Pertanggungjawaban

1129 Kata
Tidak ingin rencananya mengerjai Respati gagal total, Amaya berpikir keras dan menemukan tanggapan yang tepat untuk celetukan Respati barusan. “Ya harus, dong! Kan Bapak barusan traktir saya nasi goreng. Terima kasih ya, Pak..” “Sama-sama,” balas Respati dengan cuek. Ditatapnya nasi goreng yang tersaji di hadapannya itu, sampai Respati merasa memang ada yang aneh dan wajar dipertanyakan. “I—ini kamu enggak salah? Kenapa penampakan nasi gorengnya hitam sekali? Gosong atau gimana?” Respati meletakkan sendok yang Amaya berikan di samping nasi goreng yang menurutnya berpenampakan tak lazim itu dengan kasar. Ia mogok makan. “Saya tidak mau! Ternyata kamu tidak bisa dipercaya untuk memesan makanan yang layak makan! Kamu tidak becus!” Panik rencananya hampir gagal, Amaya tak kehabisan ide dan membual. “Pak Respati? Ini hitam karena nasi goreng cumi! I–iya, karena ada tintanya. Enak kok, Pak. Tadi Bapak lihat sendiri ‘kan tempat jualannya ramai?” “Mana punya kamu? Coba saya lihat!” Mampus!! Jelas penampakan nasi goreng mereka berdua berbeda. Hal itu membuat Amaya lagi-lagi meyakinkan Respati. Pokoknya Amaya tidak akan menyerah sampai Respati mau memakan nasi gorengnya yang sudah Amaya pesankan spesial. “P–punya saya ya? N–nanti aja..Bapak coba makan dulu itu punya Bapak. Ayo Pak, makan..” Amaya kembali menyerahkan sendok yang sempat Respati letakkan. “Beneran ini enak?” Respati ragu sekali. Tapi perutnya sudah sangat lapar, meminta segera diisi. “ENAK! Coba saja buktikan sendiri. Kan tinggal makan, Pak..” Akhirnya Respati bersedia menyantap nasi goreng spesial itu. Dengan disaksikan Amaya di setiap pergerakannya. Mulai dari menyendok sampai memasukkan ke dalam mulut, semua tak luput dari senyum penuh kemenangan Amaya. YESS! Rencana Amaya mengerjai Respati berhasil! “Hueekk..hhuueggkk..k–kamuu!? Huuekk..uhukk!! Uhuk! Kamu meracuni saya, Amaya!? Ini nasi goreng apa manisan nasi!? Rasanya manis sekali dan sangat pedas! Tenggorokan saya langsung sakit..uhhuk!” Bukannya kasihan dengan Respati yang muntah-muntah sampai terbatuk-batuk saking pedasnya, Amaya justru tertawa kencang. “HAHHAHA!” “Sialán kamu, Amaya.. Berani-beraninya kamu ngerjain saya!” pekik Respati menggema dari kamar mandi. Ya, pria itu langsung berlari ke kamar mandi tadi. Meninggalkan Amaya yang tertawa puas karena berhasil melancarkan aksinya. Di luar kamar mandi, Amaya membalas pekikan Respati. “Satu sama lah, Pak! Bapak juga ngerjain saya! Nyuruh-nyuruh saya beli nasi goreng, terus nemenin Bapak makan, ya ampun..kurang kerjaan banget!” Merasa mempunyai peluang besar untuk kabur, Amaya masih sempat-sempatnya berpamitan sebelum berjalan menuju pintu kamar hotel ini. “Karena tugas saya sudah selesai. Saya pulang! Permisi, Pak Respati. Dihabiskan ya, Pak, nasi goreng spesialnya..” Nasib malang menimpa Amaya saat menyadari pintu kamar hotel ini terkunci. Dan, entah dimana kuncinya!? Amaya mulai panik dan mencari-cari kunci pintu di sekitar pintu. Barangkali terjatuh. Tepat saat Amaya menunduk, Respati langsung membopong tubuh Amaya seperti karung beras. “Aaaaaaaaaa!!” Amaya yang terkejut hanya bisa berteriak dan meronta, meminta dilepaskan. Rupanya Amaya tidak berhasil sepenuhnya. Ia justru menjerumuskan dirinya untuk dijadikan santapan empuk sang ibliss. Dihempaskan tubuh Amaya dengan kasar di ranjang empuk kamar hotel ini. Saat Amaya hendak bangkit untuk melarikan diri, Respati lebih dulu mencegahnya dengan mencengkram kedua pergelangan tangan Amaya ke atas dan dirinya berada di atas tubuh Amaya dengan menyunggingkan senyum miring. Ahh..santapannya telah siap. Tak apa meski bukan nasi goreng. “Kamu pikir, kamu bisa lolos begitu saja setelah mengerjai saya habis-habisan, Wanita Nakál?” bisik Respati tepat di telinga kiri Amaya. Pria itu dengan sengaja juga meniup telinga Amaya, membuat tubuh Amaya seketika membeku. Kilasan memori empat tahun yang lalu, kembali terputar. Dulu, posisi awalnya persis seperti sekarang ini.. Akankah terulang kembali? Jujur saja, Amaya takut sekali. Amaya sedikit menyesal karena berani mengerjai Respati. “Pak jangan begini..ennghh..m–minggir..” lirih Amaya dengan air mata yang tak sadar sudah menetes. Namun tak mampu menghentikan Respati. Air mata Amaya tidak menarik simpatinya sama sekali. “Tidak! Sebelum saya memberimu pelajaran berharga.” Respati langsung mencium bibir Amaya dengan paksa. Membuat Amaya menoleh ke kanan dan kiri, menghindari sapuan bibir Respati. Sungguh..ini mimpi burukk yang menjadi kenyataan. Amaya ingin lari saat ini juga! “J–jangan, Pak!! Jangann! M–minggir! Eeungghh..mmhh..mmbb.” Pada akhirnya Amaya tetap kalah, karena bibir Respati berhasil menguasai bibirnya secara paksa. Lidah pria berengsek itu bahkan menari-nari di dalamnya. Membuat bagian bawah Amaya merasakan nyeri, tapi bukan nyeri karena sakit. Nikmat. Namun Amaya menolak mengakui kenikmatan ini. Apalagi setelah Respati menyudahi aksinya dan berkata, “Rasa bibirmu tetap sama, Amaya. Padahal sudah empat tahun berlalu.” “Berengsek! Mmmhh…” Luapan emosi Amaya langsung terhenti saat bibir Respati meneruskan aksi sebelumnya. Puas mencium bibir Amaya, aksi Respati tak berhenti disitu saja. Kali ini tangannya bergerak meraba leher putih nan mulus wanita tak berdaya di bawahnya itu. “Umpatánmu itu pujian untuk saya, ya? Tenang, Amaya. Lehermu ini juga akan mendapat giliran, kok. Sabar ya, Sayang.. Akan saya beri lebih dari satu.” Selanjutnya, Respati mendaratkan ciuman di leher Amaya. Ia benar-benar merealisasikan perkataannya, dengan mencium leher Amaya di beberapa titik. Ada mungkin sekitar tiga sampai empat titik yang berbeda. Sampai Amaya lelah memberontak karena kalah tenaga dan semakin membuatnya tak berdaya melawan. Titik-titik yang Respati tuju merupakan titik yang jelas akan terlihat oleh orang-orang. Ya, Respati sengaja melakukannya. Ia bahagia sekali, akhirnya dapat mewujudkan mimpinya menjadi kenyataan—kembali menikmati Amaya. “Berengsek!! Minggir! Kamu bajīngan! Saya benci kamu, Respati! Benciiii!” seru Amaya diiringi tangis kencang menyesakkan d**a. Sebenarnya Respati tak senang mendengar tangisan Amaya, tapi apa boleh buat. Ia sangat merindukan, mencicipi wanita cantik ini.. “Teruskan, Amaya. Teruskan..” tantang Respati dengan tidak berdosanya. Tangannya kian meraba area lain. Kali ini kancing kemeja Amaya lah sasarannya. Dibukanya kancing atas kemeja Amaya dengan paksa, sampai ada satu kancing yang rusak. Kemudian, dinaikkannya kain berwarna biru tua yang membungkus sesuatu yang menarik di dalamnya. Lalu, tibalah di kegiatan inti. Meremas dan sesekali mengecupnya. “Ah..saya merindukan bagian ini. Sudah berapa lama tidak disentuh? Sekali saya sentuh langsung tegang,” ucap Respati berengsek dengan terkekeh kecil. Senang sekali perbuatannya berhasil membuat sesuatu di diri Amaya tegang. “Kùrang ajar! Menyingkir!!” Entah karena Respati menyudahinya atau tenaga Amaya terlampaui kuat? Akhirnya Amaya berhasil mendorong Respati menyingkir dari atas tubuhnya. Mengusap air matanya dengan kasar, Amaya dengan mata yang masih memerah memancarkan dendam kesumat mengancingkan kemejanya kembali. Walau ada satu kancing yang rusak akibat ulah bejatt Respati. Semua itu tentu tidak lepas dari pengamatan Respati yang sudah cukup merasa puas, untuk saat ini. Tanpa Amaya minta, Respati bahkan langsung melempar kunci kamar hotelnya pada Amaya. “Opps! Maaf..saya kelepasan, Amaya. Tapi, saya akui. Kamu nikmat. Senikmat nasi goreng yang katamu spesial itu.” Tak memperdulikan ocehan Respati, Amaya segera pergi dari kamar hotel terkutukk itu diiringi ucapan, “Good night, Honey! See you tomorrow~” ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN