Alea sudah sampai di club yang dijanjikan oleh Ira. Ira juga sudah menunggu Alea dan mengajaknya masuk ke dalam. Terlihat suasana ramai di sana walaupun hari ini bukan malam minggu.
“Rame banget Ra, balik saja yuk” pinta Alea.
“Nggak Al, ini masih biasa saja namanya. Tanggung juga kan sudah sampai di sini, masa mau pulang” ucap Ira sedikit berteriak. Suara dentuman musik membuat mereka harus membesarkan volume suaranya.
Mereka berdua duduk di meja yang kosong dan memesan minuman, tentu bukan minuman yang mengandung alkohol karena mereka tidak mau mabuk sedangkan besok harus kerja.
“Memangnya kamu nggak pernah ke club, Al? Di Paris juga nggak pernah?”
"..." Alea hanya menggelengkan kepala. Alea pernah sekali datang ke club dengan Irisha dan Ratu tapi itu dulu.
Ira begitu menikmati suasana di sana, badannya pun ikut bergoyang mengikuti musik yang sedang di mainkan oleh seorang DJ.
"Alea, turun yuk mumpung musiknya enak banget” Ira mengajak Alea menikmati musik tentu di tolak Alea mentah-mentah.
“Kamu saja ke sana, aku tunggu di sini aja”
Kemudian Ira meninggalkan Alea dan bergabung dengan beberapa orang.
Alea menyesap minumannya sembari melihat ponselnya. Demi menghilangkan kebosannya, ia membuka i********: yang selama ini ia non aktifkan untuk menghindari orang-orang yang menghubunginya termasuk melihat postingan atau berita tentang Raka dan Irisha.
Tatapan matanya terhenti pada postingan dari Ratu. Terlihat sahabatnya menghadiri pernikahan Raka dan Irisha. Sejenak ia menutup mata dan menarik napas dalam kemudian menghembuskannya kasar. Sekian lama ia melupakan peristiwa perih itu, sekarang ia malah kembali melihat kebahagiaan Raka dan Irisha. Masih ada perih di hatinya walaupun sedikit tapi ia senang, Raka akhirnya mau bertanggung jawab atas kehamilan Irisha. Alea segera menutup sosial media miliknya dan meletakkan ponselnya di tas. Alea tertunduk mengutuk dirinya karena membuka i********: yang pada akhirnya ia merasakan sesak di d**a karena foto itu.
Tiba-tiba terdengar keributan yang berasal dari meja bar yang letaknya tidak jauh dari meja Alea. Alea yang awalnya tidak peduli tapi hati nuraninya membuat ia mendekati kerumunan walaupun ia tidak bisa melihat dengan jelas. Terlihat seorang pria dipukuli tanpa perlawanan sama sekali. Tapi pihak lawan terlihat terluka bagian bibirnya, mungkin pria yang tergeletak di lantai itu memukul duluan.
Beberapa orang terlihat melerai tapi tetap tidak bisa. Alea yang kasihan melihat pria itu berusaha mendekat dan Alea semakin terkejut melihat Ken sudah babak belur di hajar pria tadi. Alea menerobos kerumunan dan mencoba menolong Ken.
“Tolong berhenti, jangan pukul dia lagi” teriak Alea yang di tatap oleh pria itu.
“Alea” Ken ternyata masih dalam keadaan sadar.
“Kamu siapa? wanita jangan ikut campur urusan laki-laki” teriak si pria.
“Dia pacar saya, jadi tolong jangan pukul dia lagi” Tiba-tiba saja Alea mengucapkan kalimat itu yang membuat Ken terkejut.
“Jaga pacarmu dengan baik, dia sangat sensitif tidak bisa diajak bercanda” ucap pria itu sembari meninggalkan Ken dan Alea.
Orang-orang yang berkerumun tadi membubarkan diri. Ira muncul dari balik kerumunan.
“Pak Ken, kenapa Bapak bisa babak belur begini?” Ira sangat terkejut melihat kondisi atasannya itu.
“Bapak baik-baik saja kan? Kenapa bisa berantem sih, Pak?” tampak kekhawatiran di wajah Alea.
“Saya nggak apa-apa Alea, ini sudah biasa bagi seorang pria” Ken meringis sakit saat menyentuh wajahnya yang penuh memar.
“Tapi bapak sekarang bonyok begini, hilang kan wajah gantengnyaa” Alea menginjak kaki Ira yang ada di sampingnya karena bicara tanpa berpikir. Yang ada di depan mereka ini adalah CEO. Bagaimanapun harus tetap sopan walaupun sedang di luar jam kerja.
Maafkan saya Pak Ken, tolong jangan pecat saya” Rauh wajah Ira berubah seketika.
Ken hanya tersenyum mendengar ocehan dari Ira.
“Ra, tolong pesankan minum Pak Ken. Air putih saja ya” pinta Alea pada Ira.
"..." Ira mengangguk tanda mengerti.
Alea mengelurkan sapu tangan dari tasnya untuk membersihkan darah yang keluar dari sudut bibir Ken. Ken sedikit terkejut dan sedikit menolak.
“Tenang saja pak, ini masih baru belum saya pakai. Jadi bebas dari kuman”
Ken terdiam, perasaannya tidak enak pada Alea yang ingin membantunya. Padahal Ken tidak ada niatan untuk menyinggung perasaan gadis itu.
Alea mulai mebersihan darah di sudut bibir Ken dengan pelan-pelan. Jarak mereka sangat dekat, bahkan Ken bisa mencium wangi dari tubuh Alea. Wangi mawar membuat Ken ingin menghirupnya dalam-dalam.
Tanpa sengaja manik mereka berdua bertemu, saling tatap untuk beberapa saat dan kedatangan Ira membuat mereka saling memalingkan wajah.
“Ini Pak Ken, minum dulu” Ira menyerahkan segelas air putih dingin dan diterima oleh Ken. Di tegaknya air putih itu tanpa tersisa sedikitpun.
“Sebaiknya Bapak ke klinik biar lukanya bisa diobati. Kalau dibiarkan nanti jadi infeksi” Alea menyimpan kembali saputangan yang berisi noda darah Ken.
“Tidak usah Alea ini tidak parah. Saya mau pulang saja dan beristirahat” Ken berusaha bangkit dari duduknya tapi tiba-tiba kakinya tidak bisa menopang tubuhnya dan kembali terduduk.
“Bapak selain luka ternyata mabuk juga” Ira menimpali.
“Sekarang begini saja, Bapak ikut saya pulang. Mobil saya biar Ira yang bawa. Saya tidak mungkin meninggalkan Bapak dengan keadaan seperti ini, saya sama Ira masih punya hati nurani jadi tolong jangan menolak”
Alea berusaha meyakinkan Ken, bahkan ia menatap dengan dengan lekat membuat Ken salah tingkah dan memalingkan wajahnya.
“Sejak kapan aku selemah ini di tatap seorang wanita” pikirnya dalam hati.
Ken tidak bisa menolak, Roy juga tidak bisa menjemputnya karena menemani istrinya ke dokter. Mau tidak mau ia hanya mengangguk menurut dengan ucapan Alea. Melihat Ken yang setuju, Alea tersenyum kepada Ken. Ken bisa melihat lesung pipi Alea yang membuatnya sangat cantik.
“Ra, ini kunci mobil aku. Kamu bawa saja besok ke hotel. Jangan lupa, kamu rahasiakan kejadian ini dari siapapun” Alea menyerahkan kunci mobilnya kepada Ira.
Setelah membayar semuanya, mereka bertiga keluar dari club. Dengan canggung Alea membantu Ken berjalan, tangannya memegang lengan Ken dengan hati-hati.
Mobil Ken melaju menuju apartemen mereka yang jaraknya sekitar lima belas menit dari club. Alea mengemudi dengan tenang karena takut membuat Ken marah jika ngebut. Padahal ia biasanya mengemudi dengan kecepatan lebih dari sekarang jika tidak bersama dengan Ken.
Ken yang duduk di kursi penumpang sesekali melihat ke arah Alea tanpa gadis itu sadari. Mereka diam beberapa saat tanpa ada yang mau membuka pembicaraan.
“Alea, kenapa kamu menolong saya? Bahkan kamu mengaku kalau saya pacar kamu” Ken bicara tanpa memandang Alea.
“Iya karena saya kasihan lihat Bapak. Saya sebenarnya malas ikut campur urusan orang lain tapi ‘rasa kemanusiaan saya tidak bisa diajak kompromi”
“Jika itu bukan saya, apa kamu masih mau menolong?” Kini Ken menoleh ke arah Alea. Ia menelisik apakah wanita di sebelahnya akan menjawab jujur atau berbohong.
“Kalau kondisi orang itu tidak terlalu menyedihkan mungkin saya tidak akan ikut campur” Alea tersenyum melihat Ken.
Ken menaikkan alisnya, “Jadi menurut kamu saya ini menyedihkan, Alea?” tanya Ken dengan nada protes.
Alea tersenyum geli melihat ekspresi Ken yang kesal “Bapak jangan pecat saya ya, saya cuma bercanda”
Ken hanya terdiam menatap ke arah luar jendela mobil.
Mereka sudah sampai di apartemen dan naik menuju lantai kamar mereka berada. Alea menyerahkan kunci mobil Ken dan pamit untuk ke kamarnya.
“Alea, terima kasih untuk malam ini karena sudah membantu saya” ucap Ken tulus sambil menatap Alea.
“Ingat obati lukanya Pak, kasihah wajah gantengnya jadi babak belur begitu”
Ken tersenyum karena Alea ucapat Alea yang entah serius atau hanya sekedar meggodanya, “Terima kasih Alea” ucap Ken tulus di balas senyuman manis dari Alea.
Setibanya di apartemen, Alea dan Ken berpisah dan sudah masuk ke dalam apartemen mereka masing-masing.
~ ~ ~
--to be continue--
*HeyRan*