Waktu

1038 Kata
Bella seperti terhipnotis kata-kata Bian, Bella mengkuti apa yang Bian katakan. Bella membeli beberapa snack, roti dan minuman. Kali ini Bella ingin memiliki waktu quality time untuk dirinya sendiri, setidaknya ada waktu 2 jam untuk Bella. "Kamu mau piknik?" tanya Lita yang melihat isi keranjang Bella yang penuh, "Nggak," "Ben mau study tour?" tanya Lita sembari mengeluarkan barang-barang Bella dari dalam keranjang, "Aku mau quality time, Pak Bian bilang aku harus segera pulang, beliau tidak mau melihat wajahku saat aku sedang libur," jawab Bella yang tidak sepenuhnya berbohong, "Tsk, sadis banget! Ganteng sih, tapi minus," "Lita, aku minta tolong nanti sore, habis kamu nge-shift datang ke rumah ya? Aku takut nanti Ben kesepian, aku mau healing sebentar," "Ben kemana? Kenapa kamu nggak ajak dia?" "Ben sibuk persiapan olimpiade, aku nggak mau ganggu jadwal belajar dia," "Oh, oke. Ntar aku bantu kamu jaga Ben," sahut Lita yang membuat Bella tersenyum legah, "Thanks, Lita, kamu memang selalu bisa aku andalkan," puji Bella yang membuat Lita mencibir Bella. "Hm, jangan pulang terlalu malam, besok kamu harus bangun pagi," kata Lita yang mengingatkan Bella untuk menjaga jam malamnya, "Iya," sahut Bella yang menyelesaikan pembayaran dan segera meninggalkan store. Bian segera menyelesaikan tugasnya, Bian meminta bantuan Pak Anggun untuk menyelesaikan tugas harian. "Pak, saya minta maaf, tapi apa Bapak bisa bantu saya untuk memberikan report beberapa store Bapak yang mengalami kendala profitnya? Dan, tolong bantu saya rekap penjualan item-item saya kirimkan ke Bapak via telfon," "Baik Pak," "Kalau begitu saya mau ke luar, nanti Bapak hubungi saya saja, dan jangan sungkan untuk meminta bantuan saya untuk stok barang atau apapun yang bisa saya bantu untuk toko Bapak profit," kata Bian yang membuat angin sejuk bagi Pak Anggun, "Terima kasih, Pak" sahut Pak Anggun yang mengantarkan kepergian Bian. Bian segera menuju ke tempat Bella berada, Bian mengerjakan pekerjaannya secepat mungkin, dia tidak ingin kehilangan kesempatan untuk bertemu dengan Bella. Kesempatan langka yang tidak akan terulang untuk kedua kalinya. Seperti dugaan Bian, Bella sedang membaca buku di sebuah kursi taman sembari menunggu kedatangan Bian. Bian membunyikan klakson mobil untuk menarik perhatian Bella, Bella menatap Bian yang tersenyum di dalam mobil, Bella segera menghampiri Bian dan bergabung bersama Bian, "Maaf, kamu harus menunggu lama," kata Bian yang membuat Bella menggelengkan kepala, "Nggak, kok. Aku juga baru sampai, " dusta Bella, "Oh," sahut Bian yang menatap Bella yang menatap Bella belum menggunakan sabuk pengaman, Bian berinisiatif untuk membantu Bella, perlakuan Bian yang terkesan tiba-tiba membuat Bella terkejut, jarak wajah mereka berdua sangat dekat, membuat Bella dapat menatap bulu mata Bian yang lentik,"aku hanya ingin membantu kamu, memasangkan sabuk pengaman," ungkap Bian yang membuat Bella menganggukkan kepala dengan kaku. "Iya," "Kita berangkat sekarang, Bell" ajak Bian yang melajukan mobilnya membelah jalanan kota siang itu. Bella menikmati perjalanannya, ini kali pertama Bella pergi jalan-jalan untuk menikmati hari liburnya. ** "Bell, aku tidak pernah berfikir kita akan beremu lagi," "Kenapa?" "Kamu seperti menghilang di telan bumi," "Tsk, kamu saja yang tidak menemukan aku dengan cepat, aku sekarang sudah menjadi bawahan kamu," "Apa kamu mau menikah dengan aku, Bella? Kamu tidak perlu bekerja, kamu hanya perlu menghabiskan uang aku," kata Bian yang membuat Bella menatap ke arahnya, "Apa kamu sedang melamar aku, sekarang?" Bian menghela nafas panjang,"Ya, setidaknya aku mencoba mempertahankan kamu agar kamu tidak meninggalkan aku lagi," "Jarak antara kamu dan aku sangat jauh Bian, bahkan aku tidak pernah bermimpi untuk bisa bersama dengan kamu dalam sebuah ikatan yang disebut pernikahan." aku Bella, "Kenapa?" "Kamu tahu dengan benar alasannya," "Ayah kamu, kamu masih beranggapan jika kamu memiliki hutang itu kepadaku?" "Ya," "Bell, apa kamu tidak bisa melupakan hal itu? Sungguh, aku tidak ingin mengungkit hal itu lagi," "Bian, ayah aku tidak akan berubah. Aku hanya tidak ingin kamu-" "Bell, apa sesulit itu aku ingin bersama dengan kamu, aku hanya ingin kita berdua bersama," Bella menatap Bian dalam, Bian menggenggam tangan Bella dengan erat, Bella tahu jika Bian akan melakukan hal ini. "Aku merasa tidak pantas untuk bersama dengan kamu, Bian. Kamu terlalu baik untuk aku, aku-," Tanpa persetujuan Bella, Bian mengceup bibir Bella. Membuat Bella mengatupkan kedua bibirnya dengan rapat. Tubuh Bella seketika membeku, merasakan getaran listrik di dalam tubuh Bella. Detak jantung Bella berbunyi tak karuan, membuat Bella memalingkan wajahnya, menutupi rasa malu yang menyeruak dari lubuk hati Bella. "Bell, aku sangat mencintai kamu," ungkap Bian. Bella dan Bian memutuskan untuk segera pulang. Bella tidak ingin mendustai hatinya lebih lama lagi. Bella menatap keindahan panorama sepanjang perjalanan melalu jendela kaca yang terbuka. Mengabaikan keberadaan Bian di kursi kemudi. "Bian, apa kamu yakin kita berdua bisa bersama?" tanya Bella yang membuat Bian menatap Bella sejenak, "Hm, aku yakin." "Kalau begitu, kita jalani saa hubungan ini seperti air yang mengalir," kata Bella yang membuat Bian tidak bisa berpikir jernih dan menepikan mobilnya di bahu jalan, Bian menatap Bella penuh arti, membuat Bella tersenyum dan menggenggam tangan Bian erat, "Kamu tidak sedang bercanda, Bella?" tanya Bian yang enggan menyembunyikan rasa bahagia yang Bian rasakan. "Tidak, " jawab Bella yang membuat Bian memeluk tubuh wanita yang dia cintai. * Bian menghempaskan tubuhnya di atas ranjang, mengabaikan tatapan sinis Sean, sahabatnya. Sean menghampiri Bian yang kini secara terang-terangan mengabaikan dirinya,"lo sengaja bikin gue kesal?" tanya Sean, "Nggak," "Terus? Kenapa lo lewat begitu saja, seolah-olah gue gak ada!" tegur Sean yang membuat Bian menatap sahabatnya. "Gue capek," aku Bian, "Lo dari mana aja? Gue baru datang dan menjabat sebagai wakil elo, lo malah keluyuran gak jelas," tegur Sean, "Gue gak minta lo buat ke sini, lo yang minta mutasi ke kakek gue," "Gue takut lo salah jalan, selama ini kita bedua bagaikan kepompong," "Tsk, jangan ngaco! Gue tahu tujuan elo apa. Lo menghindar dari perjodohan keluarga elo/" sanggah Bian yang membuat Sean memamerkan senyum indahnya. "Wah! Gue kagum sama kemampuan lo buat melihat masalah gue," puji Sean yang membuat Bian mendengus kesal,"gue bosan di rumah, kita keluar yuk!" "Malas, gue mau telfonan sama cewek gue," tolak Bian yang membuat Sean membelalakkan kedua matanya. "Demi apa? Jangan bercanda, sejak kapan lo punya cewek? Bukannya lo jomblo? Kakek bilang, lo menolak untuk menikah dan beliau minta gue untuk melakukan tugas penting ke sini," "Apa?" Sean menutup mulutnya, merutuki kebodohan yang dia lakukan beberapa detik yang lalu. Sean tidak bisa berkata-kata mengingat Bian tengah menunggu jawaban dari pertanyaannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN