Part 2
"Dari tadi dia udah ngintipin kita," bisik Gwen. "Makanya aku udah mau naburin bubuk bidara, tapi kata kamu kan jangan," lanjut perempuan berambut panjang tersebut, yang saat ini mengikat rambutnya seperti ekor kuda.
"Simpan aja dulu, yang ini sepertinya nggak berbahaya," sahut Izra.
Gunther tiba-tiba bergerak maju dan lari ke bawah tangga. Memutar ke kiri dan lari masuk ke pintu yang tadi ditunjuk oleh Izra.
Kedua temannya segera mengejar Gunther. Memasuki pintu yang ternyata menuju ke lorong panjang yang sangat gelap.
"Jangan dikejar!" titah Izra.
Gunther dan Gwen pun berhenti. Memindai sekeliling dengan tatapan tajam. Berusaha menangkap pergerakan yang mungkin akan terjadi.
Sementara itu di ruangan lain, Emyr memimpin kelompoknya memasuki sebuah ruangan yang besar. Kemungkinan dulunya ini adalah ruang dapur, bisa dilihat dari meja panjang yang membentuk huruf U. Serta sebuah meja panjang di bagian tengah ruangan.
Beberapa tempat dengan alas dari stainless steel yang berdebu, menandakan bahwa di situ dulunya adalah tempat kompor dan perlengkapan memasak lainnya.
Rini memegangi ujung kaus Emyr, merasa sedikit takut karena ruangan ini hawanya tidak enak. Berat dan pengap. Tempat favorit para makhluk tak kasatmata.
Galang yang berjalan paling belakang, menyentuh pundak Emyr dan menunjuk ke arah kanan. Tepat di saat sebuah bayangan melintas dan membuat ketiganya mematung.
"Izra, Emyr. Berkumpul di tengah!" titah Kenzie.
Keenam orang itu saling beradu pandang, sebelum akhirnya bergerak meninggalkan tempat masing-masing dan kembali berkumpul di ruang lobby.
Kenzie memasuki bangunan itu dari pintu depan. Memberi kode pada keenam temannya untuk mendekat. "Ini, hasil dari kamera Izra," tunjuk Kenzie pada layar tablet sebelah kanan. "Yang ini, dari kamera Emyr," tunjuknya pada layar sebelah kiri.
Keenam temannya memperhatikan rekaman video dari dua kamera itu dengan saksama.
"Seperti yang kalian lihat, kedua makhluk yang tadi melintas itu menuju ke tempat yang sama," lanjut Kenzie.
"Maksudnya?" tanya Galang.
"Coba perhatikan lagi, di ujung kanan ruangan yang kemungkinan adalah dapur, ada sebuah lorong. Perkiraanku, lorong itu terhubung dengan lorong yang terlihat dari kamera Izra," jelas Kenzie.
"Berarti kita harus masuk ke lorong untuk memastikan," tukas Gunther.
"Jangan! Bisa jadi ini jebakan. Ingat waktu kita ke bangunan gedung yang tidak terpakai bulan lalu?" Izra mengingatkan teman-temannya untuk tidak bertindak gegabah.
"Tepat sekali! Itu juga maksudku. Jangan terjebak, kalau tidak ingin kejadian teman kita kesurupan, karena membangkang," timpal Kenzie yang mendapatkan anggukan persetujuan dari semua temannya.
Semuanya sontak mengingat sosok Doni, teman akrab Gunther sejak masih di SMP. Doni dulu menjadi bagian dari grup ini, tapi karena sering membangkang, akhirnya dia dikeluarkan dari grup.
Terutama setelah kejadian bulan lalu. Doni tidak mengikuti perintah Izra, hingga mengalami kesurupan dan merepotkan teman-temannya.
Semenjak kejadian itu, Doni mengundurkan diri dari kelompok. Di kampus pun dia seolah-olah menghindari pertemuan dengan teman-teman kelompok.
"Jadi, sebaiknya kita harus gimana?" tanya Emyr.
Sontak semua mata beralih memandangi Izra. Pria itu paham arti tatapan teman-temannya, dan berusaha berpikir keras untuk mencari jawaban terbaik.
"Kita ke atas." Izra mengambil keputusan setelah berpikir sejenak.
***
Kenzie memandangi layar dua laptop yang menggambarkan suasana di lantai dua bangunan tersebut. Sesekali dia melirik ke dua layar laptop lain, yang terhubung dengan satu kamera rahasia yang ditempelkan di meja resepsionis, dan satu kamera lain yang ditempelkan di meja dapur bagian ujung kiri.
Tidak adanya gerakan dari kedua tempat itu membuat Kenzie sedikit lega. Dia menyandarkan punggung ke jok mobil dan mengalihkan pandangan ke luar kaca.
Tampak beberapa kendaraan melintas di jalan raya. Namun, ada satu hal yang memancing rasa penasaran Kenzie. Yaitu sesosok pria yang mengintip dari balik pintu pagar yang telah rusak parah.
Kenzie tidak berniat untuk ke luar dari mobil, dan hanya mengawasi tingkah pria tersebut yang sangat mencurigakan. Dari jaket yang dikenakan pria itu, Kenzie sudah bisa menebak identitasnya.
Sementara itu di lantai dua bangunan, keenam orang tersebut kembali menyebar. Kali ini, Galang bertukar tempat dengan Gwen, yang berpindah ke kelompok Emyr yang menuju bagian belakang bangunan.
Sementara Galang mengikuti kelompok Izra yang memindai ruangan di bagian depan bangunan.
Tepat di depan tangga, ada sebuah ruangan yang mungkin dulunya adalah lobby atas. Jendela besar yang berdebu, lampu kristal yang cantik tapi sudah pecah di beberapa bagian, menjadi saksi tempat ini.
"Kelihatan nggak, Ken?" tanya Izra sambil mengarahkan kamera ke sekeliling ruangan.
"Udah sip. Lanjut, Bos," sahut Kenzie.
Gunther membetulkan letak senter dan jalan terlebih dahulu. Galang masih mengamati sekeliling dan memusatkan perhatian pada sebuah pintu di bagian kiri ruangan.
Pria berambut ikal tersebut jalan mendekat dan memegangi gagang pintu. Memberi kode pada Izra yang segera mendekat.
Krrriiieeetttt.
Engsel pintu yang berkarat terdengar nyaring di telinga. Kedua pria itu melongok bersamaan, kemudian lari masuk untuk mengejar sesosok bayangan yang bersembunyi di sudut kiri.
Galang yang lebih dulu masuk langsung lari ke sudut kiri, berniat untuk menarik makhluk tersebut. Akan tetapi, tiba-tiba makhluk itu menembus dinding dan menghilang.
"Woi! Mau ke mana?" Suara teriakan Gunther dari luar kamar sontak membuat Izra dan Galang membalikkan tubuh dan lari ke luar.
Izra mengarahkan kamera pada tangan Gunther yang tengah menarik tangan hantu perempuan muda berambut panjang hingga menyentuh lantai. Gaun sepanjang betis warna kuning muda tampak berbeda dengan penampilan makhluk halus lainnya yang biasa kelompok itu jumpai.
"Maju, Ra," pinta Kenzie.
Izra melangkah maju dan berusaha menyoroti wajah hantu perempuan itu. Namun, hantu tersebut berusaha melepaskan diri dari pegangan Gunther. Suara geramannya cukup kencang, hingga membuat sosoknya sedikit berubah.
"Wow! Baru nih nemu hantu model gini," sela Galang dari belakang Izra. Pria itu menyibakkan rambut hantu perempuan tersebut hingga wajahnya terlihat jelas di kamera.
"Ternyata kamu cantik juga," puji Galang yang membuat Gunther mendengkus. Sementara Izra menoleh dan memutar matanya ke arah Galang yang membalasnya dengan senyuman lebar.
Hantu perempuan itu mendesis sambil berusaha menarik rambutnya yang dipegang Galang. Sementara Gunther mengubah posisi ke belakang hantu tersebut dan menarik tangannya hingga terlipat di belakang.
Tangan kiri Gunther merogoh saku celana dan mengusapkan sesuatu ke tangan hantu perempuan itu yang seketika menjerit kesakitan. "Panas!" pekiknya.
"Makanya, jangan coba-coba kabur, jadi kena ini kan," tukas Gunther.
"Kamu siapa?" tanya Izra dengan lugas.
"Kamu siapa?" Hantu perempuan itu balas bertanya sambil menyeringai. Menjerit lagi saat Gunther menekan pergelangan tangannya.
"Apa kamu hantu yang sering mengganggu para pengendara jalan?" Izra bertanya kembali.
"Bukan aku. Itu si mbak Jum dan mbak Mun," jawab hantu perempuan itu.
"Lalu, kamu siapa? Jawab dong!" timpal Galang. Sedikit gemas karena hantu perempuan itu malah tersenyum lebar ke arahnya.
"Aku ... siapa, hayo?" Hantu perempuan itu tertawa melengking saat melihat wajah kedua pria di depannya itu berubah masam mendengar candaannya.