Crazy

1017 Kata
Arsen membuka pintu kamar. Matanya menatap pada pintu kamar mandi yang masih tertutup. Tok! Tok! Tok! Tok! Arsen memperagakan bunyi jarum jam dan menatap pada depannya dengan tatapan mata tajam setelahnya tertawa kencang. “Namira… sayang…” ucap Arsen, berdiri di depan pintu kamar mandi. Matanya menatap pintu kamar mandi di depannya dengan tatapan menarik sekali. “Kau mau sembunyi dimana, hem? Keluar. Ayo! Kau tidak akan disakiti.” Ucap Arsen, mengetuk pintu kamar mandi. Arsen menggeleng. Mengeluarkan sebuah palu kecil, lalu dirinya menatap palu itu dengan senyuman lebarnya. TAK! BUK! TAK! BUK! Arsen memukul pintu kamar mandi dengan palu yang ada di tangannya. “Ah, tidak bolong. Namira, kau tidak mau keluar? Aku akan memukulnya dengan lebih keras lagi, sayang. Ayo… keluar. Hihihi. Namira.” Namira mendengar suara Arsen yang memanggil namanya terus, tubuhnya bergetar dan menggelengg pelan. Namira tidak mau keluar dari dalam kamar mandi. Ia takut. Lelaki yang menjadi mantan suaminya itu, kegilaannya sangat besar sekali. “Hiks! Mama. Papa. Namira takut.” Gumam Namira meringkuk di sudut kamar mandi. Tangannya gemetar dan tremor. “Namira! Namira! Namira! Namira cantik. Namira manis. Namira sayang. Keluar. Aku mau melihat wajah cantikmu yang ketakutan itu sayang. Kikikikik… pasti lucu sekali. Hahaha.” Ucap Arsen, terus memukul piintu kamar mandi dengan palu yang ada di tangannya. “Satu pukulan. Dua. Tiga. Empat. Lima. Kau masih mau di dalam?” tanyanya, menatap pada pintu kamar mandi yang catnya sudah mulai terkelupas oleh palu yang dipukulkan oleh dirinya. “Namira… kau menangis. Sini sayang. Kau harus menangis di depanku. Kikikik. Tangisanmu merdu. Hihihi.” Arsen tergelak mendekatkan telinganya di pintu kamar mandi. Lalu tertawa kecil ketika dirinya semakin jelas mendengar suara tangisan dari Namira di dalam sana. “Sayang… ayo, buka pintunya. Namira. Kau tidak mau membuka pintu, hem? Kau mau apa? Mau goresan atau kau mau. Hek! Maka anak-anak kesayangmu mati. HAHAHAHAHAHA.” Suara tawa mengelegar terdengar oleh Namira. Namira menggeleng di dalam tangisan. Ia tidak mau anak-anak di panti menjadi korban mantan suaminya yang gila. Perlahan Namira mulai berdiri, lalu ia berjalan penuh ketakutan ke pintu kamar mandi. Membuka kunci pintu kamar mandi. Namira menahan napas. Ketika wajah Arsen yang begitu dekat sekali dengan wajahnya. “Halo sayang.” Sapaan dari lelaki tersebut tidak sedikitpun membawa Namira senang. Malahan ia beringsut mundur, dan matanya menatap pada palu kecil di tangan Arsen. “Syuhhhh… tidak kena!” Arsen tertawa ketika mengayunkan palu tersebut ke kepala Namira, namun ia melesetkan agar tidak mengenai Namira. Namira menangis dan menggeleng, ia sungguh takut ketika palu itu mengenai wajahnya. Arsen maju satu langkah. Lalu mengukung tubuh Namira di dinding. “Kenapa? Hem? Kau takut sayang?” tanyanya, bukan merasa iba melihat Namira takut. Malah Arsen sangat senang sekali melihat wajah Namira yang begitu ketakutan. “Kikikikik… jangan takut sayang. Aku tidak akan membunuhmu.” Ucap Arsen, menjilat air mata Namira. “Enak. Air matamu menyegarkan.” Gila! Namira berteriak di dalam hatinya, mengatakan mantan suaminya ini sudah gila. Kewarasan Arsen dan percikan darah di lengan kemeja warna putih lelaki itu. Membuktikan lelaki tersebut telah membunuh Joana. Wanita yang dibawanya ke sini. “Kau membunuhnya!” Ucapan lantang dan hal yang lucu sekali di dengar oleh Arsen dari mulut Namira, yang begitu memuji dirinya. Arsen tidak mendengar sebuah kemarahan dan menuduh dari nada Namira. Malahan dia menduga Namira ini memuji dirinya. “Iya… kau tahu…. Hihihi. Dia dimakan Singa. Badannya dikoyak. Wajahnya dicakar. Lalu p******a darahnya, dikunyah oleh Singa. Kikikik… kau harus melihat bagaimana tubuhnya menjadi makanan dari Singa. Menyenangkan sekali, sayang.” Wajah bahagia Arsen yang begitu menakutkan sekali dilihat oleh Namira. Wanita tersebut menggeleng, dan berjalan mengingsut ke belakang. Tubuhnya sudah terpojok. Napasnya tertahan, matanya terpejam. Ketika Arsen mengusap pipinya. “Kenapa mundur. Hihihi. Maju sayang. Maju. Kau harus maju bersamaku, aku ingin kau berjalan di sampingku. Air matamu jangan berhenti menetes dulu. Enak!” ucap Arsen, membuat Namira membuka matanya perlahan dan matanya bertemu dengan mata tajam milik Arsen yang menyeringai pada dirinya. “Kenapa sayang?” tanyanya berat. Namira menggeleng. Lalu mencoba untuk mendorong Arsen perlahan. Tenaga Namira tidak akan pernah sebanding dengan Arsen—lelaki yang mampu bertarung dengan sepuluh orang sekaligus. Dan hanya membutuhkan waktu setengah jam memusnahkan orang-orang yang mencoba untuk mencelakainya. “Kau tidak bisa? Lemah. hahahaha.” Ejekan Arsen, terdengar menyebalkan. Namira menggeleng. “Minggir…” Namira berucap penuh keberanian, padahal dalam hatinya, ia masih takut ketika palu kecil di tangan Arsen akan melayang di kepalanya. “Minggir? Kemana? Ke atasmu lalu memasukkan milikku ke dalam milikmu. Hihihi. Menyenangkan. Ayo! Lakukan!” Arsen bersemangat untuk melakukan hal yang barusan dikatakan oleh dirinya. Namira menggeleng. “Tidak mau.” Ucapnya penuh ketakutan, lalu matanya menatap ke belakang. “Aku mau—mau tidur. Aku mau tidur. Aku tidak mau.” Ucap Namira gugup, ia menelan salivanya kasar, ketika melihat Arsen yang memiringkan wajahnya. “Tidur? Namira ngantuk?” tanyanya. Namira mengangguk. “Ya. Aku mengantuk. Aku mohon … biarkan aku tidur.” Ucap Namira, berharap Arsen mendengar apa yang dikatakan oleh dirinya barusan. Arsen tertawa kecil. Lalu ia menyingkir dari depan Namira. “Silakan tidur.” Ucapnya mempersilahkan Namira untuk pergi melewatinya. Namira mengangguk, lalu dengan cepat berjalan menuju kasur. Dan naik ke atas kasur. Membungkus tubuhnya dengan selimut. Rrrrr... Bunyi suara perut Namira, mengundang Arsen untuk melihat pada wanita tersebut. “Lapar. Mau makan? Kau mau makan jantung manusia?” Pertanyaan Arsen barusan, digelengi oleh Namira. “Hahahaha… bercanda. Aku memberikanmu jantung babi. Kau tenang saja, aku tidak akan memberikan mantan istriku yang cantik dan manis ini makanan yang tidak disukai olehnya.” Ucap Arsen, mengeluarkan handphone. Lalu mulai menelepon orang yang memasak di mansion miliknya. “Buatkan babi panggang dan juga stick yang enak. Bawa ke kamar! Awas tidak enak! Jantungmu yang akan ku panggang!” ancamnya mematikan sambungan telepon. Namira mendengar ucapan mengancam dari Arsen, menggeleng. Lelaki itu tidak pernah. Tetap gila dan memiliki sejuta topeng yang membuat dirinya seperti lelaki normal di luar sana. Dan dikenal dengan keramahannya. “Namira sayang, kau akan makan sebentar lagi. Hihihi… makan yang kenyang.” Ucap Arsen terkikik, dan menatap selimut yang menutupi tubuh Namira.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN