Serangan

1418 Kata
Mereka pikir pagi ini suasana sudah membaik, tanpa menyadari kalau serangan sesungguhnya bahkan baru akan dimulai. Gerbang SMA Gajah Mada terbuka lebar. Tiga motor ninja yang sama-sama berwarna hitam masuk dengan mulus. Mulus dengan tatapan kagum dari warganya, jelas yang dimaksud pasti warga mereka kaum hawa. Meski sudah hampir tiga tahun bersekolah disana, sepertinya nggak ada yang bosan melihat pesona mereka. Saka bisa bernapas lega, karena kasusnya sudah selesai. Cap tersangka yang menempel pada dirinya sudah hilang. Kasus penculikan oleh Yachio terhadap Tiara pun sudah diselesaikan secara hukum. Tiara pulang dengan selamat, meski begitu dia masih butuh perawatan medis mengingat hampir setahun diculik oleh Yachio Dragon. "Ehem." Riko berdehem pura-pura tenggorokannya sakit. Nggak ada yang menggubrisnya, bahkan sekarang improvisasinya sudah seperti orang sekarat. Hanya menimbulkan tatapan-tatapan aneh dari para murid yang ada di kantin. Cakep cakep kok penyakitan. Kurang lebih seperti itu arti tatapan mereka. "EHEMMM!!!" semakin keras kali ini Riko berakting sampai menggebrak meja juga. Baru Saka mendongak karena aktivitasnya membaca berita dari koran yang tadi diambil di ruang guru terganggu. "Ambil sana, Iqbal yang bayar." Celetuk Saka santai langsung dapat lirikan tajam dari murid yang duduk di sebelahnya tengah menyantap gado-gado level sepuluh. Saka nyengir ke murid di sebelahnya itu lalu meralat ucapannya, "Nggak deng, becanda Bal, gitu aja ngelirik gue kayak pisau cukur lo mah!" "Jadi?" sela Riko memastikan kesejahteraan perutnya yang meronta minta gratisan dari mantan tersangka kasus kriminal. "Ambil sepuasnya Riko sayang, bebas lo mau beli gerobaknya mang ujang juga sok atuh silakan." Saka memamerkan deretan giginya dan Riko pun langsung beranjak berdiri, pindah dari satu penjual ke penjual lain, memesan semuanya. "Semua udah beres kan?" Kali ini murid di samping buka suara, meletakkan ponsel yang sedari tadi dia pegang, memutar kursinya menghadap Saka. Iqbal jelas mengkhawatirkan Saka. Bagaimanapun juga mereka sudah berteman sejak SD. Selama setahun ini, Iqbal lah yang paling tahu bagaimana Saka menghadapi semua. Tertekan tapi tetap berpura-pura baik-baik saja. Menjalankan perannya sebagai preman nomor wahid Gajah Mada dengan sangat baik. "Ini sudah tiga hari sejak Tiara ditemukan. Gue belum jenguk dia juga. Ah bahkan gue dilarang Bang Eza buat jenguk Bang Al." Saka mendesah kesal. Dia dilarang untuk berbuat macam-macam. Dilarang terlalu mencolok. Ali langsung dirawat di rumah sakit tiga hari yang lalu, karena lukanya cukup parah. Ada tiga tusukan di perutnya. Eza atas permintaan Ali, menyuruh Saka untuk tetap bersekolah seperti biasa, sambil mengawasi Lintang di sekolah. "Tapi hari ini Bang Al udah keluar, dia harus mengikuti sidang kan?" Saka mengangguk, menyodorkan koran yang dia baca ke Iqbal. Peristiwa tentang kasus Tiara sudah jadi berita utama. Tapi sialnya, nama Yachio Dragon nggak disebut sedikit pun disitu. "Yachio semengerikan apa ya? Gue penasaran. Gue pikir dulu Erlangga sudah termasuk mavia yang paling bahaya." "Bal ..." Panggil Saka menoleh ke sahabatnya itu setelah melihat Riko selesai memesan dan menuju ke arah mereka. "Lo tahu kan gue selalu berharap jadi murid biasa, tapi kenyataannya itu nggak mudah. Dan siapa aja yang deket sama gue, " ucap Saka berhenti, tersenyum tipis, "Akan selalu mengalami kesulitan yang sama. Lo tahu itu kan?" "TAHU DONG! Gue sadar sesadarnya Ka, Gue nggak akan tinggalin lo!" timpal Riko semangat 45 membawa semangkok bakso, nyengir lebar karena perutnya akan dimanjakan hari ini. Dan PLAKKK pukulan sendok mendarat manis di kepalanya dari Iqbal. "Gue yang ditanya b**o!" bentak Iqbal kesal juga. "Gue kan juga sahabatnya Saka!" bela Riko santai, mengaduk campuran saos, kecap dan sambal di mangkoknya. "Tapi Saka lagi serius ngomong sama gue! Lo main nyamber aja, dasar b**o dipelihara!" gantinya Iqbal menarik mangkok bakso itu ke hadapannya, tersenyum puas melihat Riko murka. "Lo berani ambil bakso gue hah?" "Kan gue sahabat lo juga?" Tawa Saka pun meledak. Tingkah konyol Iqbal dan Riko benar-benar menghibur. Lima menit mereka saling tarik menarik mangkok itu sampai ada Karin yang lari tergesa-gesa hampir menabrak Saka. Gesit Riko menahan dengan lengannya. Riko nggak terima Saka dapat sosoran gratis dari Karin. Tapi gantinya dia dapat pelototan gratis dari Karin. "Gawat Ka, gawat! Gawat! Ini gawat!" celoteh Karin ngos-ngosan sambil menunjuk luar kantin. "Gawat kenapa hem, ada yang ganggu lo? Dimana? Biar gue yang urus!" sela Riko panik sendiri nggak jelas memegang kedua bahu Karin, tapi jelas saja langsung ditepis siempunya bahu. "Gawat apanya?" kali ini Iqbal menengahi karena tahu Saka malas harus bicara dengan mantan pacarnya itu. "Er ... er ... er," "Er apa sih?" desak Riko nggak sabaran. "Er lang ga, ada di depan. Erlangga serang sekolah kita." *** "Mau sampek kapan lo kayak gini?" Lintang menendang-nendang kerikil yang ada di depannya, kesal. Mukanya terus-terusan cemberut tiga hari ini. "Aku jagain kamu, ngerti?" jawaban Elang pun tetap sama. Dia tengah berdiri bersandar pada tiang halte, menemani Lintang menunggu bus menuju SMA Gajah Mada. Karena Lintang menolak mentah-mentah tawaran Elang untuk antar jemput. Jadi dia harus menemani Lintang di halte dan mengawasinya dari jauh. "Buat apa?" pertanyaan yang sama lagi dari Lintang. Lima menit lagi busnya datang. "Aku masih ada urusan, jadi belum bisa temenin kamu di sekolah. Sabtu aku janji, bakalan stay di sekolah awasin kerjaan kamu." "Lo jadi konsultan cuma pura-pura aja kan? Tujuan lo apa sih El? Jangan pernah coba-coba berani ganggu Bang Al. Gue disana bukan karena Bang Al. Bang Al nggak ada hubungan apapun sama gue. Kalo sampek lo jadi konsultan buat ganggu Bang Al, gue ak-" belum selesai Lintang melanjutkan ucapannya, Elang lebih dulu membekap mulutnya. Memang penyakit Lintang satu ini, sulit disembuhkan. Mengomel tanpa henti. "Iya, aku nggak akan sentuh Ali selama dia nggak bahayain kamu, ngerti? Buruan naik gih, mau ngomel sampek kapan?" Elang melepas bekapannya begitu bus berhenti di halte. Lintang buru-buru naik, nggak menanggapi Elang yang melambaikan tangan ke arahnya. Lalu seperti biasa terdengar bisik-bisik dari para penumpang, merutuki kebodohan Lintang. Ihh, nggak tahu diri banget. Sok jual mahal. Udah didada d**a sama cowok cakep, dianya cuek. Duhhh so sweet banget tuh cowok, kayak oppa oppa korea. Masyallah, makhluk mana sih itu, pagi-pagi pakai jas nongol aja di halte. Itu tadi d**a d**a ke gue bukan sih? Lintang langsung menyumpal telinganya dengan earphone mendengarkan lagu rocket rocker terbaru 'Reaksi Rasa' judulnya. *** Pintu gerbang sudah ditutup, setelah memastikan para warga Gajah Mada masuk dengan aman. Saka, Iqbal, Riko dibantu yang lain langsung turun lapangan. Meminta kepala sekolah untuk segera menghubungi polisi. Mendadak, deruan motor dari arah selatan datang. Ada sekitar dua puluhan murid dengan berseragam SMA Erlangga. Membawa kayu, linggis, dan senjata bahaya lainnya. Lemparan batu terus mereka lesatkan sejak datang. Saka kecolongan, dia belum sempat menyiapkan pasukannya. Jadi Saka cs hanya bermodal nekat, menepis lemparan batu itu dengan tangan. Lalu melempar balik ke arah lawan. Riko yang maju duluan, menghabisi siapa saja yang ada di depannya. Menendang lawan yang hampir memukul Iqbal dengan kayu dari arah belakang. Saka memberi kode keduanya untuk membuka jalan. Saka harus mencari terlebih dulu siapa yang memimpin Erlangga. Sampai akhirnya di tengah bentrokan itu, Saka menemukan seseorang yang tengah duduk di atas motor, hanya mengawasi dari balik kaca helm. Langkah kaki Saka melebar, cepat menuju kesana. Menendang beberapa lawan yang mencoba menyerangnya. Meraih kayu yang tergeletak sembarang, lalu menjadikannya senjata untuk menahan lemparan batu yang semakin banyak tertuju ke arahnya. Belakang kepala Saka terkena lemparan, darah segar mengalir. Tapi Saka nggak peduli. Dia lempar kayu itu tepat ke seseorang yang juga tengah menatapnya. Begitu tumbang, dengan paksa Saka melepas helm itu lalu melayangkan tinjunya tepat kena muka. "Lo yang pimpin mereka?" tanya Saka tajam masih menarik kaos seseorang itu. "Lo lupa sama gue?" tanyanya balik tersenyum licik, meludahkan darah yang ada di sudut bibirnya akibat tonjokan dari Saka. "Gue nggak perlu tahu siapa lo, lo yang pimpin ini? Siapa yang nyuruh? Bumi?" Seseorang itu tertawa kali ini, menghempaskan cekalan Saka. "Akhirnya lolos juga lo dari penjara. Gue kira lo bakal membusuk di sana. Murid SMA Gajah Mada, terdakwa kasus penculikan putri dari pejabat tinggi." DUGGG Sekali lagi Saka menonjoknya, menginjak pergelangan tangannya begitu dia terjatuh. "Lo pikir gue bakal diem aja? Lo nggak akan lolos, jadi jawab siapa yang nyuruh lo kesini?" tandas Saka tajam. Tangan Saka sudah mengepal geram. Mati-matian dia menahan diri untuk nggak terlibat lagi dengan SMA Erlangga. Dia sudah berjanji nggak akan menimbulkan masalah untuk Ali. Tapi kenapa Erlangga membangunkan banyak singa tidur saat ini. "Lo lihat di sana?" seseorang itu menunjuk ke arah jarum jam sembilan, tepatnya di halte dekat sekolah. Begitu Saka mengikuti arah telunjuknya, tatapan Saka berubah panik. Kakinya semakin kencang menekan pergelangan tangan lawan bicaranya itu. Saka lengah ternyata. Dia seharusnya bisa menebak tujuan Erlangga kesini. "Apa maksud lo?" "Itu tujuan gue kesini! Lintang kan namanya?" ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN