Berani Mengerjai

1223 Kata
“Pak..” Amaya menggeleng-gelengkan kepalanya. Raut wajah Amaya sudah berubah pucat, tidak seberani sebelumnya. Amaya takut membayangkan apa yang akan terjadi padanya nanti. Terlebih, saat Respati tidak menunjukkan senyum sedikit pun. Ia serius ingin ke hotel. Lantas, apa yang harus Amaya lakukan untuk menghindar kali ini? Seperti kembali ke masa empat tahun yang lalu, Amaya terjebak. Tidak bisa menghindar atau melarikan diri. Mendapati wanita di hadapannya tampak ketakutan. Respati segera menjelaskan keinginannya lebih lanjut. Memutus segala pikiran berat yang sepertinya tengah menghantam lawan bicaranya itu. “Tapi sebelum itu, temani saya makan dulu. Saya lapar. Sejak landing sore tadi, saya langsung meluncur ke rumah makan adik saya, berharap disambut baik, tapi malah..yaa kamu tau sendirilah.” “Saya tidak tau dan tidak berminat mencari tau,” tegas Amaya yang hanya memikirkan keselamatannya sendiri. “Terserah kamu lah. Dimana hotel terdekat dari sini?” Respati berjalan lebih dulu di depan dengan menyeret koper besarnya. Jam tangan mewahnya menunjukkan pukul sembilan malam. Sambil terus berjalan, ia menanti jawaban Amaya. “Hotel Sinar Mentari.” Akhirnya, Amaya menjawabnya. Respati pikir, wanita itu kabur. Ternyata malah mengekorinya di belakang. Membuat Respati menyunggingkan senyum manis. Senang dapat menundukkan Amaya. “Let’s go! Sekalian mencari makan di sekitar hotel,” ajak Respati dengan riang gembira. Berbanding terbalik dengan Amaya yang wajahnya masih pucat. Pikiran Amaya blank, yang jelas ia harus mengikuti permainan Respati bila tidak ingin kehilangan pekerjaan plus tempat tinggal. ‘Sabar, Amaya..’ Setibanya di sekitar hotel yang Amaya sebutkan. Amaya mengedarkan pandangan ke sekitar. Yang ada hanya sebuah warung tenda pinggir jalan yang cukup ramai. Menu yang dijual nasi goreng. Baunya amat menggugah selera Amaya dan membuatnya menelan saliva. Seketika perutnya meronta-ronta, meminta diisi. Masalahnya hanya satu, selera Respati. “Adanya nasi goreng pinggir jalan. Bapak doyan?” tanya Amaya sambil menunjuk warung tenda di seberang sana. Ajaibnya, Respati mengangguk. “Doyan.” Meski tetap saja, diiringi omelan pedasnya. “Kamu pikir, saya pemakan beling apa? Pakai nanya.” Amaya menjelaskan pandangannya karena tak terima diomeli Respati padahal dirinya sudah bersedia menurut. Bahkan rela berjalan kaki mengantarkan Respati sampai hotel. “Ya maksud saya, orang kayak Bapak memangnya mau makan di warung tenda pinggir jalan?” “Kalau ramai dan enak, kenapa enggak?” Benar juga, ya? Kali ini, Amaya setuju dengan pendapat Respati. “Kamu yang pesan, ya. Ini uangnya,” titah Respati langsung memberi Amaya selembar uang berwarna merah. Amaya menerimanya. Lantas dengan ragu bertanya, “Makan di sana ‘kan, Pak?” “Bungkus saja, makan di kamar!” “Tapi—” Bantahan Amaya terhenti saat Respati berlagak hendak menghubungi seseorang melalui ponselnya. “Oh ya, saya punya nomor Raiden. Apa perlu saya hubungi Raiden saat ini juga dan mengatakan yang sebenarnya mengenai hubungan kita? Empat tahun yang lalu kita..” “Stop, Pak Respati! Bapak keterlaluan! Saya bukan babù Bapak!” henti Amaya yang sudah sangat muak sekali dengan Respati. Di sisi lain, Respati semakin bahagia berseri-seri. Lagi-lagi, ia berhasil menggertak Amaya. Amaya tampak ketakutan. Bibirnya bergetar seperti orang yang akan menangis. Tapi, air matanya tak kunjung jatuh. Sebenarnya, Respati tidak mempunyai nomor adiknya yang terbaru. Yang barusan, hanya sandiwara Respati. Ternyata hasilnya justru di luar perkiraan. Amaya masuk ke dalam perangkapnya. “Siapa yang menjadikan gadis ah ralat wanita secantik kamu itu babù, hm? Saya hanya meminta tolong padamu, Sayang. Ayo..segera pesankan saya nasi goreng tidak pakai kecap dan tidak pedas. Untukmu juga, pesanlah nasi goreng. Supaya kita bisa makan bersama. Setelah kenyang, kita bisa melanjutkan—” “Tidak bisa! Saya pulang bila tugas saya telah selesai! Jangan macam-macam ya, Pak. Saya bisa melaporkan Bapak atas tindak pelecèhan.” Akhirnya Amaya berani mengambil sikap. Kali ini Amaya melayangkan sebuah ancaman pada pria berengsek itu. Namun sayang sekali, Respati selalu mempunyai cara untuk melumpuhkan keberanian Amaya. Pria berengsek itu balik mengancam Amaya, “Kamu yakin? Sebelum melaporkan saya, kamu yang akan lebih dulu saya laporkan. Atas tindak pencemarán nama baik. Bukankah empat tahun yang lalu kamu memang berjualan, hm? Kamu bekerja di tempat karaoke plus-plus, Amaya. Kalau kamu lupa, saya ingatkan barusan. Kurang baik apa coba saya ini ke kamu?” “Pak Respati..” geram Amaya dengan kedua tangan terkepal di bawah sana. Andai Amaya bisa, Amaya akan meninju pria ini. Seperti petang tadi dia meninju adiknya sendiri. Sayangnya, Amaya tidak bisa melakukannya. Amaya tidak ingin menjerumuskan dirinya sendiri dalam masalah baru. Sudah bagus hidupnya tentram di kota ini karena mendapat pekerjaan dan tempat tinggal yang layak. Tapi ketentraman Amaya harus berakhir karena pertemuannya kembali dengan sosok Respati Ararya. “Jangan mengedepankan emosi. Apalagi seenaknya mengancam, Amaya. Kamu tidak tau siapa orang yang sedang kamu hadapi. Jadi solusinya hanya satu, bersikap manis dan menurut saja.” Begitulah nasehat yang keluar dari bibir busukk Respati. Amaya sudah eneg sekali. Ingin menguncir bibir merah Respati itu. ‘Sial! Apa pria ini tidak merokok? Bibirnya merah sekali. Jangan-jangan dia menggunakan liptint! Eh. Kok aku jadi ngomentari bibirnya, sih!? Sadar, Amaya..’ Keduanya berpisah saat adu mulut itu selesai. Ah, atau mungkin hanya terjeda. Respati memilih untuk mengurus check in di hotel rekomendasi Amaya. Tidak buruk. Hotelnya cukup mewah. Mengapa Respati tidak menginap di villanya sendiri? Karena letaknya cukup jauh dari sini. Respati malas pergi ke sana. Bukan karena Respati takut dengan hantu dan anak-anaknya. Sementara Amaya memesan nasi goreng yang berbanding terbalik dengan request-an Respati. “Pak, beli nasi goreng dua bungkus. Yang satu kecapnya yang banyak dan super pedasss pakai cabai sebakul juga enggak apa-apa! Yang satunya nasi goreng spesial pakai telur ceplok dan pedas nikmat ya, Pak.” Meski merasa aneh dengan pesanan yang disebutkan Amaya barusan. Si bapak penjual nasi goreng tetap manggut-manggut, megiyakan. “Baik, Neng. Ditunggu, ya..” ‘Rasain! Emang enak,’ batin Amaya yang merasa sudah berada di atas awan. Ya, Amaya berani mengerjai pria berengsek menyebalkan bernama Respati itu! Mana mau Amaya kalah sepenuhnya? Minimal, Amaya harus bisa menyiksa Respati tipis-tipis.. +62899******** Saya di kamar 49. Segera ke sini. Awas kalau kamu kabur. Saya acak-acak messmu! Pesan menjengkelkan itu sudah jelas berasal dari mana. Karena tadi sebelum berpisah, Respati sempat meminta nomor Amaya. Mau bagaimana lagi? Amaya terpaksa memberikan nomor terbarunya pada Respati. Amaya Tenang saja, saya tidak akan kabur kok. Tunggu, Pak. Sabar. Yang Mulia Respati Gemblung Lama! Amaya tersenyum puas dengan kelakuannya sendiri yang menamai kontak Respati dengan begitu bagusnya! Setelah pesanannya jadi, Amaya segera menuju kamar yang Respati beritahukan nomornya. Tak lama kemudian, Respati membukakan pintu dengan pemandangan yang wahhh..sangat-sangat berbahaya. Sukses membuat bulu kuduk Amaya berdiri dan pipinya memanas. Dimana pria itu bertelanjang d**a dan hanya menutupi bagian bawahnya dengan lilitan handuk putih. Pertanyaannya, memangnya tidak ada handuk baju di hotel ini!? Tidak mungkin hotel semewah ini minim fasilitas! ‘Sial! Pak Respati sengaja!’ Untungnya, setelah mempersilahkan Amaya masuk. Respati langsung kembali masuk ke dalam kamar mandi dan keluar dengan pakaian santai yang lengkap. Bagian atas terbalut kaos polos berwarna putih dan bagian bawahnya merupakan celana pendek berwarna cream. Aman. Setidaknya lebih enak dipandang daripada yang sebelumnya tadi. “Silahkan dimakan, Pak..” kata Amaya, dengan kebaikan hatinya menyajikan nasi goreng Respati di atas meja dan mengulurkan sendok plastik bersih agar Respati tinggal makan nasi goreng spesial ini. Respati yang baru duduk di sofa, langsung melayangkan tatapan curiga pada Amaya. Pria itu nyeletuk, “Senyummu lebar sekali, Amaya. Tumben.” ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN