Karena Prilly menarik tangan miliknya, mas Rino otomatis mendekat. Dan dengan sigap Prilly mencium bibir tipis pria berambut gondrong itu dengan lembut dan mata terpejam. Prilly memeluk pria itu dengan erat hingga membuat mas Rino tak kuasa melawan.
“Prilly…apa yang kamu lakukan?” Tanya mas Rino ketika Prilly melepaskan ciumannya.
“Maaf, Mas. Prilly gak kuat, Mas. Prilly gak bisa menahan hasrat Prilly. Maaf sudah menodai kamu, Mas…” bisik Prilly membuat mas Rino menarik nafasnya perlahan.
“Kita lagi kerja, Ly. Kamu harus fokus. Model adalah keahlian kamu, masa kamu bakalan begini ama setiap fotografer?” Nasehat mas Rino membuat Prilly menggelengkan kepalanya.
“Enggak, Mas. Prilly baru kali ini seperti ini. Merasa tertarik dengan partner kerja. Sumpah, Mas…” sahut Prilly dengan suara serak.
“Trus, ini buktinya?” Tanya mas Rino tenang.
“Maaf Mas, Prilly gak kuat, Mas. Tolong Prilly…please…” rengek sang model yang memiliki tubuh menggiurkan setiap orang yang melihat.
“Prilly, kendalikan dirimu. Ubah fokus kamu. Kalau terasa lelah ayo kita istirahat. Bila perlu kita ganti lokasi, karena di tempat tertutup pikiran kamu jadi melayang gak karuan…” tegas sang fotografer dengan tenang.
“Mas—-, please bantu Prilly sekali ini saja…” rengek sang model lagi dengan sorot mata sayu, membuat mas Rino menarik nafasnya dalam. Terlebih ketika jemari lentik milik sang model berselancar menjelajah luas hingga ke senjata rahasi milik sang fotografer.
“Prilly, jangan kelewat batas. Aku dan tuan Demian itu saling kenal dengan baik. Dan aku tidak ingin merusak hubungan kami. Jadi aku mohon untuk tetap profesional, oke?” Pinta mas Rino setelah dia memejamkan kedua bola matanya menahan segala hasrat yang mulai merasuki. Sebagai pria normal wajar bila keadaan ini membuatnya hampir kehilangan kendali.
“Mas, kita disini hanya berdua. Tidak ada sangkut pautnya dengan Demian. Please, Mas. Sentuh Prilly, Mas…” rengek wanita itu dengan sorot mata semakin sayu.
“Prilly, memang kita hanya berdua. Justru karena kita hanya berdua-lah, makanya aku ingin membuktikan profesionalitas antara kita, dan menjamin tidak akan ada tindak pelecehan terhadap model di jam kerja.” Tegas mas Rino membuat Prilly nyaris putus asa.
“Mas, Prilly kesepian, Mas. Prilly butuh kehangatan yang tak pernah Prilly dapatkan dari seorang Demian. Prilly butuh, Mas. Prilly butuh sesuatu yang gak bisa diberikan oleh Demian ke Prilly, Mas. Please…” seiring dengan kalimatnya jemari lentik miliknya berselancar menyusuri d**a bidang milik mas Rino yang di tumbuhi bulu-bulu halus.
“Prilly, tuan Demian melakukan itu pasti memiliki alasan kuat. Dia pasti ingin menjaga kamu. Seorang pria tidak ada yang tidak ingin menikmati kehangatan seorang wanita terlebih seperti kamu. Tapi seorang pria juga memiliki alasan untuk lebih memilih tidak, Prilly…” terang mas Rino dengan suara yang mulai serak dan jantug yang kian cepat berdetak.
“Mas Rino…aku bersumpah, gak akan pernah ada kalimat apapun yang keluar dari mulutku tentang yang kita lakukan saat ini. Ini akan menjadi rahasiaku sampai mati. Aku mohon sentuh aku, Mas…” rengeknya lagi dengan wajah memelas.
“Prilly…aku tidak mau menodai citraku sebagai fotografer yang sudah lama aku jaga dengan baik. Aku tidak mau terbelenggu nafsu. Dan aku harus selalu profesional dalam bekerja. Terlebih bersama kamu yang notabene milik tuan Demian yang sudah terlalu baik padaku. Dan kehadiran kamu menjadi salah satu kandidat model untuk product ini ya karena tuan Demian yang menemuiku langsung. Jika bukan karena beliau aku juga tidak mungkin memakaimu, terlebih kredibilitasmu di dunia model masih sangat jauh dari standart seorang mas Rino.” Terang mas Rino sembari berusaha melepaskan pelukan Prilly. Pria berkumis tipis dengan mata tajam menggiurkan itu meraih outer yang tergeletak di lantai lalu dia pasangkan di tubuh Prilly.
“Pakai dan kita istirahat sebentar. Tenangkan dirimu, aku hanya ingin bersikap profesional dan bijaksana dalam menyalurkan hasratku. Dan aku tidak mau menodai citraku selama bekerja dengan gairah dan nafsu sesaat…” tegasnya membuat bibir Prilly terkatup rapat dan meneteskan air mata hingga membuat mas Rino yang hendak melangkah kembali menoleh karena sudut matanya melihat air mata milik sang model mengalir membasahi pipi.
“Heii…kenapa kamu menangis, Prilly?” Serak suara mas Rino membuat wanita itu mengangkat wajahnya dan berbisik dalam hati.
‘Tidak bisa dibiarkan. Aku harus bisa menahlukan pria ini. Setidaknya dengan begitu aku bisa terus mendapat job tanpa harus Demian turun tangan, aku tak mau merendahkan harga diriku di hadapan Demian. Aku harus menahlukan pria ini. Dia memegang puluhan brand terkenal dunia. Belum lagi produk dalam negeri. Apapun caranya, terserah di depan dia aku terlihat murahan. Yang terpenting tujuanku tercapai.
“Mas…aku gak pernah se-ingin ini pada pria lain. Tapi kali ini sungguh tak terbendung, Mas…” Prilly menarik tangan pria itu dan mendaratkannya di gunung kembar miliknya. “Please, Mas. Sekali aja…”
“Prilly, aku adalah pria yang memegang prinsip teguh tentang dunia kerja. Dan aku tak mau menodai citraku dengan kejadian kita hari ini…”
“Mas, Please…kali ini saja, bantu Prilly, Mas…” rengek gadis itu lagi memotong pembicaraan sang fotografer.
“Untuk jam kerja, Big No, Prilly. Sorry bukan tidak mau menyentuhmu tapi aku memegang teguh sumpahku…” tegas mas Rino sembari menelan ludah dengan keringat yang mulai membasahi. Sementara jantungnya berdegub semakin kencang karena menahan hasrat yang sangat membuncah menguasai otaknya. Dia memperbaiki celana jeans belel yang mulai mengetat karena pemberontakan benda keramat miliknya, dan itu tak luput dari pantauan Prilly.
“Mas, kamu juga ingin, bukan menyentuh aku. Jangan muna kamu, Mas. Jujur saja, hanya kita berdua di sini…” tatapan mata sayu milik sang model mengarah kepada pria berambut gondrong yang semakin terlihat macho ketika rambutnya dikuncir itu.
Merasa tak puas dengan reaksi sang fotografer yang terkesan lamban tak seperti ketika sedang bekerja, membuat Prilly degan sigap menarik resleting celana jeans belel yang mengetat hingga membuat sang fotografer mendesis sejenak.
“Ahhhh! Shitt! Stop Prilly!” Serunya lalu dengan sigap kembali mengancingkan.
“Mas, kamu juga sangat ingin. Kenapa harus di tahan sih?” Tandas Prilly dengan tatapan sinis, karena merasa dia telah berhasil menuju gerbang kemenangan.
“Di saat kita bekerja aku tidak bsa, Prilly. Kalau setelah ini, aku akan lihat nanti bagaimana tergantung takdir kita. Yang jelas kita profesional bekerja terlebih dahulu.” Tegas mas Rino dan dia memutar tubuhnya meraih sebatang rokok lalu mendekat kearah jendela kaca dan membukanya untuk membuang asap rokok yang tengah dia hisap.
Seiring kalimat pria itu, Prilly bersorak dalam hati.
‘Yess!! Akhirnya dia memberikan lampu hijau. Yasudah, kalau memang harus di lokasi yang berbeda dan tidak di jam kerja, okay. Tidak masalah, yang terpenting jalan tol telah terbuka untukku. Untuk selanjutnya akan mudah bagiku melakukan sesuatu. Kalau begitu aku harus segera eksekusi niat dan kesempatan ini. Dengan begitu mas Rino juga tidak berubah fikiran. Semangat Prilly…Demi Demian semakin bangga padamu dan keluarganya tidak akan semena-mena nantinya seperti artis—artis yang masuk ke keluarga konglomerat. Dan aku ingin seperti Nia Ramadhani.