Bondan Terinfeksi

1300 Kata
Waktu berjalan dengan cepat. Matahari pun terbenam bersamaan dengan gelapnya malam yang mulai menjalar ke seluruh Kota Yogyakarta. Tegar, Hesti, Wisnu, dan juga Bondan sudah bersiap untuk pergi dari tempat itu. Mereka sudah menyiapkan barang apa saja yang akan dibawa dan juga sedang membahas bagaimana cara melarikan diri dari tempat tersebut. “Aku akan turun dan mencoba melihat di sekitar apakah sudah aman,” ujar Tegar yang perlahan membuka pintu ruangan dan keluar. Bagaimanapun juga harus ada salah satu dari antara mereka yang mengejek ke bawah gedung apakah benar-benar aman untuk kabur atau tidak. Tegar menuruni tangga dan keluar gedung yang gelap tersebut dia menengok ke kanan dan ke kiri memastikan tidak ada zombie di sekitar gedung tersebut. Terlihat beberapa Zombie berkumpul di dekat minimarket yang lampu depannya menyala. Tegar pun memikirkan lewat jalan belakang untuk menghindari kumpulan zombie yang di depan cahaya tersebut. Sepertinya benar selain sensitif terhadap pendengaran mereka menyukai cahaya hingga berkerumun seperti itu. Edo yang ada di dalam ruangan loker minimarket itu tidak mengetahui kalau lampu depan minimarket menyala dan membuat beberapa zombie berkumpul di sana. Dia masih asyik saja tidur karena persediaan makanan dan minuman masih banyak. Lelaki itu tidak tahu kalau ancaman dan bahaya sudah berada di depan pintu. Tegar kembali naik ke gedung menghampiri kawannya yang lain di dalam ruangan. “Sekitar aman, tetapi kita harus menghindari depan minimarket karena ada beberapa Zombie berkumpul di sana. Lampu mini market itu menyala hanya depannya saja jadi menarik perhatian para zombie di sana,” jelas Tegar dengan saksama. “Baiklah, kalau begitu kita bisa lewat belakang saja menghindari lebih baik daripada membuang-buang peluru dan memancing zombie lainnya datang,” tegas Wisnu yang paham betul dengan situasi saat ini. Mereka berempat pun bergegas pergi dari ruangan tersebut perlahan-lahan dengan formasi Tegar di depan Hesti menyusul sama Bondan dan Wisnu berada di belakang untuk berjaga. Berjalan perlahan untuk menghindari suara yang berisik mereka sudah mantap itu melarikan diri menuju ke arah selatan. Terlihat jelas para zombie yang berkumpul di depan minimarket itu hanya berjalan di sekitar area yang terkena cahaya lampu minimarket. Mereka berempat bergegas menuju belakang gedung melewati jalan yang sempit. Zombie itu sama sekali tidak melihat karena cukup gelap di tempat itu. Melewati g**g sempit menuju ke belakang gedung yang gelap ternyata ada saja hambatannya. Beberapa zombie ada di sana tetapi sepertinya tidak bisa melihat apa pun karena sangat gelap. Tegar yang berada di depan pun memberi aba-aba dengan meletakkan jari telunjuknya di bibir yang berarti diam. Setelah itu mencari celah jalan untuk melewati para zombie yang ada di dalam g**g. Para zombie itu hanya terdiam karena beberapa kali berjalan menabrak dinding g**g. “Graa ... Graaa ....” Tegar memegang erat tangan Hesti dan Hesti memegang tangan Bondan. Mereka berjalan bergandengan agar tidak tersesat karena g**g tersebut sangat gelap. Wisnu yang berada di paling belakang berjaga dengan membawa pist*l. Tegar paling di depan tentu saja mencari jalan agar menghindari zombie yang berada di sana. Mereka berjalan perlahan tetapi pasti dan juga tanpa bersuara. Saat hampir keluar dari g**g belakang gedung tersebut mereka terhenti karena ada suara zombie lainnya di dekat sana. Tegar memberi aba-aba untuk mereka berhenti sejenak. “Graa .... Graaa ....” Ternyata masih ada beberapa zombie di belakang gedung. Tegar memastikan lokasi zombie dan melepaskan tangan Hesti sejenak. Dia tidak ingin kawannya yang lain menghadapi kesulitan. “Ada dua di sebelah kiri dan di sebelah kanan ada satu. Jalan ke selatan cukup gelap. Baiklah pasti bisa sampai sana,” batin Tegar yang kemudian kembali ke arah g**g. Hesti yang tangannya terlepas dari Tegar pun menjadi panik. Dia tidak tahu kalau Tegar sedang melihat kondisi setelah g**g. Bondan pun berbisik, “Ada apa, Hesti? Kenapa berhenti?” “Tegar melepaskan tanganku. Aku tidak bisa melihat dengan jelas,” lirih Hesti yang bingung. Dia pun meraba dan berjalan sebisanya. Wisnu pun meminta Hesti dan Bondan tetap perlahan maju. Tegar kembali ke g**g dan memegang tangan Hesti. Hesti terkejut. “Kau dari mana?” “Di depan masih ada tiga zombie. Kita harus menghindari mereka,” bisik Tegar. Saat keluar g**g, mereka berjalan ke arah selatan. Tak sengaja, Hesti menginjak kaleng minuman dan membuat suara. Tiga zombie yang peka terhadap suara itu segera berjalan ke arah mereka. “Graaa .... Graaaa ....” Tegar langsung menarik tangan Hesti untuk berjalan lebih cepat. Mereka harus menghindari zombie yang datang dari belakang. Karena jalanan gelap, Tegar berinisiatif untuk mengajak mereka berlari menghindari zombie. Wisnu pun meminta mereka bergegas. Keempat orang itu lari. Zombie mengejar mereka, tetapi tidak dengan cepat karena jalanan gelap hanya suara yang zombie itu cari. Saat lewat persimpangan, ada satu zombie yang menyerang mereka dan membuat Hesti ketakutan. Hampir saja dokter tersebut digigit oleh zombie yang menyergap. Bondan langsung menghalau dan hal itu justru membuat tangannya tergigit zombie. “Lari!” ajak Tegar pada yang lainnya. Semua berlari secepat mungkin. Mereka masih dalam gelap jadi punya kesempatan untuk menghindari zombie. Setelah cukup jauh dari zombie yang mengejar, Wisnu mengajak mereka berhenti di sebuah apotek yang sudah kacau balau. Mereka masuk dan mencari ruangan untuk berlindung. “Ada di sini!” kata Tegar sambil mengajak mereka masuk ke ruangan dan segera menutup pintunya. Karena ruangan itu tertutup, mereka bisa menyalakan lampu. Betapa terkejutnya saat mereka melihat tangan Bondan berlumuran darah. Ada bekas gigitan di tangan kanannya. “Bondan? Maafkan aku ... Karena menolongku kau jadi tergigit,” ucap Hesti sangat menyesal. “Tak apa. Aku senang bisa berguna bagi orang lain. Aw, sakit dan perih ternyata,” kata Bondan berusaha tersenyum. Hesti langsung meminta tolong Tegar untuk mengambilkan beberapa obat. “Tegar, tolong ambilkan alkohol, kapas, perban, obat antibiotik, dan Parasetamol Aku akan mencoba mengobati luka milik Bondan.” Wisnu pun tak tega melihat Bondan terinfeksi oleh gigitan zombie. Dia rela tergigit hanya demi menolong Hesti yang hampir saja tertangkap oleh zombie. Jarang ada orang yang mau berkorban untuk orang lain seperti itu. “Iya, sebentar. Untung kita di apotek. Aku akan mengambilnya, kalian di sini saja,” ucap Tegar yang membuka pintu dan kemudian keluar untuk mengambil barang yang harus dibutuhkan untuk mengobati luka gigitan zombie di tangan Bondan. Sungguh pikiran Tegar saat ini kacau karena dia merasa bersalah juga dengan kejadian yang menimpa Bondan saat ini. Harusnya kejadian ini tidak terjadi, tetapi bagaimana lagi semua sudah suratan takdir. Tak terasa Tegar meneteskan air mata karena sedih. Bondan merupakan orang yang baik. Meski dia pernah bercerita orang-orang menganggapnya buruk hanya karena suka menyetir taksi dengan ugal-ugalan. Lelaki itu memiliki cita-cita untuk selamat dari musibah ini dan ingin menjadi relawan untuk membantu yang lainnya. Setelah Tegar mendapatkan semua barang yang diminta oleh Hesti dia pun kembali ke ruangan yang digunakan oleh teman-temannya bersembunyi. Terlihat Bondan sedang kesakitan. Bondan duduk dan menggigit pakaiannya karena tidak ingin menimbulkan suara yang berisik. “Ini Hesti barang yang kau perlukan,” Tegar sambil memberikan kepada dokter tersebut. “Bondan, tolong tahan sebentar aku akan mengobati luka gigitan itu.” Hesti pun mulai mengobati. Bondan yang kesakitan hanya bisa menahan agar tidak berteriak. Luka gigitan zombie itu diberi alkohol lalu segera diobati dengan antibiotik yang digerus oleh Hesti. Luka itu pun segera dibalut dengan perban agar tidak menyebar ke mana-mana. “Terima kasih kawan-kawan. Aku bersyukur meski terinfeksi, akhirnya aku memiliki teman yang benar-benar peduli padaku,” lirih Bondan sambil tersenyum getir. Hesti tidak bisa lagi menahan kesedihan yang ada di benaknya. Dia pun menangis karena merasa bersalah. Wisnu dan Tegar pun terdiam melihat situasi itu. Meski dalam hati mereka berdua pun ingin menangis karena ucapan dari Bondan. “Bertahanlah, Bondan. Kau pasti baik-baik saja,” kata Hesti mencoba menghibur Bondan yang terluka dan terlihat ketakutan. "Aku tahu kalau aku pasti berubah menjadi makhluk itu, bukan? Jangan mencoba menghiburku. Ha ha ha .... Terima kasih kawan baikku untuk beberapa hari yang luar biasa ini," kata Bondan terlihat putus asa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN