." Bian kembali membuka kunci pintu, lalu pria itu kembali duduk sambil menghubungi seseorang.
Pintu yang tidak terkunci, Bian yang menjauh, Keyra menghembuskan napas leganya. Setidaknya hari ini dirinya aman. Hanya hari ini, entah hari-hari selanjutnya. Hari ini boleh saja dirinya diterima kerja, tetapi Keyra sama sekali tidak merasakan senang. Alih-alih senang dia justru menyesal karena secara tidak langsung masuk ke dalam kandang singa.
Lagi asik melamun Keyra dibuat kaget mendengar ketukan pintu. Tubuh Keyra bergeser saat pintu ruangan terbuka. Seorang wanita masuk. Keyra yang tidak tahu mau berbuat apa hanya bisa diam layaknya patung.
"Helen, hari ini kamu handle Keyra ya? Antar dia ke ruangan, kasih tahu apa yang harus dia kerjakan," ujar Bian menatap Helen.
"Baik, Pak, apa ada lagi yang bisa saya bantu?"
Bian menggelengkan kepalanya seraya menjawab, "tidak ada, itu saja dulu. Silahkan ajak dia."
Helen mengangguk patuh. Diajaknya Keyra untuk ke luar setelah berpamitan. Saat Keyra menoleh ke belakang, Bian mengedipkan sebelah matanya. Keyra kaget, buru-buru dia ke luar mengikuti Helen.
***