Namira duduk di depan Arsen yang melihat dirinya sedang makan. Namira menatap makanan di atas meja tanpa minat. Ia menatap khawatir makanan ini bukanlah daging hewan. Bisa saja daging manusia. Tubnuh wanita bernama Jeora tadi dipotong dan diberikan pada dirinya. Namira masih memegang sendk.
Prang!
Namira meletakkan sendok secara kasar, terkejut ketika Arsen yang tiba-tiba pindah ke sampingnya. Mata Arsen menyelidik pada Namira, dan ujung pisau lelaki itu menyentuh pipi Namira. Ditekan sedikit saja, maka ujung pisau itu akan melukai dirinya. Menggores pipi Namira yang mulus tanpa noda.
“Kenapa tidak makan?”
Hanya pertanyaan biasa keluar dari mulut Arsen. Tapi nada suara lelaki itu yang begitu datar dan menakutkan untuk Namira jawab. Salah jawab. Maka dirinya yang akan terluka.
Arsen menatap tajam. “Kenapa kau tidak menjawab? Kau sudah tidak mau menjawab pertanyaan dariku?” tanyanya. Arsen tidak suka ketika Namira tidak mengatakan apapun, bahkan wanita itu tidak menjawabnya sedikit saja pertanyaan darinya.
Namira menggeleng. Lalu menjauhkan kepalanya, takut dengan ujung pisau Arsen yang menyentuh kulit pipinya. Dan seperti akan melukai dirinya sekarang. “Jauhkan! Aku mohon…” ucapnya meminta menjauhkan ujung pisau tersebut.
Arsen mendengar permohonan Namira, melihat pada pisaunya. Lalu tergelak kecil. “Kenapa? Kau takut sayang? Hehehee. Namira sayang takut.” Ucapnya dengan tawa yang seperti orang gila.
Namira mengangguk. “Aku takut. Tolong!” Namira menahan air matanya yang akan keluar, ketika Arsen mendekati dirinya. Membawa kursi keduanya merapat. Tidak ada batas.
“Kenapa takut? Pisaunya mau darah. Kalau Namira tidak patuh. Makan!” ucap Arsen.
Namira mengangguk, memakan makanan yang ada di atas meja. Namira menyuapi makanan di atas meja dengan kaku. Mata Namira masih melihat pada Arsen yang memperhatikan dirinya dengan tatapan tajam. Namira merasakan daging panggang yang dimakan olehnya.
“Enak?”
Namira mengangguk.
“Bicara! Bukan hanya mengangguk! Kau punya mulut Namira, kau bisa mengatakannya dengan suaramu yang indah itu. Kau bukan orang bisu!” ucap Arsen meletakkan kembali pisaunya di pipi Namira.
“Enak! Makanannya enak.” Namira berucap cepat. Jantungnya seakan berhenti, melihat bagaimana Arsen tidak main-main untuk melukai pipinya.
“Terdengar lebih baik. Hihihi. Namira, kau mau tambah?” tanyanya, sembari menyentuh lengan Namira yang putih mulus. Arsen mengangkat lengan Namira.
Cup. Cup. Cup.
Beberapa kecupan di lengan Namira. Namira menatap pada tangannya yang dicium oleh Arsen. Namira menggigit bibir, menahan rasa geli ketika lidah lelaki itu menjilat dari ujung lengannya sampai ke pundak terbuka Namira.
“Hem… cepat makan. Aku ingin menyentuh dirimu.” Ucap Arsen, memerintahkan Namira untuk segera makan.
Namira menndengarnya menggeleng. Ia menatap takut dan membayangkan hal yang menakutkan ketika Arsen menyentuh dirinya.
“Ja-ngan-“
Mata Arsen membara. “Jangan? Maksudmu jangan berhenti untuk menyentuhmu?” Arsen tertawa kecil. Menggigit keras pundak Namira. Namira terpekik sakit, merasakan pundaknya yang digigit kuat oleh Arsen.
Arsen melihat bekas gigitannya di pundak Namira. Arsen tertawa kecil dan menjilat bekas gigitan tersebut. “Namira, makan. Kau tidak mau aku menyuapimu bukan?” tanyanya memberat dan ada sedikit ancaman di nada tersebut.
Namira menggeleng. Tidak mau Arsen yang menyuapi dirinya. Lelaki itu akan melakukannya dengan cara kasar. “Tidak!”
Namira makan dengan cepat. Arsen melihat hal itu tersenyum senang, ia mengusap rambut Namira lembut. “Bagus, makan yang banyak sayang. Kau harus mengeluarkan tenagamu setelah ini.” Ucap Arsen, tertawa kecil. Matanya melihat pada gaun tipis Namira.
Srak~!
Gaun tersebut terkoyak tanpa harga diri tergolek di lantai sekarang. Namira melihat tubuhnya yang sudah telanjang. Namira dengan cepat menutup payudaranya. Walau rasanya percuma saja. Payudaranya tak bisa tertutupi sepenuhnya.
“Sssttt…. Kenapa ditutupi sayang? Bukankah kau harus memperlihatkan tubuh indahmu itu, pada diriku?” Arsen tertawa kecil, lalu menarik tangan Namira kasar. Kini p******a indah Namira sudah terpampang di depan matanya.
Arsen menjilat bibirnya. “Hem… indah. Selalu indah.” Kata Arsen, mengangkat tangannya, dan meremas p******a Namira kasar.
Namira menggeleng, dan menepis tangan Arsen. “JANGAN SENTUH!” teriakan lantang penuh keberanian dan air mata sudah menetes di pipi cantik Namira.
Membuat Arsen mendengarnya tertawa kecil. Lalu melihat tangannya yang ditepis oleh Namira barusan. “Jangan sentuh? Kau maunya ingin dimasuki langsung sayang?” tanya Arsen tertawa kecil, lalu matanya menatap pada milik Namira yang terpampang di depannya.
Arsen menghempaskan semua makanan di atas meja. Menarik tangan Namira kasar, lalu melempar tubuh Namira ke atas meja. Arsen menarik kedua kaki Namira berlawan arah. Matanya melihat pada milik Namira yang memanggil dirinya, untuk dimainkan dan memasukan miliknya ke dalam lubang Namira.
“Hem… lihat. Dia basah! Hahaha. Dia basah. Kau masih mau jual mahal sayang?” tanya Arsen, tangannya mengusap milik Namira. Lalu menatap lendir Namira di jarinya.
Arsen membawa lendir milik Namira ke depan wajah Namira. “Ini. Kau lihat? Dia berlendir.” Arsen tertawa kecil.
Namira menutup mata. Semakin menangis, pelecehan yang didapatkan oleh driinya sekarang, membuat dirinya seperti orang yang tidak memiliki harga diri. Arsen melihat air mata Namira membasani pipi wanita tersebut, tertawa kecil.
“Kenapa menangis, hem?” tanyanya, mengusap air mata Namira dengan ujung pisaunya.
“Airnya bening Namira. Ayo! Menangis! Ayo!” ucapan Arsen, menyuruh Namira untuk menangis terus, lalu tertawa kecil melihat Namira yang menggeleng dan menatap takut pada dirinya.
Arsen mengangkat pisaunya. “Namira, kau tahu, kenapa aku memilih dirimu? Dan memerkosa dirimu malam itu?” tanyanya.
Namira menggeleng. “Ke-kenapa?” Namira bertanya terbata. Penasaran, kenapa lelaki tersebut memperkosa dirinya malam itu dan membawa dirinya ke dalam hidup gila Arsen.
Arsen tertawa kecil dan semakin besar. “Kau mau tahu?! Hahahahah. Kau mau tahu?” tanyanya dan diangguki oleh Namira.
“Aku tidak mau memberitahumu dulu. Kau tetap di sini Namira, melayaniku dan menjadi penghuni kamar ini. Hahahaha! Lihat! Semua foto-fotomu ada di dalam kamar ini dengan keadaan telanjang.” Arsen menunjuk pada foto-foto Namira yang dalam keadaan telanjang.
Namira menelan salivanya. “Arsen…”
“Yeah?”
“Kenapa?”
“Kenapa? Kau mau tahu. Aku sudah bilang. No puedes saberlo todavía. ¡CONFIDENCIAL!” Arsen tertawa kecil meletakkan telunjuknya di depan bibirnya, lalu menatap kembali pada lubang Namira. “Hum… lubangmu minta diisi. Bagaimana diisi oleh mainan?” tanya Arsen tertawa menakutkan di dengar oleh Namira.
(Spanyol - Kau tidak boleh tahu dulu. RAHASIA!”
Namira menggeleng, tidak mau Arsen mengisi miliknya dengan sebuah mainan. Ia sudah menangis, mainan yang dimaksud oleh Arsen. Adalah benda yang menyerupai kemaluan lelaki.
“Jangan lakukan itu!”
Arsen tertawa mendengarnya. “HAHAHASHAHA…. Jangan! Kau bilang jangan. Tapi aku mau melakukannya,” Arsen memiringkan wajahnya dan senyuman sinis yang begitu menakutkan membuat Namira menangis kencang.
“AAAAAAAA~!!!!!” teriakan Namira membuat Arsen terkikik menakutkan melihat mainan yang sudah dimasukan olehnya ke dalam milik Namira. Arsen merasa senang, dan menghantam benda tersebut, semakin masuk ke dalam milik Namira.
Tangisan dan teriakan terdengar dari Namira, semakin membuat Arsen senang mendengar dan melihatnya.