Melarikan Diri

1303 Kata
Perdebatan hanya akan membawa dalam kehancuran saja. Kondisi saat ini begitu merugikan jika mereka harus berdebat. Meski ingin memukul itu Tegar dan Wisnu pun menahan rasa amarah mereka dengan terpaksa. Meski ingin menolong pun rasanya percuma. Danny tak mungkin tertolong. Mereka terdiam dalam waktu yang cukup lama. Hingga saat mereka menengok ke jendela para zombie yang berkerumun di depan gedung sudah pergi meninggalkan tubuh Danny yang terkoyak. Menyedihkan sekali nasib satpam muda itu. Padahal Wisnu tadi malam sudah berjanji akan melindungi mereka semua hingga sampai ke tempat tujuan. “Lebih baik kita diam dahulu. Berdebat akan menarik perhatian zombie. Terlalu banyak aktivitas juga akan merugikan kita. Silakan makan roti dan minuman yang ada,” ucap Hesti mencoba menenangkan situasi. Para lelaki pun terdiam. Mereka merasa harus meredam amarah. Padahal mereka yakin Edo adalah penyebab di balik kejadian Danny. Ingin sekali menghantam wajah Edo yang menyebalkan. Terlihat jelas tak ada rasa iba yang tulus dari wajah Edo. Beberapa saat mereka terdiam dan akhirnya Hesti mengambil satu persatu roti dan membagikan kepada mereka yang berada di dalam ruangan. Dokter cantik itu juga menyeduh minuman untuk menghangatkan tubuh mereka. Hanya ada dua gelas dan mereka gunakan untuk minum bersama-sama. Edo masih terdiam dan tidak mengambil roti atau minuman yang tersedia karena dia merasa orang di sekitarnya tidak menginginkan keberadaannya. “Daripada seperti ini ... lebih baik aku keluar dari kelompok ini. Kita berpisah sampai di sini saja. Sampai berjumpa di perbatasan Kulon Progo. Aku akan berjuang sendirian sebisaku,” kata Edo tanpa ada satu pun yang menjawab. Edo pun bangkit berdiri menatap keempat orang lain di dalam ruangan. Mungkin yang lain merasa itu hanya gertakan saja dari Edo. Namun ternyata lelaki itu bersungguh-sungguh dengan pernyataannya. Dia memakai jasnya dan melangkahkan kaki, membuka pintu ruangan, dan pergi keluar. “Kenapa kalian diam? Cepat kejar Edo. Dia tidak akan selamat kalau pergi sendirian. Kumohon salah satu dari kalian bertindak,” pinta Hesti pada yang lain. Berharap ada yang mau menurunkan ego mereka. Ketiga lelaki yang lain hanya terdiam dan tidak mengindahkan apa yang Hesti katakan. Mereka sengaja membiarkan Edo pergi begitu saja tanpa membawa apa pun termasuk makanan atau minuman. Wisnu pun berpikir mungkin itu akan kembali lagi jika tidak bisa bertahan di luar sana. Edo keluar dari ruangan itu dan merasa kesal karena tidak ada satu pun yang memedulikan dirinya. Dia pun berjalan perlahan dan menengok ke kanan ke kiri untuk mencari tempat tujuan pergi. Saat ini masih pagi sekitar pukul jam tujuh, kemungkinan Zombie berkeliaran sangat besar karena sudah ada sinar matahari. Edo pun pergi ke arah minimarket di sebelah gedung. Setidaknya dia bisa bertahan dengan makanan atau minuman yang ada berada di minimarket itu. “Semoga saja tidak ada zombie di dalam sana aku akan mencari ruangan yang bisa digunakan untuk bersembunyi,” kata Edo pada dirinya sendiri dan langsung berlari menuju minimarket. Masuk ke dalam minimarket yang sudah porak-poranda itu, Edo menemukan tempat strategis untuk bersembunyi yaitu di dalam ruangan loker pegawai yang terdapat kasur empuk juga di sana. Lelaki itu bagaikan mendapat tempat ternyaman di sana. Dia mengambil beberapa makanan dan minuman dan membawa ke dalam ruangan tersebut. Dia mengunci pintunya dari dalam karena sudah pasti di dalam sana aman tidak ada zombie ataupun orang lain. “Lepas dari mereka pun aku bisa bertahan! Nyatanya sekarang aku mendapat tempat yang jauh lebih bagus dengan makanan dan minuman yang tersedia banyak di sini,” kata Edo dengan pongah. Dia pun bersantai di atas kasur sambil memakan dan meminum santapan yang dia ambil. Edo belum memiliki rencana apa pun. Dia hanya berharap bisa bertahan dan tidak tertangkap zombie. Lelaki itu jelas kesal dengan keempat orang tadi yang membiarkan dirinya pergi begitu saja. Sedangkan di dalam ruangan Hesti merasa kecewa dengan ketiga lelaki di sana. Apakah rasa solidaritas mereka sudah hilang hanya karena sesuatu yang belum pasti dilakukan oleh Edo? Itu yang dipikirkan oleh Hesti saat ini. Tidak seharusnya mereka berlaku diskriminasi di saat seperti ini. “Maaf, Hesti. Aku tidak bisa. Semua petunjuk mengarah pada Edo. Mana mungkin aku bisa menahan kekuatan emosi,” kata Tegar yang tak bisa mengejar Edo seperti yang Hesti pinta. “Tapi kalau tidak ada bukti yang jelas itu sama saja menuduh. Bagaimana mungkin itu bisa bertahan di luar sana sendirian bahkan bersama kita saja dia hampir tertangkap zombie?” Hesti masih tak percaya ketiga lelaki itu sangat keras kepala. “Sudah! Kita tidak perlu bertengkar hanya karena lelaki bernama Edo tersebut. Biarkan saja dia pergi karena bukan kita yang mengusir tetapi dia yang memilih untuk tidak tinggal di sini bersama kita,” tegas Wisnu membuat Hesti pun terdiam. Memang Edo yang memutuskan untuk pergi dari kelompok tersebut. Mungkin karena dia sudah merasakan tidak nyaman bersama orang-orang yang justru membela Danny. Wisnu, Tegar, dan juga Bondan tidak berpikir soal hal itu lagi. Lebih baik memikirkan rencana berikutnya bagaimana mereka bisa ke arah selatan dan pergi ke perbatasan Kulon Progo, sampai di sana dengan selamat. Hari semakin siang tidak banyak yang bisa mereka berempat lakukan kecuali menunggu hingga malam. Pergerakan Zombie sangat cepat saat ada sinar matahari atau penerangan. Hal itu berbahaya untuk mereka yang masih selamat dan bertahan hidup. Semoga saja orang lain yang selamat mengetahui tentang kelemahan para zombie dan bisa mempergunakan hal itu menjadi s*****a. Sudah pukul satu siang harinya mereka membuat mie instan untuk makan dengan kompor listrik yang ada. Saat mereka makan bersama, dengan sesuatu yang membuat mereka kaget dan terdiam. “Graaa ... Graaa ....” Keempat orang dalam ruangan itu saling menatap satu dengan yang lainnya saat mendengar suara erangan zombie. Sepertinya ada beberapa zombie yang masuk ke dalam gedung dan naik ke lantai dua. Tegar langsung berdiri dan berjalan ke dekat pintu dan mengunci pintu tersebut. Mereka berempat tidak tahu kejadian buruk akan terjadi atau kapan zombie tersebut akan pergi dari sana. Mereka berempat terdiam dan tidak bergerak sama sekali. Bahkan untuk menyantap makanan di depan mereka pun rasanya sudah tidak mampu. Kemungkinan zombie itu masuk ke ruangan sangat kecil karena pintu sudah dikunci. Namun waspada pun bagus daripada menyesal kemudian. Zombie itu berjalan entah ke mana. Lama kelamaan suara geraman itu tidak terdengar yang berarti zombie itu sudah menjauh dari pintu depan ruangan tempat mereka bersembunyi. “Mereka sudah pergi?” tanya Hesti. Tegar berdiri dan mendekati pintu. Dia melihat dari celah pintu. Sudah tidak ada zombie di depan sana. “Aman. Sepertinya nanti malam kita harus bergerak. Tidak mungkin di sini lagi,” kata Tegar yang berpikir kemungkinan besar zombie akan datang ke tempat ini lagi karena kejadian Danny di depan gedung tadi pagi. Berarti Danny akan berubah menjadi zombie juga besok? Apakah seperti itu? Wisnu dan Bondan setuju untuk berpindah tempat. Hesti pun mengangguk. Mereka pun makan dengan rasa was-was di d**a. Mereka hanya berpikir bagaimana bisa bertahan dan lari dari semua kekacauan ini? “Baik. Tunggu matahari terbenam, kita melarikan diri dari sini. Mencari tempat lain untuk tinggal atau berjalan ke arah Selatan dahulu. Pokoknya kita harus bergerak,” sahut Wisnu membenarkan apa yang Tegar katakan. Bondan pun memberi pendapat soal menggunakan mobil atau motor. “Bagaimana kalau kita menggunakan kendaraan saja? Terpenting tidak menyalakan lampu dan mengundang perhatian para zombie,” usul Bondan dengan semangat. Daripada berjalan, memang lebih cepat mengendarai kendaraan. Namun risiko menarik perhatian zombie pun lebih besar. Kecuali saat hujan dan naik mobil seperti kemarin. “Kita lihat nanti saja. Menyalakan mobil atau motor pasti membuat suara juga. Takutnya para zombie mengikuti suara kendaraan kita,” jelas Tegar soal gagasan itu. Sebenarnya memang lebih cepat sampai dengan kendaraan. Namun ada risiko yang harus dihadapi juga. Bertahan di tempat itu hanya membuat makin sedih mengingat kejadian meninggalnya Danny. Melarikan diri adalah jalan terbaik yang bisa ditempuh mereka berempat. Entah Edo ada di mana, mereka tetap akan pergi nanti malam. Melanjutkan perjalanan menuju ke lintas selatan menuju perbatasan Kulon Progo. Mereka bertekad harus selamat dari musibah ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN