New Job

1111 Kata
“Udah ready?” Sapa mas Rino dingin tanpa melirik sediktpun kearah Prilly. “Mas, bisa gak kalau proses pemotretan ini jadiin private. Soalnya Prilly rada gak pede gitu…” Prilly akhirnya memberanikan diri membuka pembicaraan dengan mas Rino. Terlihat mas RIno menghentikan aktivitasnya mengganti lensa kamera miliknya dengan dahu tertatut. “Hmm…oke.” Jawaban dingin pria berambut sebahu yang kini sudah di kuncir itu membuat Prilly sumringah. Terlebih ketika mas Rino menepuk tangannya dua kali. “Private ya? kalian istirahat stanby on call…” mas Rino menoleh kearah asisten pribadinya. “Siap, Mas. Kami stanby on call…” seiring dengan kalimat mereka, mereka meninggalkan kamar yang telah di design sedemikian rupa untuk kebutuhan pemotretan katalog pakaian dalam brand ternama dunia. Dan seperti biasa mas Rino adalah fotografer yang di dapuk sebagai perwakilan brand untuk menyeleksi model-model yang akan menjadi wajah baru brand pakaian dalam tersebut. Mas Rino tampak mulai melangkah menghadap kearah Prilly yang sudah bersiap di ranjang. “Oke, Ready…action!” “Mas-mas…pintunya belum di kunci…” rengek Prilly lagi membuat mas Rino menatap tajam dan mendengkus kesal. “Pintu ngapain di konci. Kaga bakalan ada yang masuk juga. Relax aja….” Balasnya sedikit ketus. “Ta-tapi, Mas…” “Kamu siap pemotretan atau ga nih? Udah abis banyak waktu loh. Kalau emang gak siap, yaudah biar di next ke kandidat yang lain, jadi waktu terpakai dengan efesien.” Tandas mas Rino membuat Prilly mengkeret dibuatnya. Prilly terkejut dengan kalimat judes dan terkesan kejam dari pria di hadapannya untuk seorang Prilly yang bahkan jarang di kasarin oleh pria manapun. Banyak pria yang tergoda dengan kecantikan alami miliknya di tambah body goal yang memang dia miliki tanpa bantuan operasi atau apapun itu. Semua murn pemberian Tuhan untuknya. “Si-siap dong, Mas. Prilly minum dulu….” Wanita cantik yang saat ini hanya mengenakan penutup atas dan bawah miliknya itu segera meraih gelas di sampingnya dan meneguknya. Lalu meletakkan gelas tersebut pada nakas samping tempat tidur. “Yuk, Mas. Mulai…” ucapnya membuka kalimat setelah dia berusaha meredam detak jantung yang kian meronta. “Gelas kamu itu. Singkirin. Aksesories yang ada di area ini jangan di ubah, semua sudah terkonsep sesuai keinginan brand. Pindahin tuh…” perintahnya tegas hingga membuat Prilly bangkit dan melangkah menuju meja rias dengan melangkah melenggak-lenggok lesu. Kedua ekor mata mas Rino tak henti menatap Prilly yang sedang melangkah, dan dia langsung meraih campera. “Oke, Ly. Tahan dulu pose. Kamu bagus dengan gestur begini…” pinta mas Reno membuat jantung Prilly semakin berdegub kencang karena kegirangan. Wajahnya terlihat sumringah dengan senyum merekah. “Baik, Mas…” “Coba jalan lagi, gaya natural kaya tadi…” perintah mas Rino dan beberapa kali lampu blizt menyala manakala Prilly mengikuti perintah sang fotografer. “Nahh..gitu, yaahhh…muter dikit buat gerakan seolah kamu meraba bagian belakang….” Cekrek! Cekrek! Seiring perintah mas Rino terlihat Prilly semakin bersemangat dan mas Rino semakin gencar memotret, entah sudah berapa puluh kali lampu blizt itu menyala. “Ahh! Shitt…good…good pertahanin gaya gitu. Trus kamu majukan kaki satu sambil gigit jari coba…” pinta mas Rino semakin tampak puas dengan atraksi sang model. Wajah mas Rino jelas berbeda dari awal masuk ke kamar ini tadi, saat ini pria itu leih bersahabat dan hangat. Ohhh…ternyata se-sederhana ini. Aku cuma berbuat natural seperti bagaimana menggoda seorang pria selama ini. Oke…itu keahlianku. Tapi kalau menggoda mas Rino mode badmood tadi. Aku angkat tangan…aku auto bego. “Gini, Mas?” Bola mata elang milik mas Rino menatap tak berkedip kearah Prilly. “Perfect!” Lalu dia meraih kamera dan mulai memicingkan sebelah matanya. “One-two-three…trus bawa jalan…noleh ke kanan dikit…” Prilly terus mengikuti perintah mas Rino dengan hati-hati karena dia trauma bermasalah dengan mas Rino seperti di campakkan bak barang tak berharga rasanya sakit.”Oke…lanjut. Ambil apel di meja gigit buahnya dengan penuh sensasi seolah itu buah ternikmat yang pernah ada. Keluarkan ekspresi kamu…” pinta mas Rino dengan suara penuh semangat dan ini benar-benar membakar gairah Prilly ketika mendengar perintah sang fotografer terpopuler itu. “Oke, tahan…one-two-three.” Terdengar suara Cekrek! Cekrek! Dan kilatan lampu flash kamera sang fotografer. “Oke, next shoot…” pinta mas Rino dengan semangat. “Pose sama, Mas?” “Jangan. Kamu coba merapat ke dinding, Ly…” Pinta mas Rino lagi membuat Prilly semakin sumringah dengan penuh percaya diri dia merapat ke dinding. Sangat jauh berbeda dengan dirinya beberapa jam lalu. “Gini, Mas?” Tanya Prilly sedikit ragu. Mas Rino menatap kearahnya sejenak, lalu dia berfikir dan melangkah mendekat kearah sang model. “Ehmm…kayaknya kurang menantang kalau gitu, coba yang lain lebih relax…” pinta mas Rino merasa feel-nya belum dapat dengan pose yang di lakukan oleh Prilly. Maklum saja, Mas Rino ini orangnya memang perfectionis. Wajar bila hasil karyanya memang sempurna dan selalu memuaskan pihak brand. Sehingga dirinya telah mendapatkan kontrak eksklusive dari beberapa brand ternama untuk menangani urusan model mereka. Jantung Prilly berdegub kencang, bahkan dunianya seakan berhenti berputar ketika melihat mas Rino melangkah kearahnya. Sungguh bak seorang pangeran yang sedang berjalan, sangat mempesona. Bahkan Prilly juga lupa jika dirinya telah memiliki kekasih yang harus jadi prioritasnya. Jiwa petualangannya justru melayang entah kemana. Dia tampak terpaku menatap kedatangan mas Rino ke arahnya. “Kayaknya kamu perlu ngadep gini dikit, lalu sandarin nih bahunya, tapi pinggul kamu majukan gini dikit…” pinta mas Rino sembari memegangi Prilly dan menuntut Prilly ke pose yang di inginkan olehnya, membuat Prilly menahan nafasnya. “Kamu kenapa? Kok jadi tegang gini?” Mas Rino menatap Prilly dengan dahi bertaut. “Ehm!” Prilly berdehem karena suaranya seperti tersekat di tenggorokannya, nafasnya turun naik tak beraturan hanya karena bersentuan dengan kulit tangan pria itu yang memperbaiki posenya. “Kamu haus, ya? Upsh sorry…aku terlalu semangat karena kamu tadi bagus banget dan bisa pas gitu angel-nya, kesan natural dan berkelasnya dapet banget…sekarang minum dulu aja…” pinta mas Rino yang membuat pipi putih milik Prilly memerah bak tomat rebus. “Terimakasih, Mas…” Prilly nyengir kuda sembari merutuk dalam hati. Gila banget pesona ni orang. Bisa-bisanya Demian kalah. Aku dulu deketin Demian gak sampai se-nerveous ini, karena waktu itu juga aku yakin Demian gak bakal ngelirik aku. Tapi kenapa sekarang aku merasa seluruh adrenalinku terpacu dan semua persendianku seolah berbisik, ayo tahlukan mas Rino. Astagaa… “Kalau emang kamu lelah, kita istirahat sebentar, gimana?” Tanya mas Rino sembari menatap Prilly heran karena gadis itu masih terdiam dan bersandar pada dinding dimana dirinya memperbaiki pose. “Heii…kamu ngelamunin apasih?” Mas Rino mencolek hidung Prilly dengan gemas melihat ekspresi calon model pakaian dalam brand ternama yang sedang dia seleksi. Dan di luar dugaan Prilly dengan sigap meraih tangan mas Rino, hingga sang fotografer ternama itu terkejut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN