15. Jangan Sakit

1872 Kata
Musik berdentum keras. Bau alkohol yang tidak begitu Nathan sukai, rokok, serta parfum dan keringat menjadi satu, menciptakan aroma yang tak bisa didefinisikan. Sementara itu, sorak sorai orang-orang semakin bergemuruh disertai tarian yang semakin heboh. Pertengkaran terjadi di banyak sudut. Entah itu antar wanita, wanita dan pria, atau pria dengan pria. Tampaknya, hal tersebut sudah biasa terjadi di tempat seperti ini. "Kalian gila! Kita harus pulang sekarang." Nathan menatap dua manusia yang menari di sisi kanan dan kirinya, seolah sengaja mengajak Nathan agar ia juga ikut menggerakkan badan mengikuti musik. Bayu dan Katya. Yap, siapa yang menyangka dinner yang Katya maksud adalah ini? Sekarang Nathan merasa terjebak di antara dua manusia dengan spesies serupa; tukang clubbing. Seandainya tahu Katya akan mengajak Bayu dan berakhir di tempat seperti ini, Nathan lebih memilih pulang dan bekerja. Tiga jam adalah waktu yang berharga bagi manusia seperti Nathan. "Aku sudah lama tidak clubbing, Nath. Sebentar lagi," ujar Bayu. Pria itu memegang satu botol minuman beralkohol yang sesekali dia minum, sementara tubuhnya bergerak lincah mengikuti irama. Dulu sebelum menikah, dia mungkin akan menari sambil mendekati satu perempuan yang cocok dengan seleranya. Tapi sekarang, dia hanya asyik menari seperti orang gila. Katya yang beberapa kali didekati oleh pria asing yang menari tertawa pelan. "Bayu adalah ikan yang hidup di lautan bebas kemudian terjaring dan akhirnya dipaksa menetap di aquarium. Ketika menemukan habitat aslinya lagi, jelas dia kegirangan. Jadi biarkan saja, Nath, sebentar lagi," ucap Katya dengan lantang, agar suaranya tidak teredam musik dan suara-suara lainnya. "Dia mabuk parah. Kamu pikir, bagaimana dia akan memperbaiki hubungan dengan istrinya jika begini?" tanya Nathan, tak habis pikir dengan tindakan lelaki itu. "Itu urusannya. Biarkan saja. Toh, dia sendiri yang memilih hal gila untuk mengikat istrinya." Katya melirik Bayu dengan senyum polos saat mengatakan hal itu. Dan Bayu hanya bisa menghela napas kemudian kembali berjoget, seolah-olah hal itu dapat meringankan beban yang kini tengah ditanggungnya. "Terserah saja." Nathan tak peduli. "Tapi kalian sudah membuang tiga jam berhargaku hanya demi melihat kegilaan kalian di sini. Ditambah satu jam perjalanan menuju ke sini, jadi empat jam. Mungkin akan terus bertambah, dan aku tidak suka hal itu." Katya tertawa. "Nath, come on! Sekali-sekali kamu harus menikmati hidup. Istirahat dari pekerjaan yang membuat kamu penat. Hidup cuma sekali, you know? Kamu terlalu kaku." "Dan kamu akan menikah dengan pria kaku ini, Kat." Bayu tergelak, untuk ke sekian kali, setiap dia mengingat perkataan Katya yang bilang bahwa orang tuanya serta orang tua Nathan akan menjodohkan mereka berdua. "Sialan, kalian berdua!" gerutu Nathan dengan kesal. Dia memilih kembali duduk. Menyaksikan dari jauh dua temannya yang gila itu. Namun, beberapa perempuan nakal yang datang menggoda membuat Nathan sangat risi. Tatapan mereka seolah tengah menelanjangi Nathan. Cara mereka bersikap seolah sengaja ingin mengajak Nathan tidur bersama. Astaga, Nathan pria normal, tetapi entah mengapa dia sama sekali tidak tergoda pada mereka. Alih-alih tergoda, ia justru merasa muak dan geli. Lihatlah, seberapa pun terbukanya baju mereka, Nathan sama sekali tidak merasa terangsang. Dan lagi pula, Nathan bukan tipe pria yang mudah terangsang hanya karena seorang gadis menunjukkan tubuh moleknya. Seperti salah satu sekretaris yang pernah dia pecat sebelumnya. Wanita itu bahkan secara terang-terangan menggoda Nathan di ruang kerja, nyaris menyentuh sesuatu di balik celananya. Tapi Nathan, justru malah marah bukannya terpikat. Padahal, dia wanita yang sangat cantik dan memiliki postur tubuh yang disukai banyak pria. Gosip tentang kejadian itu tentu saja tersebar di kantor dan terdengar oleh keluarganya, maka tidak heran mereka meragukan Nathan. Takut bahwa ternyata Nathan menyukai sesama. Setiap mengingat itu, Nathan jadi kesal. "Sebaiknya kalian menyingkir dari sisi saya," Nathan berujar datar pada dua wanita berpakaian kurang bahan yang duduk di sisi kanan dan kirinya. "Saya bukan pria yang senang menghabiskan semalaman penuh di atas ranjang dengan wanita yang tidak saya kenal," lanjutnya lagi. "Benarkah?" wanita berlipstik merah yang senada dengan warna bajunya menatap Nathan menelisik. "Sayang sekali. Padahal kamu begitu tampan. Tubuhmu juga indah." Sembari mengatakan hal itu, mata wanita tersebut bergerak liar menatap ke s**********n Nathan yang tertutup celana khaki miliknya. Nathan menarik napas panjang. Kendati terlihat dingin dan tangguh di luar, sebenarnya Nathan sedang berperang dengan dirinya sendiri, agar jangan pernah takut dan terintimidasi lagi oleh orang lain. "Saya rasa, mengomentari soal tubuh seseorang terlalu frontal," balas Nathan, melirik tak suka. "Bukankah kalian tahu bahwa hal itu sama saja dengan pelecehan seksual?" Dua wanita di sisinya langsung tergelak mendengar hal itu. "Hei, kamu laki-laki, dan kami perempuan. Pelecehan seksual? Hanya karena kami memuji postur tubuhmu? You okay?" Nathan menggeleng pelan dan memilih bangkit dari duduknya. "Apa kalian pikir pelecehan seksual hanya bisa disebut pelecehan seksual jika itu terjadi pada perempuan? Kalian pikir semua laki-laki senang mendengar ucapan kotor kalian itu?" "Dasar gila!" salah seorang dari wanita itu mencibir. "Sudahlah. Mungkin dia tidak normal. Sayang sekali." *** "Aku masih ingin menari, Nath! Lepaskan!" Sekuat tenaga Nathan menarik tubuh besar Bayu, menyeretnya menuju tempat parkir di depan. "Ini sudah hampir tengah malam, i***t! Kamu harus pulang." "Tidak. Aku tidak mau. Aku masih ingin mabuk dan menari," protes Bayu, hendak kembali masuk ke dalam kelab jika saja Nathan tidak segera menariknya lagi. "Kau pikir sekarang kau tidak mabuk?!" tanya Nathan naik pitam. Dia sudah sangat lelah dengan kelakuan dua manusia dengan spesies yang sama itu. Nathan mengempaskan tubuh Bayu saat tiba di depan mobilnya. Sungguh, sedang mabuk saja tenaga Bayu masih begitu besar sehingga terus saja mampu memberontak. Merepotkan saja. "Eh? Apa yang kamu lakukan?" Nathan memekik saat tiba-tiba Bayu memeluk kakinya dengan erat seperti anak kecil yang tidak ingin ditinggalkan oleh ibunya. "Aku salah. Aku tahu aku salah." Bayu terisak di kaki Nathan. Pelukannya semakin erat sehingga Nathan sulit untuk melepaskannya. "Aku mohon beri aku kesempatan, Tan. Beri aku kesempatan untuk menebus semua kesalahanku. Aku mencintai kamu, Tan. Aku tidak main-main. Aku hanya bodoh karena terlambat menyadarinya. Maafkan aku. Aku mohon maafkan aku." Nathan menghela napas dalam-dalam. Menatap iba sepupunya itu. Ternyata, hubungan Bayu dan istrinya masih belum membaik. Pantas saja pria ini begitu kacau. Kadang kala, Nathan tidak menyangka bahwa Bayu bisa juga lemah karena perempuan. Karena seingatnya, dia adalah satu-satunya yang tampak acuh pada wanita, selain Nathan sendiri. Setelah menangis-nangis terisak, tubuh Bayu mulai lemas dan pelukan di kaki Nathan perlahan lepas. Nathan berjongkok, menatap wajah Bayu yang dipenuhi peluh. Terselip rasa iba di hatinya. Karena meskipun mereka jarang sekali akur, sebenarnya mereka berdua saling menyayangi satu sama lain. Nathan meraih tangan Bayu lalu melingkarkannya di bahu dan membawa tubuh pria itu berdiri. Sementara tangan lainnya yang bebas membuka pintu mobil. Nathan lalu mendorong tubuh pria itu untuk masuk. "Tunggu di sini. Aku akan kembali setelah membawa Katya," ucap Nathan, meski tidak tahu apakah Bayu bisa memahami ucapannya ataukah tidak dalam keadaan mabuk seperti itu. Pria itu lalu menutup kembali pintu mobil dan lekas masuk ke dalam kelab, menjemput satu lagi manusia yang membuatnya jengkel malam hari ini. Nathan mencari-cari sosok Katya di antara kerumunan orang yang heboh menari, sebab di meja yang terakhir kali ia tinggalkan Katya tidak ada di sana. Mata pria itu nyalang menyisir ke setiap penjuru. Tapi demi Tuhan, ini sulit! Terlalu banyak orang di tempat tersebut, dan mereka semua tidak diam. Nathan berjalan semakin dalam. Sementara matanya masih liar mencari-cari keberadaan Katya. Ah, jika saja perempuan itu masih sadar, Nathan bisa saja meninggalkannya. Masalahnya, perempuan itu benar-benar sudah teler barusan. Keadaannya tidak jauh mengenaskan dari keadaan Bayu tadi. Mereka berdua gila dan terlalu banyak minum. Nathan mendesah lelah saat akhirnya dia menemukan keberadaan Katya. Malas, dia berjalan menghampiri wanita tersebut yang kini tengah meliukkan badan dengan menggoda di tengah-tengah dua pria yang Nathan sendiri tidak yakin Katya mengenal mereka. "Ayo, pulang. Kamu benar-benar sudah mabuk parah," ucap Nathan agak keras agar suaranya bisa didengar, seraya menarik tangan Katya agar keluar dari dempetan dua pria asing itu. "Nanti, Nath. Aku masih belum puas," balas Katya ogah-ogahan dan kembali menari seolah tidak terjadi apa pun. Nathan mengacak rambutnya sendiri dengan frustrasi. Benar-benar muak karena tingkah Bayu dan Katya. Pria itu mengembuskan napas kasar. Lalu tanpa peduli penolakan dari Katya, dia menarik perempuan tersebut. "Nath! Nathan! Nathan gila, lepaskan aku!" "Justru kamu yang akan menggila jika aku lepaskan!" jawab Nathan sedikit berteriak. Nathan tetap menarik paksa Katya seperti dia menarik Bayu tadi. Persetan meski perempuan ini terus berontak bahkan kakinya yang dialasi heels tinggi menendang-nendang tulang kering Nathan hingga terasa ngilu. "Jika kamu tidak bisa diam juga, aku akan menggendongmu, Kat!" pekik Nathan mengancam, karena saat itu Katya menendang kakinya sangat keras hingga Nathan mengaduh sakit. "Lagian kamu mau ke mana, Nath? Malam masih panjang," gerutu Katya sebal. "Kamu lihat sini." Ia menarik Nathan mendekat ke sisinya. "Kamu mau tahu sesuatu tidak?" tanyanya, agak berbisik di telinga Nathan, sampai Nathan nyaris tidak mendengar suaranya. "Ini rahasiaku, sungguh. Aku akan memberitahukan padamu malam ini." Nathan menutup hidungnya dengan telapak tangan karena mulut Katya benar-benar bau alkohol. "Terserah. Entah itu rahasia atau apa, aku tidak mau tahu. Yang mau aku tahu hanyalah kita harus pulang segera." *** Raka mematikan lampu utama, membiarkan hanya lampu meja yang menjadi penerangan di kamar Zefanya. Ia lalu menarik kursi di depan meja ke sisi ranjang Zefanya lalu duduk di atasnya. "Aku sudah mengantuk sekarang. Kamu bisa pergi, Raka." Zefanya menatap Raka. Sangat jelas di wajahnya terpatri rasa bersalah yang amat pekat karena membiarkan Raka datang jauh-jauh dan meninggalkan pekerjaan hanya demi melihat keadaannya. "Aku akan pergi lima menit lagi," balas Raka. Zefanya tidak membalas apa pun setelahnya. Mungkin karena dia tahu Raka tidak akan bisa dibujuk lagi, atau mungkin karena rasa kantuk berkat obat yang dia minum sudah begitu kuat sehingga Zefanya tidak bisa lagi mempertahankan kesadaran. Raka menarik kursinya lebih dekat ke arah Zefanya. Melihat wajah gadis itu dengan tatapan yang sulit diartikan. "Kamu sudah berjuang begitu keras selama ini. Tidak apa untuk istirahat sesekali, Ze," ucapnya, meski tidak tahu apakah ucapannya bisa didengar ataukah tidak oleh Zefanya yang kini sudah dipastikan terlelap. Raka menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Tersenyum simpul nan hangat. Perlahan, tangannya bergerak di sekitar rambut Zefanya yang lepek oleh keringat. "Lekas sehat. Jangan lama-lama sakit. Aku khawatir," katanya. *** Zefanya terbangun dari lelap. Suasana begitu hening, benar-benar hening. Perempuan itu melirik jam dinding. Sebentar lagi jam menunjukkan waktu tengah malam tepat. Tubuhnya masih begitu lemah dan panas. Bahkan dia masih merasa sadar tidak sadar. Gadis itu menarik napas panjang. Berusaha mengenyahkan rasa berat yang membelenggu jantungnya hingga terasa sesak. Lalu lekas mengambil ponsel dan juga gelasnya yang sudah kosong, kemudian berjalan ringkih keluar kamar. Gadis itu berhenti dua langkah dari depan pintu kamar. Diliriknya kamar Nathan dengan matanya yang sayu. Masih gelap. Itu artinya, Nathan belum pulang, sebab laki-laki itu tidak pernah mematikan lampu setiap tidur. Perasaan Zefanya mendadak gelisah tanpa sebab. Di mana Nathan tidur? Dengan siapa? Apakah dia tidak akan pulang malam ini? Pertanyaan itu terus bergelayut di benak. Terutama saat Zefanya ingat ... Nathan pergi menemui Katya, gadis yang katanya akan dijodohkan dengannya. Usai mengambil minum di bawah, Zefanya duduk di sofa ruang tamu. Entah mengapa gadis itu tidak ingin kembali ke kamar. Dia ingin melihat sendiri Nathan pulang. Meski, mungkin saja, Nathan tidak pulang malam ini. Zefanya tersenyum getir, menggigit bibir bawahnya, meringis. Sesungguhnya dia sadar mengapa ia berlaku demikian. Namun, Zefanya menampik semua kenyataan itu. Lebih tepatnya, Zefanya tidak ingin terseret ke dalam masalah besar hanya karena perasaannya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN