Tiga

1129 Kata
Tiga Archie akhirnya keluar dari rumah setelah bolak balik diusir halus oleh Bi Mina yang sudah tidak sabaran ingin menonton sinetron. Bi Mina kesal karena tuan mudanya malas berangkat kerja, ditambah tuan mudanya yang lain memilih WFH katanya, padahal si Bibi tahu itu hanya alasan saja karena dia tidak mau jauh dari istri dan kedua anak kembarnya, dia selalu menempel pada istrinya seperti prangko enam ribuan. Archie mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, tidak ada sopir ataupun pengawal seperti yang sering mengikuti saudari-saudarinya, Archie lebih nyaman bepergian sendiri terkecuali saat dia bersama dengan kakak atau adik perempuannya yang selalu diikuti para pengasuh yang jumlahnya bisa empat atau lima orang. Apa lagi kalau yang keluar kakak ipar keduanya, bukan hanya empat atau lima orang pengasuh yang selalu mengikutinya bahkan Tina dan Mang Ujang saja tidak pernah ketinggalan, pasti akan selalu ikut dalam rombongan. Mobil berwarna merah yang di kendarai Archie memasuki lobby The Emperor, gedung yang menjadi pusat bisnis keluarganya, Archie keluar dari dalam mobil dan langsung melangkah masuk. Langkah kakinya tertahan, saat kedua matanya tanpa sengaja melihat seorang gadis manis berhijab toska membawa banyak map di kedua tangannya, si gadis terlihat sangat kesusahan dan tidak ada seorang pun yang membantunya. Archie melangkah dengan kaki lebar menghampiri si gadis, yang berjalan sempoyongan menahan beban di kedua tangannya. "Sini." Archie mengambil sebagian map di tangan si gadis. Si gadis menatap Archie beberapa saat lalu menunduk dengan wajah merah merona. "Terima kasih." Archie menajamkan pendengarannya, mendengar suara yang mengalun lembut di kedua genderang telinganya. Archie mengatur napas sejenak menenangkan jantungnya yang tiba-tiba saja berdegup sangat kencang. Mereka berdua memasuki lift bersamaan dan hanya berdiri berhadapan di dalam kotak besi tersebut tanpa ada yang berani berbicara. Archie menekan tombol angka 40 lalu dia menoleh pada si gadis. "Kamu mau ke lantai berapa?" Archie masih menatap wajah si gadis, yang sedari tadi menunduk dalam diam. "25," jawab si gadis singkat, tanpa berani mengangkat kepalanya. Archie tersenyum melihat kelakuan gadis manis di hadapannya. Lift berjalan sangat cepat bagi Archie, tapi bagi si gadis terasa berjam-jam, perasaannya sungguh tidak tenang, dia ingin secepatnya keluar dari kotak berjalan itu, apalagi sedari tadi laki-laki di hadapannya tidak berhenti menatap wajahnya. Lift berdenting dan pintunya terbuka lebar. "Kamu tidak ingin keluar?" Si gadis mendongak dan kedua matanya langsung berserobok dengan sepasang mata coklat tua milik Archie, keduanya kembali terdiam tanpa tahu apa yang harus di lakukan. "Ini lantai 25." Archie kembali mengingatkan si gadis kalau dia sudah sampai di tempat tujuannya. Si gadis mengerjapkan kedua matanya lalu berpaling memutuskan kontak matanya dengan Archie. "Terima kasih," ucapnya, dia mengambil tumpukan map yang dipegang Archie, ujung jemarinya secara tidak sengaja menyentuh kulit tangan Archie. Secepat kilat gadis itu menarik tumpukan map dan langsung melangkah keluar, meninggalkan Archie yang masih menatapnya. Beberapa orang karyawan dan karyawati yang melihat Archie tampak berbisik-bisik dan melemparkan senyuman genit. Archie mengabaikan mereka ia menatap punggung kecil si gadis, yang semakin menjauh dan menghilang seiring dengan tertutupnya pintu lift. Archie mengelus dadanya yang masih berdegup tidak karuan, lalu menarik napas dalam dan panjang. Hufftt. "Jantungku kenapa?" Archie terus menerus mengelus dadanya sampai lift yang dia tumpangi kembali berdenting dan pintunya terbuka. Tiba di lantai 40 Archie langsung melangkah keluar dari lift, dan menuju ruangan kerjanya. "Arc." Archie berbalik dan menatap orang yang memanggilnya. "Iya?" "Daddy meminta kamu untuk menemaninya nanti, selepas makan siang." "Kakak mau ke mana?" "Ada meeting, dengan beberapa client." "Bukan sekarang. Nanti siang Kakak mau ke mana? Kenapa aku yang harus menemani Daddy?" "Oh, nanti siang Kakakmu mau makan di luar, jadi kamu temani Daddy ya?" Archie hanya mengangguk lalu kembali melanjutkan langkah kakinya menuju ruangannya sendiri. Sekilas bayang gadis manis yang menemaninya di lift tadi melintas, wajahnya sangat manis, Archie kembali tersenyum mengingat sikap malu-malu si gadis. ‘Dia siapa ya? Apa karyawati baru?’ gumam Archie bertanya-tanya sembari menopang dagunya dengan kedua tangan. Archie memanggil sekretaris pribadinya menggunakan interphone. "Mbak Yuna, bisa ke ruangan saya sebentar?" Setelah memanggil sekretarisnya, Archie hanya duduk berputar-putar di kursi kebesaran miliknya. Tak berselang lama suara pintu diketuk terdengar. "Masuk!" Pintu ruangannya terbuka dan seorang wanita berusia 40 tahunan melangkah masuk menghampiri Archie. "Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya Yuna setelah berdiri di seberang meja kerja Archie. "Di lantai 25, divisi apa?" Tanpa basa basi lagi, Archie langsung menanyakan lantai yang dituju si gadis berkerudung toska tadi. Yuna tersenyum manis. "Divisi perpajakan, Tuan,” jawabnya singkat dan padat. Yuna memaklumi Archie karena atasannya yang satu ini baru beberapa bulan saja bergabung di perusahaan milik keluarganya. "Apa tidak sebaiknya Tuan turun ke sana dan melihat-melihat divisi perpajakan?" Yuna memberi usulan pada Archie untuk turun ke lantai 25 dan melihat para pegawainya di sana. 'Hm, boleh juga usulannya' "Mungkin nanti sore, Mbak, soalnya siang nanti harus menemani Daddy,” ucap Archie menyetujui usulan Yuna. Yuna kembali tersenyum. "Baik, Tuan. Apa ada hal lainnya lagi?" "Tidak, tidak ada." "Baik, Tuan, saya permisi." Yuna langsung berbalik dan meninggalkan ruangan Archie. Archie tersenyum sendiri entah apa yang membuat moodnya membaik dengan sangat cepat. Senyum di wajahnya tiba-tiba hilang tanpa bekas, berganti raut khawatir. "Kalau ditanya Daddy alasannya apa nanti?" Archie menarik napas dalam, lalu berdiri dan berjalan mengelilingi ruangan. "Aku hanya ingin melihat-lihat saja, Dad." "Aku hanya ingin lebih dekat dengan para karyawan, Dad." "Aku hanya ... arrgghh ...!" Archie mengerang frustrasi kedua tangannya mengacak-acak rambut dengan kasar. Sementara itu seorang gadis duduk gemetaran di sebuah bilik toilet, sembari memegangi jari tangannya yang sejak tadi kesemutan. "Aduuh, dasar jari tangan norak, menyentuh kulit laki-laki saja langsung muriding," gumamnya sembari terus mengelus jemarinya yang lentik dan mulus. "Kalau begini terus mana bisa kerja atuh, keudah kumaha geura Mamah Eneng lieur ih." Setelah hampir 15 menit semedi di toilet dia keluar dan merapikan pakaiannya yang terlihat kusut. "Aishaa, kamu di sini? Dicariin tuh." ujar seorang wanita yang baru saja memasuki toilet. "Iya, Rit, aku teh rada mules, tangan gemetaran," "Yang mules itu 'kan perut, terus hubungannya sama tangan gemetaran apah? Atau ... kamu belum makan, Shaa?" "Aku udah makan, Rita. Mamah aku masak dari subuh, siapin makanan buat sarapan, masa iya aku nggak makan," ujar Aishaa dengan wajah merengut. "Terus kenapa gemetaran sama mules? Lagian gemetar kok tangan doang, biasanya 'kan sebody?” sahut Rita, dia menatap Aishaa dari pantulan cermin besar yang ada di toilet kantor. "Ehh ... itu tadi, tadi ... tadi enggak sengaja, menyentuh tangan Tuan Archie di lift." Aishaa menggenggam tangannya sendiri, yang masih tampak bergetar. "Hah! Kamu beneran 1 lift sama dia? Ya Tuhan mimpi apa kamu semalam, Shaa? Bisa-bisanya barengan sama doi," ujar Rita mendadak heboh sendiri. "Aku malah tidur nyenyak banget enggak ada mimpi sama sekali," balas Aishaa sembari terus menatap jemari tangannya. Rita berdecap kesal melihat teman kerjanya yang sedikit polos-polos lempeng dan terkadang agak lemot. Catatan: Muriding/merinding Keudah kumaha geura/harus bagaimana Lieur/pusing
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN