Bab.11 Siasat

1560 Kata
Freya terpaku menatap kedua buah hatinya yang tengah terlelap pulas. Benaknya masih dipenuhi kejadian menegangkan di kafe Lala barusan. Dia sama sekali tidak takut, toh hidupnya sejak dulu memang selalu dikejar ketakutan dan rasa tidak tenang. Namun, beda urusannya karena sekarang anaknya juga menjadi target ancaman dari orang-orang tidak waras yang dibutakan oleh dendam itu. Di luar sana entah masih berapa banyak lagi musuh suaminya yang berkeliaran mencari celah mencelakai mereka sekeluarga. Akankah selamanya hidup mereka dibayang-bayangi ketakutan seperti ini. Ini bukan masalah penyesalan bersuamikan seorang Ibra Abraham yang punya sisi kehidupan keras. Freya hanya berusaha meyakinkan dirinya sendiri akan tetap kuat berdiri di samping suaminya, meski dia tahu jalan di depan sana sama sekali tidak mudah. "Maaf …" Ibra yang baru kembali dari ruang kerjanya memeluk istrinya erat. Tatapannya juga tertuju pada Langit dan Jingga yang tampak pulas di atas tempat tidur. "Pria itu tadi orang suruhan Budiman Anggoro atau hanya pengunjung yang memang tidak sengaja tersandung?" tanya Freya. "Dia bukan orang suruhan Budiman, tapi juga bukan pengunjung biasa.'' jawab Ibra semakin membuat istrinya bingung. "Lalu siapa?" Ibra memutar tubuh Freya menghadapnya, tangannya terulur membelai wajah cantik yang menatapnya khawatir itu. Sebenarnya dia tidak ingin istrinya tahu lebih banyak yang justru akan membuatnya semakin was-was, tapi tidak adil rasanya karena juga melibatkan dia di dalamnya. "Masalahku dengan Budiman Anggoro sudah selesai. Dia tidak akan lagi bisa mengusik kita, Yang." jelas Ibra. "Selesai? Kapan pria itu tertangkap? Kenapa tidak ada beritanya?" cecar Freya. "Lupakan soal itu, yang penting dia tidak akan membuat ulah lagi." ucap Ibra. Jantung Freya berdegup kencang, mencoba menerka apakah nasib Budiman Anggoro juga berakhir sama seperti Yoga Aditama, Sonia dan Ega. Kalau iya, berarti tangan yang kini sedang membelainya lembut ini kembali telah merenggut nyawa. "Yang …" "Hm …" "Kenapa menatapku begitu?" tanya Ibra membalas tatapan mata istrinya yang hampir tak berkedip. Freya hanya menggeleng lalu memeluk erat suaminya, sangat erat. Mau sehitam apapun sisi lain kehidupannya, Freya tahu Ibra bukan orang yang akan bertindak sejauh itu kalau tidak lebih dulu terusik. "Jangan takut, aku tidak akan membiarkan siapapun mengusik kalian." ucap Ibra merengkuh hangat istrinya. "Kalau urusan Abang dengan Budiman sudah selesai, lalu kenapa masih ada yang datang membuat ulah? Siapa lagi dia?" tanya Freya. Ibra melepaskan pelukannya, lalu mengangkat tubuh Freya dan didudukkan di atas meja rias. Ada baiknya memberitahu istrinya tentang Arya Prayoga, supaya Freya tahu siapa lawan yang harus diwaspadai. "Kamu masih ingat dulu ada wanita yang pernah ditemukan mati over dosis di Mirror?" tanya Ibra. "Masih, adiknya Andra kan? Pria yang dulu membantu anak Budiman Anggoro menembak Sasha dan Bang Aksa," ucap Freya. "Iya, wanita itu adalah tunangan Arya Prayoga. Pria yang berebut jus jeruk denganmu waktu jamuan makan di villa." Ibra terkekeh melihat Freya yang melongo dengan mata membulat lebar. Begini resiko punya istri yang lugunya amit-amit, jadi gampang termakan sikap ramah dan sok sopan orang. "Jangan bilang dia juga orang yang sudah membantu Budiman kabur dari tahanan?" tebak Freya. "Tumben kamu nggak lemot, Yang?" ledek Ibra tergelak melihat istrinya merengut kesal, lalu mendorongnya menjauh. "Kalau sudah tahu akar masalahnya, kenapa Abang tidak coba jelaskan ke dia?" "Aku juga baru tahu ini kemarin, jadi belum sempat menemui Arya Prayoga." sahut Ibra. Dia kembali memeluk istrinya yang sejak punya anak justru terlihat semakin cantik dan keibuan. "Tapi meski dijelaskan pun dia belum tentu mau mendengar, apa lagi menerima. Sama seperti Andra yang tetap ngotot menyalahku karena mengira adiknya mendapatkan obat itu dari kami," lanjut Ibra. "Tetap harus dicoba, sebelum dia bertindak lebih jauh." ucap Freya. Ibra mengangguk, mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Freya lembut. Beruntung dia punya istri yang meski kadang lemot, tapi kuat karena sudah ditempa oleh perjalanan hidupnya yang keras. Wanita luar biasa yang mampu menjungkir balikkan dunianya dan membuatnya semakin jatuh cinta lagi dan lagi. "Lain kali kamu harus lebih berhati-hati kalau bertemu dengan Arya Prayoga lagi! Dia tidak sebaik yang terlihat." "Iya," sahut Freya mengangguk. Ibra kembali mengecup bibir istrinya, sebelum kemudian berbalik dan melangkah menuju tempat tidur. Senyumnya merekah lebar melihat dua bocah kecil kesayangannya yang tidur berpelukkan. "Abang tidak balik ke kantor lagi?" tanya Freya merangkul lengan suaminya. "Ini mau berangkat, pekerjaanku belum beres. Nanti tidur saja dulu, pulang kantor aku masih harus mampir ke Mirror!" Freya hanya mengangguk tanpa bertanya lebih jauh. Dia sudah biasa dengan ritme kesibukan suaminya yang kadang memang harus pulang larut malam. Apalagi sejak mulai bermunculan masalah teror itu, tak jarang Ibra pulang saat sudah menjelang pagi. *** "Kamu yakin dia mau datang kesini?" tanya Naresh. Ibra yang berdiri menghadap dinding kaca menatap hingar bingar lantai satu nightclub miliknya itu hanya mengedikkan bahu. Dia hanya mengirimkan pesan meminta Arya Prayoga datang menemuinya di Mirror. Kalau ternyata pria itu tidak sudi datang, besok dengan senang hati dia akan membuat Agung Prayoga digiring masuk ke penjara. "Dia pasti tahu kalau aku bisa melempar Budiman Anggoro ke penjara, maka juga bukan hal sulit membuat ayahnya menghabiskan sisa umurnya di sana." ucap Ibra kembali duduk bersama Naresh, Reza dan Satria. "Jangan lembek lagi Ib, ingat hari ini dia sudah mulai berani terang-terangan berulah! Apa jadinya kalau kopi panas itu sampai mengenai anak-anak kalian?!" Mereka mengangguk setuju dengan ucapan Reza. Arya Prayoga pasti tahu kalau Ibra dan Freya datang ke kafe bersama kedua anaknya yang baru berusia satu tahun, tapi orang suruhannya tetap main tangan. Itu yang membuat mereka sangat geram. "Istri ataupun anakku, kalau sampai mereka terluka sedikit saja aku pasti akan membuat dia membayarnya." tegas Ibra. "Aku sudah tanya temanku yang dulu juga kenal dengan Andra. Menurutnya Helena bukan adik kandung Andra. Dia diangkat anak saat berumur sepuluh tahun," ucap Satria sambil menyimpan kembali ponselnya setelah membaca pesan masuk dari temannya. "Apa lagi?" tanya Ibra. "Hanya itu, dia akan memberitahuku kalau ada perkembangan lain." sahut Satria. "Hanya adik angkat dan hebatnya Andra sampai rela mempertaruhkan semua yang dia miliki untuk balas dendam, bahkan sampai kehilangan nyawa." Mereka diam saling lempar pandang. Kecurigaan Reza meski terdengar sedikit berlebihan, tapi masih masuk akal. "Bisa jadi, apalagi Budiman Anggoro juga pernah bilang kalau sejak awal Andra menentang keras hubungan adiknya dengan Arya Prayoga." ucap Satria. "Sat …" panggil Ibra. Iparnya itu tidak menyahut, hanya melirik malas dengan wajah kecut sisa marah tadi siang. Padahal dia sudah berbaik hati memberitahunya soal Rena yang makan siang bersama mereka di kafe Lala, tapi buaya tengil itu masih menjadikan dirinya sasaran kemarahannya pada Freya. "Kamu kan paling pintar merayu, coba datang ke tempat dulu Helena sering nongkrong dan dekati teman-temannya. Itu jauh lebih mudah untuk mengorek keterangan tentang dia. Sumpah, aku pasti tutup mulut tidak akan mengatakan apapun ke papa dan Rena." Mereka cekikikan melihat Satria yang langsung mendengus keras dengan tatapan sinisnya. Susah payah dia bertobat dan berusaha keras mengembalikan kepercayaan papanya, belum lagi karena hobinya yang satu itu telah membuatnya sempat kehilangan Rena dan Naya. Sekarang demi menyelidiki wanita yang bahkan sudah mati, ipar laknatnya itu malah menyuruhnya kembali berburu kucing montok. "Kenapa tidak kamu sendiri saja yang merayu mereka? Sumpah, aku tidak akan mengadu ke papa, emakmu dan Freya!" balasnya ketus. "Jangankan merayu, dari jarak sepuluh meter baru mencium aroma khas kucing liarnya saja sudah membuatku muntah. Kalau kamu kan sudah biasa," cibir Ibra begitu enteng menistakan orang. "Mulut sialan!" umpat Satria kesal. Reza dan Naresh sampai terbahak-bahak menertawakan keduanya yang tidak pernah akur. Apalagi Ibra yang tidak peduli pada kemarahan Satria terlihat begitu menyebalkan. "Atau kamu saja Za?'' Gelak tawa Reza sirna seketika mendengar permintaan Ibra. Yang benar saja, mana mungkin dia mau dekat dengan wanita model sekali pakai dan sudah pasti bekas banyak orang seperti itu. "Nggak! Baru membayangkan digerayangi mereka saja sudah membuatku gatal-gatal," tolaknya mentah-mentah. "Ini kan demi Freya," pancing Ibra. "Sialan! Giliran pas ketemu susahnya saja kamu bilang demi Freya. Dulu saat melihat aku patah hati kamu bahkan malah bersorak senang." gerutu Reza. Ganti Naresh yang melotot penuh peringatan saat Ibra mengalihkan pandangannya padanya. "Percuma menyuruhku, Ib! Kamu sendiri tahu aku bisa muntah karena jijik kalau dipepet wanita selain istriku." tegasnya. "Coba kalau yang harus dirayu cowok ganteng, tidak usah diminta Naresh pasti maju duluan." celetuk Reza membuat Naresh meradang. "Mulutmu minta disunat ya Za?! Aku sudah insaf, sialan!" Ibra tertawa terkekeh, tapi memang benar kalau sejak Naresh sukses menghamili Luna kelakuan beloknya seketika langsung sembuh total. Anehnya lagi, sahabatnya sejak masih pakai seragam abu-abu itu hanya bisa bereaksi pada istrinya, ke wanita lain dia masih jijik. "Cuma kamu yang masih free Za, jadi tugas kamu mendekati dan mengorek mulut mereka." ucap Ibra. "Nggak, enak saja!" sahutnya kukuh menolak. "Ya sudah, berarti kamu memang lebih senang melihat Freya tidak tenang dan terus ketakutan." Reza mendecak keras, beberapa kali tangannya menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan wajah galaunya. "Ok," ucapnya terdengar jelas sama sekali tidak ikhlas. Ibra tersenyum menang, mana mungkin dia kehabisan akal untuk membuat Reza mengalah. Dia tahu meski sekarang Reza mulai dekat dengan Lena dan Vian, tapi Freya masih punya tempat tersendiri di hatinya. "Xena mana?" tanya Ibra setelah sejak datang tidak melihat batang hidungnya. "Lagi momong anak emak yang masih rewel tidak mau ditinggal. Diajak kesini juga tidak mau, katanya takut ketemu kamu." jawab Satria sontak membuat mereka terbahak. "Kalau begitu besok biar aku yang kesana mencarinya. Lihat mau ngumpet kemana dia nanti!" ucap Ibra dengan bibir berkedut geli. Perhatian mereka teralih ke pintu ruang VIP yang mereka tempati. Leon muncul dari balik pintu mengantar tamu yang sudah Ibra tunggu, Arya Prayoga. Dia datang dengan membawa beberapa anak buahnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN