Part 12
Pak Amran dan Pak Yono saling beradu pandang, kemudian Pak Amran menyolek lengan Pak Salim yang meneruskan ke Pak Jamal yang menggeser tubuh hingga berpindah ke ujung barisan.
Emyr yang awalnya bingung, akhirnya paham maksud para pria dewasa tersebut. Mereka semua berpindah-pindah posisi untuk mengelabui sosok genderuwo.
Tindakan itu pun dilakukan juga oleh Emyr. Pria itu mengikuti gerakan perpindahan tanpa suara itu sambil mengawasi satu makhluk yang menurutnya paling kuat dari empat sosok kloningan lainnya.
Geraman tiap makhluk itu bergema, tetapi para pria itu berusaha untuk tetap tenang dan mengincar calon lawan masing-masing. Setelah dirasa cukup, tiba-tiba Pak Amran berhenti dan berteriak,"serbu!"
Tanpa perlu dikomando ulang keempat orang lainnya langsung menghambur dan menyerang lawan yang sudah diincar dengan berbagai jurus andalan.
Bug! Bug! Bug!
Pak Wirya berhasil menyarangkan pukulan pada makhluk yang menyerupai kalong wewe itu, sehingga makhluk tersebut terjengkang ke belakang dan jatuh dengan jarak beberapa meter dari pintu penghubung.
Gunther yang mendengar suara tersebut segera menarik tangan Gwen dan mengajak sahabatnya itu untuk memasuki lorong. Dari pantulan cahaya senter yang diikat di topi Gunther, mereka bisa melihat Pak Jamal tengah berada di atas perut kalong wewe.
Pria dewasa itu menembakkan tenaga dalam dengan kekuatan penuh. Menoleh dan mengangguk kecil saat melihat Gwen yang juga tengah melakukan hal yang sama di bagian kepala makhluk itu.
Gunther maju ke sebelah Pak Salim yang berada di bagian ujung kiri kelompoknya. Dengan sekali sentakan pria muda itu berhasil menarik satu makhluk kloningan menjauh dari kerumunan.
Tanpa perlu dikomando, Pak Salim langsung meletakkan tangan di kepala makhluk tak kasatmata itu, dan mengerahkan seluruh kemampuan untuk menghancurkannya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Gunther. Pria bertubuh tinggi besar itu mengincar bagian perut, dan dengan segenap tenaga dia menyalurkan energi penghancur.
Bau daging hangus yang disertai dengan jeritan makhluk tersebut, mengiringi langkahnya hancur dan hanya meninggalkan serpihan seperti kertas terbakar di udara.
Pak Salim menarik tangan dan menepuk-nepuk pundak Gunther seraya berucap,"serangan bagus."
Gunther menyeringai, merasa senang karena bisa membantu. Sebab bagaimanapun ini adalah petualangan grupnya, yang harus diselesaikan hingga tuntas dengan tangan mereka sendiri.
***
"Bos!" pekik Galang sambil lari dan menunjuk-nunjuk ke bagian dalam rumah. Kenzie yang telah lebih dulu berdiri segera memasuki ruang tengah dan tertegun saat melihat sosok makhluk yang menyerupai koki itu sudah menjauh ke bagian ruang tamu.
Kenzie segera mengejar, demikian pula dengan Galang. Sementara Izra memutuskan untuk tidak ikut mengejar dan fokus menjaga ketujuh makhluk halus lainnya. Jangan sampai ada yang kabur lagi.
Galang akhirnya bisa menyamai langkah Kenzie. Mereka mempercepat gerakan saat melihat makhluk itu hendak menerobos pagar gaib di bagian luar. Akan tetapi, makhluk itu tiba-tiba terpental ke belakang, seiring dengan munculnya percikan api dari tempat yang tadi hendak dia terobos.
"Jangan coba-coba kabur!" pekik Galang yang membuat makhluk itu menggeram.
"Silakan saja kalau mau nekat menerobos, tapi aku jamin, minimal tubuhmu akan terbakar saat melewati pagar gaib buatan kami," timpal Kenzie sambil menghentikan pengejaran dan berdiri di dekat teras.
Pria muda itu mengatur napas dan menyalurkan tenaga dalam ke bagian tangan kanan. Dia membungkuk dan mengambil batu kerikil terdekat. Memindahkan semua energi ke batu tersebut dan melemparkannya sekuat tenaga pada makhluk itu.
"Argh! Panas!" jerit hantu berbaju koki sambil menepuk-nepuk dadanya.
"Makanya jangan kabur," ledek Galang seraya menyeringai.
"Aku cuma ingin kembali ke sana!" seru makhluk halus itu sambil menatap tajam pada kedua pria muda tersebut.
"Mau ngapain?" tanya Kenzie.
"Mau menunjukkan letak kerangka tubuhku.
Sontak Galang terkesiap. Dia tahu tentang apa yang dimaksud oleh hantu berbaju koki itu. "Oh, jadi kerangka yang di lorong itu adalah kamu," ujarnya.
"Iya, mereka memergokiku yang hendak mengecek kondisi Intan dan membinasakanku dengan segera," jelas hantu berbaju koki.
"Mereka?" Kenzie mulai terpancing. "Siapa maksudmu?" tanyanya dengan rasa penasaran tingkat tinggi.
"Misran dan Bimo, para pemuja bohemi," jawab makhluk tak kasatmata itu yang seketika membuat Galang dan Kenzie berjengit.
"Sepertinya bos harus tahu soal ini," ujar Galang yang dibalas anggukan Kenzie.
Galang membalikkan tubuh dan jalan kembali memasuki rumah. Berhenti tepat di sebelah Izra yang masih berada di posisi yang sama sejak beberapa menit sebelumnya.
"Bos, sepertinya kamu harus tau soal ini." Dengan jelas dan terperinci Galang pun bercerita pada Izra yang mendengarkan dengan saksama dan tidak menyela sedikit pun.
Izra manggut-manggut setelah mengetahui kronologis tentang penemuan kerangka manusia tersebut di lorong belakang dapur. Sekarang dia paham, kenapa sejak tadi makhluk tak kasatmata yang mengenakan pakaian koki tersebut terlihat berbeda dari ketujuh makhluk halus lainnya.
Hal ini disebabkan karena dia bukanlah tumbal, seperti halnya ketujuh makhluk halus di bagian belakang rumah. Pria ini hanya korban tambahan dan terjebak di sana sehingga tidak bisa keluar.
"Oke, kamu jaga di sini. Aku yang interogasi dia." Izra menepuk-nepuk pundak Galang setelah bisa berdiri. Pria muda itu jalan dengan tertatih-tatih menuju teras rumah, tempat di mana Kenzie tengah duduk bersila sambil mengawasi hantu berpakaian koki itu.
"Kamu bantu jagain belakang, ya," pintanya pada Kenzie yang segera berdiri dan memasuki rumah.
Saat melewati ruang tengah, Kenzie menyempatkan diri untuk mengusap kepala Rini dan Rhea yang memekik protes. Pria berambut hitam pekat itu terkekeh geli sambil menghindari tangan Rini yang terjulur hendak mencubiti dirinya.
***
Brrruukkk!
Satu makhluk terjengkang saat diterjang Pak Amran. Pria yang wajahnya mirip dengan sang putra itu segera menaiki tubuh genderuwo yang sangat besar itu dan menginjak bagian perut sembari menyalurkan tenaga dalam.
Jeritan makhluk itu kala Pak Salim membantu sahabatnya, dengan menembakkan tenaga dalam ke bagian kepala membuat suasana semakin gaduh. Di sana sini terdengar suara orang-orang yang tengah berjibaku menghadapi musuh masing-masing.
Gunther dan Gwen membantu Emyr yang mulai kelelahan. Ketiga anak muda itu sengaja menggiring makhluk halus lawan mereka ke sudut kanan ruangan. Kemudian bahu-membahu membinasakan makhluk tersebut.
"Gara-gara elu, sobat gue terlilir!" seru Gunther sambil menarik rambut genderuwo dengan geram.
"Karena lu, grup kami kocar-kacir!" pekik Gwen sembari menendang kaki makhluk itu dengan kemarahan yang menggelora.
"Dan gara-gara lu, gue belum makan siang!" teriak Emyr yang tengah memukuli bagian d**a dan perut sang makhluk astral dengan kekuatan yang masih tersisa.
Ketiga anak muda itu serentak menembakkan tenaga dalam hingga makhluk itu hangus terpanggang. Kemudian mereka segera menjauh dan membiarkan genderuwo itu berteriak-teriak kesakitan, sebelum akhirnya hilang dengan meninggalkan bau gosong.
Gunther menangkap tubuh Emyr yang langsung lemas. Dia mengangkat tubuh sahabatnya itu dan memanggulnya di pundak. Berlari secepat yang dia bisa untuk membawa Emyr keluar dari tempat itu.
Gwen sempat bimbang, apakah tetap tinggal atau mengikuti Gunther. Akan tetapi, setelah melihat musuh-musuh para pria dewasa itu bergelimpangan, akhirnya Gwen memutuskan untuk mengejar Gunther.
Setibanya di dekat tangga, Gunther mendudukkan Emyr di lantai dengan posisi menyandar ke dinding. Dia sendiri langsung menelentangkan diri, tak peduli bila lantainya kotor.
Kedua anak muda itu mengatur napas mereka yang memburu. Emyr menyeka keringat yang mengucur deras dan membasahi kausnya. Demikian pula dengan Gunther.
"Hadeuh, capek pisan," keluh Gwen yang menghempaskan tubuh di sebelah Emyr, kemudian dia berbaring dan meletakkan kepalanya di paha sang sahabat. "Badanku pegel-pegel," lanjut perempuan muda itu sambil mengatur napasnya yang tersengal-sengal.
"Sama, mana perut lapar. Jadi lemes," sahut Emyr.
"Bentar, kayaknya masih ada roti." Gwen kembali bangkit dan menarik ranselnya yang digantung di pagar tangga. Membuka resleting dan mengeluarkan tiga bungkus roti serta sebotol air mineral.
"Nih, hiji ewang," ujar Gwen sembari memberikan roti ke Emyr dan Gunther, yang langsung merobek bungkusnya dan memakan isinya dengan cepat. (satu orang satu)
"Telpon Kenzie atuh, beneran laper berat aku," timpal Gunther.
Gwen mengambil ponselnya yang diikat ke rompi yang dikenakan. Menekan nomor kontak Kenzie dan segera menyampaikan pesan Gunther, ketika pria itu mengangkat telepon.
"Mau makan apaan?" tanya Kenzie dari seberang telepon.
"Apa aja deh, yang penting cepat, si kemaruk udah kelaparan," jawab Gwen.
"Ya udah, aku beliin nasi bungkus aja. Tunggu, ya."
Gwen memasukkan ponsel ke tas dan kembali meneruskan acara mengunyahnya. Gadis itu mengedarkan pandangan ke sekeliling dan tertegun saat melihat satu bayangan melintas dari lantai atas menuju tangga. Akan tetapi, bayangan itu hanya berhenti di tengah-tengah tangga dan memandangi ketiga anak muda itu dengan lekat.