Part 3
Sementara itu di bagian belakang, Emyr melangkah maju melewati lorong panjang. Di belakangnya Rini mengekor sambil menyoroti bagian kanan dan kiri dengan senter. Sementara Gwen berjalan mundur di belakang Rini.
Bagian belakang ini berakhir pada sebuah tangga berbentuk lingkaran, yang menembus ke lantai satu dan juga lantai tiga. Emyr mengerutkan dahi sambil merekam tangga itu dari bawah ke atas. Kemudian, membalikkan tubuh dan memegang pundak Rini. "Kita kembali lagi ke lobby tengah. Di sini sepertinya tidak ada apa-apa," ujarnya.
Trrraaakkk!
Trrraaakkk!
Ketiga orang tersebut langsung bersiaga penuh saat mendengar suara itu. Emyr mengarahkan kamera ke atas tangga, tempat di mana suara berasal.
Trrraaakkk!
Trrraaakkk!
Gwen menarik tangan Rini ke belakang dan mendekati Emyr. Perempuan bertubuh cukup tinggi tersebut mengambil sesuatu dari saku celana, dan mengulaskan bubuk bidara ke punggung tangan Emyr, Rini dan dirinya sendiri.
"Mundur, Myr. Sepertinya yang ini lumayan mengerikan," bisik Gwen.
Emyr menurut dan mundur dua langkah. Rini langsung mengaitkan lengannya ke tangan sang kekasih.
Wuuuzzzzz!
Wuuuzzzzz!
Wuuuzzzzz!
Brrraaaakkk!
Blllaaammm!
Suara pintu terbanting beriringan dengan embusan angin kencang menerpa tubuh ketiganya. Gwen memicingkan mata dan berusaha untuk tetap bertahan di tempatnya. Seulas senyum tipis terukir di wajahnya yang manis. "Akhirnya, muncul juga dia," ujarnya.
Gwen melakukan gerakan silat sambil menggerak-gerakkan kaki dan tangan. Mengatur napas dan meniup ke sekeliling. Membangun pagar gaib di sekitarnya.
Sesosok makhluk bertubuh tinggi besar yang dipenuhi rambut tebal di sekujur tubuh, tiba-tiba muncul di anak tangga ketiga dari lantai atas. Matanya yang merah menatap ketiga manusia di hadapan dengan membeliak sempurna. Dua taring besar muncul di bagian atas giginya, dan membuat penampilannya semakin mengerikan.
Rini semakin menempelkan tubuhnya ke punggung Emyr. "Sstt, jangan menunjukkan rasa takut. Bakal senang dia," bisik Emyr.
"Atuh da sieun," lirih Rini. (Sieun = takut)
"Dilawan takutnya. Ingat, manusia lebih kuat dari mereka," tukas Emyr sambil membetulkan posisi kamera.
"Udah pas, Myr," timpal Kenzie dari jauh. "Lumayan seram," lanjutnya.
"Tapi Gwen pasti bisa menanganinya," sahut Emyr.
"Yoih, cewek jagoan!" seru Kenzie.
Emyr tersenyum menanggapi ucapan sahabatnya itu. Merasa sangat yakin dengan kemampuan Gwen untuk menghadapi makhluk tersebut.
***
Galang membeliakkan mata saat mendengar jawaban hantu perempuan bergaun kuning tersebut. Pria berhidung mancung itu mendengkus kesal. Merasa dipermainkan oleh sosok hantu.
"Ditanya baik-baik malah ngeyel. Kepret sia!" hardiknya. (Tempeleng kamu!)
Hantu perempuan itu tertawa kembali, merasa puas melihat Galang kesal dengan sikapnya. Namun, tawa itu seketika berubah menjadi teriakan, saat rasa panas kembali menyentuh punggungnya.
"Oles dikit di sini, oles dikit di sana," ujar Gunther sembari bersenandung. Tak peduli teriakan hantu perempuan itu semakin menjadi-jadi.
"Buruan jawab!" bentak Galang. Pria muda itu sudah kadung kesal dengan tingkah hantu tersebut.
"Suruh dia berhenti mengoles! Panas!" jerit hantu perempuan itu sambil meronta-ronta.
"Cukup, Gun. Nanti hancur dia," titah Izra.
"Kagak, paling gosong dikit," sahut Gunther sembari tersenyum lebar.
"Ayo, siapa nama kamu? Buruan jawab!" bentak Galang lagi.
"Ish! Ke cewek kok kasar gitu sih, Kang!" protes hantu perempuan itu yang membuat tubuh Izra berguncang karena tertawa terbahak-bahak.
Demikian pula dengan Gunther. Pria berwajah sedikit sangar itu susah payah menahan tawa, yang akhirnya menyembur dengan kencang.
***
Makhluk bertubuh besar itu menggeram sambil jalan menuruni tangga dengan suara berdebam.
Emyr menggenggam tangan Rini dan mengajaknya mundur beberapa langkah, hingga tubuh mereka merapat di dinding. "Gaes, bisa meluncur ke belakang?" tanyanya sambil berbisik melalui microphone.
"Siap!" jawab Izra dari seberang sana.
Makhluk menyeramkan itu tiba-tiba melompat dan hendak menerjang Gwen. Perempuan berambut panjang itu menggeser tubuh ke kiri dan melayangkan tendangan ke bagian pinggang makhluk itu.
Bug! Bug! Bug!
Dua pukulan ke arah perut dan d**a mengiringi tendangan Gwen. Makhluk itu menggeram dan membalas dengan mengibaskan tangan besarnya ke kepala Gwen.
Wuuuzzzzz!
Terpaan angin kencang menyertai gerakan makhluk bertampang menyeramkan itu. Gwen menunduk dan menyarangkan pukulan bertubi-tubi ke bagian bawah pinggang, hingga makhluk itu jatuh tersungkur.
Gunther menghambur ke bagian belakang makhluk berambut tebal itu dan memiting lehernya sekuat tenaga. Izra merengsek maju dan menempelkan bubuk bidara ke bagian kening makhluk menyeramkan yang seketika berteriak kesakitan.
"Aarrgghh! Panas!" pekik makhluk itu sambil berusaha menjangkau Izra dengan tangannya yang terjulur.
Izra berpindah ke bagian kanan, sedangkan Gwen bergeser ke bagian kiri makhluk tersebut. Mereka sama-sama melakukan gerakan silat dan menembakkan tenaga dalam dengan kekuatan penuh, ke d**a makhluk itu yang membuat jeritannya semakin mengencang.
Asap hitam yang disertai bau gosong menyeruak ke udara. Rini menutup hidungnya dengan tangan sambil menempelkan tubuhnya ke punggung Emyr.
Tiba-tiba makhluk besar itu menghilang seiring dengan munculnya serpihan hitam, seperti sisa kertas yang terbakar.
Brrruuukkk!
Tubuh Gwen terjatuh dengan posisi kaki bertumpu pada lutut. Wajah gadis itu tampak pucat pasi dengan bulir keringat yang menetes di dahi. Izra segera menggendong Gwen dan jalan cepat melewati lorong. Disusul Emyr dan Rini.
Sementara Gunther menghampiri Galang yang masih menjaga hantu perempuan bergaun kuning di lobby. "Kita turun, Lang," ujar Gunther.
"Terus, dia gimana?" Galang menunjuk hantu perempuan itu yang membalasnya dengan juluran lidah panjang.
"Tinggalin aja." Gunther mengedip-ngedipkan sebelah mata untuk memberikan kode. Galang mengangguk pertanda paham maksud temannya itu.
"Heh! Kalian mau ke mana?" tanya hantu perempuan bergaun kuning itu, saat kedua pria bergerak mendekati tangga.
"Pulang, ngapain juga di sini. Males nemenin kamu," balas Galang dengan santai.
"Jangan! Aku jangan ditinggal!" jerit hantu perempuan itu sambil meronta-ronta, berusaha melepaskan diri dari lingkaran pagar gaib yang tadi dibuat oleh Izra.
Gunther dan Galang tak memedulikan teriakan hantu tersebut. Mereka menuruni tangga sambil tersenyum lebar. Berhenti di anak tangga kelima dari atas dan duduk di situ.
Susah payah keduanya menahan tawa saat mendengar isak tangis hantu perempuan itu. Setelah menghitung dalam hati, beberapa menit kemudian keduanya naik lagi dan berdiri menyandar ke pagar pembatas tangga.
"Udah puas nangisnya?" ledek Galang.
"Jahat ihh! Aku nggak mau ditinggal!" pekik hantu perempuan itu dengan berurai air mata.
"Makanya jangan usil!" bentak Gunther sembari jalan mendekat. Tangannya bergerak membuka pagar gaib dan menarik tangan hantu perempuan itu. "Sekarang ikut kami, tapi jangan rese!" tegasnya.
Mereka menuruni tangga dengan cepat. Sesampainya di lobby bawah, Emyr sudah menunggu dengan raut wajah serius.
"Dia mau dibawa?" tanya Emyr sambil menunjuk hantu perempuan yang memandanginya dengan mata membulat.
"Aih, meni kasep!" jerit hantu perempuan itu sambil memajukan tubuh. Namun, gerakannya tertahan karena pegangan Gunther yang kuat. (meni kasep = ganteng banget)
Emyr tertegun sejenak, menghela napas berat sambil memutar bola mata dengan kesal. Sementara Galang dan Gunther tersenyum lebar menanggapi tingkah hantu perempuan itu.