Training

1147 Kata
“Gimana Ren?” Ucap Prilly lagi membuyarkan lamunan Reno. “Kamu lihat coba di youtube atau internet, contoh pemotretan untuk model pakaian dalam. Kalau gini bisa-bisa aku khilaf loh…kamu yang nyesel tar…” goda Reno dengan tertawa nakal. “Emang kamu bisa khilaf cuma liat aku pose gini?” Pancing Prilly yang memang menghalalkan segala cara untuk mencapai puncak kesuksesan demi mendapatkan perhatian dari cucu pewaris yang tengah dekat dengannya. “Gini-gini aku itu cowok normal, Ly. Jangankan ngeliat kamu setengah bugil gini. Ngeliat pakai pakaian ketat aja reaksi amukannya berasa si junior…” Reno melirik kearah juniornya dengan senyum menggoda. “Emang semua lelaki bakalan begitu?” Prilly mencoba memancing dan memastikan apakah soerang fotografer yang notabene sudah terbiasa dengan hal vulgar masih bisa terpancing nafsunya. “‘Ya, masihlah. Namanya mahluk berjenis kelamin laki-laki itu mah sama aja. Mau muda atau kakek-kakek. Kalau di hadapkan ama cewek modelan kamu gini, ya bakal klepek-klepek bangetlah…” Kedua bola mata Prilly berbinar mendengar untaian kalimat yang di lontarkan oleh sang fotografer asisten mas Rino. “Serius kamu Ren? Mas Rino juga bisa nafsu ama modelnya?” “Emang kamu tahu tentang mas Rino gimana, Ly?” Reno menjadi tertarik dengan pertanyaan yang baru saja Prilly lontarkan. “Yang aku dengar itu dia galak, disiplin, perfectionis, emosional, kadang-kadang baik, trus ga sabaran. Dan belum hitungan jam. Aku hampir kenal dia…bener gak?” Prilly penasaran dengan sosok mas Rino yang berusaha ingin dai tahlukan. Reno tampak menutup bibirnya dengan telapak tangan menahan tawa. “Bener gitu yang kamu denger, dan kamu hampir mengamini semua hasil info yang kamu dapetin?” Prilly menganggukkan kepala. “Begitulah? Kenapa kamu malah nahan tawa, Ren? Ada yang lebih parah-kah?” Prilly penasaran, hingga dia menatap lurus kearah Reno dengan kedua bola mata tak berkedip. “Kalau interaksi ama model-model, menurut senior yang kamu kenal gimana?” Reno penasaran dengan citra sang senior. “Hmm…dingin katanya-sih. Cuma aku kan juga baru ini interaksi ama mas Rino. Jadi aku juga bener-bener masih meraba. Dia itu auranya beda banget emang. Bediri aja bikin aku ketakutan setengah mampus…” curcol Prilly dan Reno tertawa mendengar kalimat Prilly. “Untungnya kamu cuma setengah mampus, dan sekarang masih hidup. Kalau sampai mampus, rugi besar dong kamu…” Reno mengejek Prilly. “Jahat kamu, Ren. Ama temen sendiri juga…” “Ehh, justru karena ama temen sendiri makanya aku prioritasin kamu duluan untuk pengambilan gambar. Aku ngarepnya sih, dengan kesan pertama mas Rino jadi milih kamu. Ehhh…malah kamu bikin mas Rino ilfil, gawar…” keluh Reno dengan tarikan nafas kasar. “Huhuhu terharu akutuh…mau dibeliin apa kamu?” Tanya Prilly dengan mimik wajah serius. “Gajian aja dulu dari project ini, alias berhasil foto kamu yang terpampang di katalog, baru traktiir. Kalau cuma duit Demian ngapain…” jawab Reno membuat Prilly melempar bantal ke arah Reno dan hampir mengenai pria muda itu. Beruntungnya dai sigap menepis dan menangkap bantal hingga tak mengenai dirinya. “Udah, jangan santai-santai. Mas Rino itu ngabisin sebatang rokok gak bakalan lama loh. Jadi, kamu jangan terlalu santai. Pelajari dulu dengan baik, jangan sampai bikin mood dia ambyar. Bisa nyesel tujuh turunan kamu…” Mendengar petuah sahabatnya Prilly menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan, lalu dia meraih ponselnya dan mencari contoh untuk dia gunakan. Tak lama dia menganggukkan kepalanya seolah memahami apa yang akan dia lakukan. “Berat emang bekerja ama yang perfectionis dan super profesional. Gak bisa main kedip mata dikit trus aman. Kelas mas Rino emang beda banget. Mungkin ini gak cukup dengan kedipan, kudu desahan dan keringat deh…” gumam Prily dengan senyum penuh arti, seolah otaknya sudah mengetahui langkah apa yang akan dia ambil untuk menjerat sang fotografer ternama Indonesia itu. “Udah dapet materinya kamu? Yang model begini loh, Ly…” Reno mendekat dan menyodorkan ponselnya. “Iya, aku juga ngelihat itu tadi. Yaudah coba lihat deh, mas RIno udah kelar belum ngerokoknya? Biar bisa kita mulai sebelum dia berubah fikiran…” ucap Prilly dengan penuh keyakinan. “Wah! Mantep emang teman aku satu ini. Dia udah langsung dapet amunisi padahal cuma ngelihat sekilas doang..” puji Reno sembari memberikan tepukan tangan menatap kearah Prilly. “Intinya menggoda sampai buat dia mendesah dan berkeringat…” gumam Prilly lalu menutup bibirnya seketika. Sayangnya indra pendengaran Reno cukup tajam, sehingga kalimat yang baru saja di lontarkan oleh prilly segera terdengar jelas olehnya. “Kalau berhasil berarti aku sebut kamu suhu. Selama ini aku cuma denger Prilly suhu tapi gak tahu bukti nyatanya gmana. Nah kalau mas RIno berhasil kamu buat apa tadi? Mendesah dan berkerigat? Berarti emang kamu suhu…” “Ya, kalau ujung-ujungnya urusan ranjang, jangan di tanya. Apalah aku yang j****y ini dan gak pernah di sentuh pacar aku yang kolot dan sok suci itu…” keluh Prilly mengingat Demian memang selalu menolak ketika dirinya mengajak untuk bermesraan. Bersama Demian Prilly paling banter cuma bisa menikmati bibir pria itu. Dan itupun kategori jarang, yang paling sering di lakukan pria itu padanya adalah mengecup dahinya dan memeluk erat dirinya atau menciumi pipinya. Baginya hal itu adalah hal yang jadul untuk era pacaran di zaman sekarang, terlebih dirinya hidup di dunia hiburan tanah air yang menghalalkan segala cara demi mendongkrak popularitas. “Kamu serius Demian gak pernah sentuh kamu?” Tanya Reno yang memang berteman juga dengan Demian. “Dih! Ngapain aku bohong, kalau misalya Demian penuhi hasratku, ngapain aku sama Lucas segala. Kamu pikir apaan?” “Seharusnya kamu bersyukur kalau Demian itu menjaga kamu…” bela Reno. “Hello…emang kita hidup di zaman purba? Kita hidup di era modern, dimana gak ada laki-laki lagi yang bahas soal virgin. Lagian zaman sekarang anak SMP aja udah ML kok. Gak percaya surbey aja…” tantang Prilly mulai kesal manakala mengingat tentang kekasihnya. Hanya karena Demian adalah seorang pewaris makanya Prilly bertahan dengan pria itu. “Iya jugasih. Tapi ya gimana, kamu dapetnya cowok model polos dan tulus gitu…” “Polos sama bego beda tipis, Bray. Saking polosnya dia gak ngerti nih keiginan pacar dia. Alhasil pacar dia cari kehangatan di luar. Kan aneh dia itu…” Reno tertawa melihat ekspresi kesal yang tersirat jelas di wajah Prilly “Lah! Gitu-gitu pacar kamu, dan kamu kerja keras gini juga buat buktiin ke Demian dan keluarganya kalau kamu pantes buat Demian bukan? Jadi jangan menggerutu, justru kamu kudu pikir gimana biar Deman gak shock lihat kamu yang udah jebol gawang…” “Udah, ahh! Bisa gila aku mikir kolotnya pacar aku. Untung tajir, kalau kaga udah lama aku sepak dari kehidupanku. Baru doi soalnya cowok paling tajir yang deketin aku…” “Cari lagilah…” goda Reno. “Kalau ada mah enak. Ini enggak.” “Upsh. Lupa, kalau lagi sama mas Rino, ayo buruan bersiap, biar aku panggil mas Rino….” “Duh, masih nerveous…” “Yaelah, buat dia kaga marah tinggal kamu buka dikit aja…” Reno memainkan sebelah matanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN