Frans berhasil bersikap normal di rumah. Baik ketika berkumpul dengan ayahnya, Adam. Maupun ketika harus bersusah payah menelan makanan di dapur. Tak ada seorang pun yang tahu jka dirinya memuntahkan semua makanan itu. Bisa dibilang tidak ada satu makanan pun yang masuk ke dalam perutnya. Anehnya, ia sama sekali tidak merasa lapar.Tubuhnya mungkin baik-baik saja. Tapi pikiran dan jiwa Franace mulai terusik. Ia mulai sensitive karena merasa memiliki penyakit aneh dan berbahaya.
"Hei, siapa kamu. Beraninya duduk di mejaku!" bentak seseorang.
Frans yang sedari tadi menenggelamkan wajahnya dengan kedua tangannya di atas meja. Terpaksa mendongak.
"Setahuku ini mejaku," ucapnya seraya menatap datar pada seorang siswi yang baru pertama kali ia lihat sejak masuk kelas.
Gadis itu terkejut melihatnya. Hingga buku yang ia pegang jatuh berserakan di lantai.
"Frans," serunya. Ia menatap Frans dengan mata berbinar.
"Aku tak percaya ini. Apa aku sedang bermimpi," serunya lagi seraya menangkupkan kedua tanganya tanpa permisi di pipi Frans.
"Hey, beraninya kau menyentuhku." Frans menghalau tangan gadis aneh itu dari wajahnya.
Teman-teman sekelas yang melihat hal itu segera mendekat.
"Mengapa kau mengganggunya Jessy," tegur seorang siswi pada gadis yang telah dengan lancang menyentuh Frans.
"Aku tak mengganggunya. Kupikir aku sedang bermimpi," sahut Jessy masih menatap Frans.
"Semua siswi di sini juga merasa begitu. Jadi jangan berlebihan. Tempat dudukmu sudah dipindah ke mejaku. "
"Baik Poe." Akhirnya Jessy mengambil lagi bukunya yang berserakan di lantai. Kemudian ia meminta maaf kepada Frans atas kesalahannya.
"Maafkan kesalahanku Frans," ucapnya.
Frans mengernyit. Bagaimana Jessy bisa tahu namanya. Namun itu tidak penting. Gadis itu sudah menyentuhnya tanpa permisi. Dan ia pantas untuk masuk dalam daftar gadis yang tidak ia sukai dan tak termaafkan.
"Poe, mengapa kau tidak memberitahuku jika Frans melanjutkan sekolahnya di sini. Kau kan tahu aku fans beratnya." bisik Jessy ketika bergabung di meja Poe.
"Kupikir kau sudah tahu. Bukannya kau bilang kemarin jika dia sepupumu," protes Poe.
Jessy terdiam. Ia ingat saat terakhir kali bertemu Adam. Saat itu paman tampannya itu berkata jika selebgram yang sangat ia sukai itu anaknya. Dan di hari itu Adam pamit kepada ayahnya untuk menjemput anak dan istrinya itu di Australia. Tapi mengapa ayahnya, Samuel tidak memberitahunya jika paman Adam sudah kembali ke Blue Sky. Sekali lagi Jessy melihat ke arah Frans. Cowok itu terlihat jauh lebih tampan ketimbang di foto.
"Frans kenapa mematung begitu?" tanya Tony yang baru kembali dari toilet.
"Hari ini moodku jadi memburuk," sahut Frans dengan kesal.
Tony mengernyit tak mengerti. Apa yang terjadi selama ia di kamar mandi. Namun Tony tak berani mengusik, ia memilih diam dan memperhatikan seorang siswi baru yang sering mencuri pandang ke arah Frans. Karena gadis cantik itukah?
***
Terdengar suara pintu diketuk. Frans membuka pintu dengan tergesa. Namun begitu pintu dibuka sesosok gadis cantik mengejutkannya.
"Kau, apa yang kau lakukan di sini?" kejut Frans melihat Jessy telah berdiri di depan pintu kamarnya.
Jessy tidak menjawab. Ia justru merangsek maju membuat Frans memundurkan langkahnya. Melihat gelagat Jessy Franace hendak menutup pintu kamarnya, namun telat gadis itu sudah masuk dan seenaknya memotret dan foto selfi.
"Hai, hari ini aku ada di dalam kamar Frans," ucapnya. Tampaknya ia sedang melakukan siaran langsung di sebuah medsos. Bahkan tanpa ragu ia menarik Frans untuk mendekat ke arahnya. "Lihat, aku tidak bohong kan, kalian jangan cemburu ya." Ucapnya seraya mengakhiri videonya.
Kemarahan Frans sampai ke ubun-ubun.
"Frans, makan yuk. Aku sudah membawakan makanan enak untukmu." ucapnya senang.
Frans tidak menjawab. Ia justru menyeret Jessy keluar kamar.
"Ingat, jangan pernah masuk kamarku lagi!" bentaknya.
Blam. Frans menutup pintu dengan kasar. Bagaimana Jessy seenaknya bisa ke kamarnya dan menyentuh dirinya. Ia merasa jijik dan memutuskan berendam di kamar mandi. Jessy turun dengan wajah kecewa. Melihat hal itu Tony menahan tawanya. Ia sudah memperingatkan gadis itu untuk menunggu di bawah, namun ia bersikeras menemui Frans sendiri yang sangat anti dengan gadis kecuali Luna
"Kenapa ponakan paman yang cantik tampak murung ya," tegur Adam melihat Jessy merengut setibanya di bawah. "Apa Frans berbuat sesuatu padamu?" tanya Adam memastikan.
Jessy menggeleng.
"Tampaknya dia kurang suka padaku paman," sahut Jessy.
"Tentu saja. Kau menyentuhnya tanpa ijin, masuk kekamarnya tanpa ijin. Jelas dia marah." Tony yang menjawab.
"Aku kan menyentuh sewajarnya. Apa masalahnya saat kenalan pun biasanya juga salaman, masa harus ijin segala," protes Jessy.
"Tapi dia berbeda. Dia tidak suka di sentuh siapapun. Apalagi perempuan," jawab Tony lagi.
"Biar nanti kumarahi Frans. Kau tenang saja," bela Adam terhadap Jessy.
"Kau dulu juga begitu Dam," tegur Tiara.
"Ya, bedalah sayang. Dulu aku kan monster. Sedangkan sekarang kan beda cerita." Adam tersenyum dan memeluk istrinya dengan posesif. "Sekarang suami tampanmu ini bahkan sudah tumbuh uban. Lihat." Tunjuknya ke tempat dimana sebagian rambutnya terlihat memutih.
Tiara tersenyum melihat itu.
"Kalau mau bermesraan ke kamar kalian sana. Jangan merusak kesucian pandangan anak-anak," usir Hari pada Adam dan Tiara. Ia me yuguhkan minuman dan kue kering ke hadapan Jessy yang ditemani Tony.
"Kalau kau tak ada kerjaan Dam, coba lihat anakmu sana. Dia melewatkan makan siangnya. Aku takut dia sedang sakit" ucap Hari lagi. Karena kalau dia yang ke sana pasti Frans akan marah. Tapi kalau ayahnya mungkin tidak akan masalah.
Adam tidak membantah. Ia segera melepaskan pelukannya pada Tiara dan naik ke kamar anaknya. Kini kamar yang dulu ia tempati telah ia berikan kepada Frans. Sedangkan ia dan Tiara memilih kamar di lantai satu.
"Frans, keluarlah nak," panggilnya, namun tidak ada sahutan.
Adam memutar gagang pintu. Tidak dikunci.
"Frans, maaf Dad masuk tanpa ijin, kamu sih....." kalimat Adam menggantung melihat isi kamar Frans yang berantakan. Buku-buku berserakan. Bahkan meja tamu di kamar itu hancur dan patah.
"Frans!" panggilnya panik. Ia segera memeriksa kamar mandi. Tampak air hangat masih mengepul di bathtub. Bunga melati berserakan di lantai. Tirainya robek. Juga terdapat ber cak darah. Wajah Adam memucat.
"Frans!!!" panggil Adam lagi. Kini ia lari ke beranda. Ia menemukan beberapa daun dari hutan Epping yang terdapat di sana. Dengan sigap Adam ke luar kamar dan berteriak.
"Mishaaaaaaa!!!! Cepat kemari," perintahnya. Semua orang yang berada di ruang tamu terkejut mendengar teriakan Adam. Mereka semua menyusul ke atas termasuk Misha yang dengan cepat memenuhi panggilan Adam.
"Ada apa Dam?" tanya Tiara hawatir.
Adam menatap istrinya dengan perasaan berkecamuk. "Anak kita menghilang," jawaban Adam membuat Tiara terkejut dan Pingsan. "Kumohon bawa dia ke kamarnya Cloe." pinta Adam. Sementara dirinya meminta Misha mencari tahu siapa pemilik darah itu. Dan bau siapa yang tertinggal di kamar Frans.
"Dam, ini bau darah anakmu," ucap Misha ketika mencium sedikit darah yang tertinggal di pinggiran bath tub.
Rahang Adam mengeras, siapa yang telah berani melukai anaknya.
"Dam aku harus membisikkan wangi siapa yang memasuki kamar ini," ucap Misha.
Adam mengangguk dan Misha segera membisikkan apa yang diketahuinya. Mata Adam membulat. Tangannya mengepal. Kemarahannya ia tahan luar biasa.
"Hari, cepat telepon Samuel dan Brian. Suruh mereka kemari. Sekarang juga," perintahnya.
Semua orang segera turun dan sibuk dengan tugas mereka. Sementara Tony dan Jessy masih di kamar Frans. Tony tampak resah, semua yang terjadi seperti mimpi. Ia merasa sakit.
"Apa ini semua salahku. Apa aku melakukan kesalahan," gumam Jessy. Ia takut. Dan sangat hawatir. Ia tidak mau terjadi apapun dengan Frans.
***
Frans membuka matanya perlahan. Ia melihat bayangan seseorang samar mendekat ke arahnya. Namun ia yakin dengan pasti jika orang tersebut adalah Luna. Wangi darahnya sangat ia hafal di luar kepala.
“Luna,” ucap Frans namun tak ada jawaban. Gadis itu malah menjauh. Frans sangat menyayangkan pandangannya yang tidak bisa melihat dengan jelas.
Beberapa saat yang lalu seseorang masuk ke dalam kamarnya. Baunya rasanya tidak asing. Saat Frans mendekat tanpa diduga orang tersebut menyerangnya. Frans terluka kemudian tidak ingat apapun lagi.
“Kumohon Dok,” terdengar isak Luna.
“Ini semua salahmu. Pergilah, atau aku adukan kepada tuan Adam,” suara itu mengancam Luna.
Frans ingin bangkit dan hendak membantu Luna. Ia tidak mungkin berdiam diri sementara gadisnya sedang dalam masalah. Namun sebuah jarum menusuk lengannya. Frans hendak melawan namun kemudian tak sadarkan diri kembali.