Chapter 62 : Neville dan Tangannya

1997 Kata
Beberapa jam berlalu setelah upacara pengikraran dan pelantikan berlangsung. Aalina dan orang-orang Izia mengadakan pesta dengan memberikan minum-minuman dan makanan kepada semua orang yang berada disana.  Lampu-lampu yang dinyalakan oleh tenaga Glowstone memenuhi seluruh lapangan dan tiang-tiang yang baru saja didirikan dengan instan bersama-sama oleh orang Izia. Membuat seluruh lapangan, itu nampak sangat indah di malam hari. Mungkin tempat itu kurang cocok bila disebut sebagai lapangan saat ini, karena keramaian dan fungsinya yang berganti, menjadi semacam balai untuk orang-orang Izia merayakan hari “kemenangan” mereka.  Makanan-makanan yang disuguhi terlihat sangat menggiurkan dan harum dipandang. Seakan-akan aromanya ikut masuk ke dalam lidah bercampur dengan air liur yang menetes bagi setiap orang yang singgah dan lewat dari tempat makanan itu berada. Mungkin bagi orang Yagonia atau orang dari luar, makanan-makanan ini tampak aneh dan janggal karena mereka sama sekali belum pernah memakan atau melihat jenis makanan seperti yang disuguhkan. Mungkin salah satu yang aneh di sana adalah kepiting bermata sapi. Yaitu sebuah makanan berupa kepiting (yang memang entah tidak jelas darimana mereka mendapatkan itu karena Izia sendiri tidak sedang berada di garis pantai atau dekat dengan laut) dengan taburan saus hitam yang dipercaya sebagai ekstrak pepaya emas.  Bumbu dan bahan dalam makanan itu saja memang sungguh aneh bila didengarkan, karena memang bahannya hanya ada di Hutan Izia. Dengan keanekaragaman kebudayaan dan adatnya, Izia memang merupakan salah satu kaum di Yagonia yang patut untuk dilindungi. Apapun harganya. Sementara itu, Gavin duduk termenung di kursi singgasana instan miliknya. Dengan dua pegangan berukir macan di kiri dan kanannya dan dudukan punggung tinggi menjulang sedikit mundur ke belakang, lebih mirip kursi untuk bersantai dan tidur-tiduran daripada sebuah singgasana.  Gavin sebenarnya enggan untuk duduk di kursi itu, karena selain memang terlihat norak dan tidak berkelas, ia tidak mau dilihat oleh orang-orang Izia sebagai orang yang “khusus”. Ia ingin berpesta dan ikur merayakan hal ini bersama yang lainnya. Gavin duduk sendiri, melihat Baroth yang tertawa dengan sangat keras sambil membawa gelas berisi anggur di tangan kanannya dan wanita yang ia goda dan rangkul di tangan kirinya. Gavin tidak kaget melihat Baroth seperti itu. Justru ia akan kaget apabila melihatnya tidak bersama wanita saat berada di luar ibukota.  Gavin hanya merasa jijik melihat kelakuan panglimanya itu. Namun ia tidak bisa melakukan apa-apa, Gavin sudah memakluminya, karena sifat dasar Baroth memang sudah seperti itu. Biasanya, di pagi hari, ia akan tidur sambil menguap bersama banyak wanita di atas ranjangnya dengan tubuh setengah terbuka. Pemandangan itu  sudah sangat biasa Gavin lihat saat masih berada di kastil.  Gavin melihat ke arah lain, orang-orang menari bersama-sama dengan indah menggandeng pasangan mereka. Dengan baju yang dilengkapi sebuah lonceng kecil membuat setiap gerakannya berbunyi berisik dan merdu di saat yang bersamaan. Mereka menari dengan riang gembira seperti tidak ada apapun yang terjadi. Gavin heran, apakah memang orang Ixia semudah itu untuk melupakan semua tragedi yang telah terjadi dalam hidup mereka? Seperti Aalina yang sebenarnya tersenyum dengan tulus saat berada di panggung melakukan ikrar. Atau memang, itu merupakan budaya Izia. Melepaskan kesedihan mereka dengan melakukan hal-hal yang membuat bahagia.  Bukannya berusaha untuk melupakan orang-orang yang mereka sayangi, namun saja mereka mungkin merasa bahwa orang-orang yang meninggalkan mereka tidak ingin orang yang masih hidup menderita dan bersedih tentang mereka. Dan sepertinya, Gavin harus belajar tentang hal itu kepada mereka semua. “Ada apa Yang Mulia, apa yang anda lamunkan?” Tanya Neville membawa sebuah makanan di piring menyodorkannya kepada Gavin. Baunya sangat harum dan gurih, membuat Gavin ingin memakannya. Namun saat melihatnya, itu merupakan sup belalang dicampur dengan ekstrak daun pandan. Tampilannya sangat tidak cocok dengan aroma yang ia hasilkan.  Populasi belakang dan serangga memang cukup banyak di Hutan Izia, namun serangga-serangga itu berbeda daripada serangga biasanya. Ia memiliki kulit dan telinga, lahir dengan menyusui, sehingga memiliki daging yang lebih keras dan cenderung padat. “Makanan apa itu Neville?” tanya Gavin seperti tidak selera sehabis melihat makanan itu. “Ini adalah sup Hasian Gulp Tuan, aku mengambilnya dari meja sebelah sana,” Neville menunjuk sebuah meja penuh dengan makanan yang menang tampak banyak sekali makanan itu tertumpuk menjadi satu dan siap untuk dimakan beramai-ramai.  “Sama seperti Anda, aku merasa aneh saat melihat penampakan makanan ini awalnya. Namun, Aroma dari makanan ini terus saja memanggilku dan menggoda hidungku yang mulai rapuh. Dan saat aku mencobanya, ternyata ini benar-benar enak. Tidak seperti yang aku duga, walaupun memiliki komposisi belalang, namun tidak ada bau belalang sama sekali di dalamnya. Aku rasa mungkin orang Izia membumbui makanan ini dengan sedikit energi sihir” Neville membual, tidak mungkin sebuah makanan memiliki energi sihir di dalamnya, karena pada dasarnya energi sihir ridak bisa dikonsumsi. Hanya bisa dirasuki dan bersatu dengannya. Mendengar ucapan Neville, Gavin tergoda dan mencoba memakan sesuap sendok. Namun Gavin lupa, biasanya ia meminta tolong Neville untuk menyuapinya, namun sekarang tangannya hanya tinggal satu, jadi ia mau riska mau harus membawa piring itu dan memakan makanan itu menyuapinya sendiri “Wah benar-benar enak. Kau tidak bohong kali ini Neville” Sahut Gavin yang puas dengan makanan itu. Neville tersenyum, senang melihat Rajanya bahagia karena makanan yang ia hidangkan. “Hah, pesta ini melelahkan” Ujar Aalina yang tiba-tiba duduk disamping kiri Gavin sambil membawa sebuah gelas berisi anggur setengah penuh di tangan kanannya. Walaupun terlihat masih sangat muda, Aalina sudah cukup umur untuk meminum segelas anggur dan meneguknya sampai habis. Dengan pipi memerah dan sedikit mengantuk, ia membawa gelas itu di ujung jarinya yang halus. Benar-benar gambaran seorang Elf yang menjadi nyata. “Aku tidak melihatmu di pesta tadi Aalina, kemana saja kau?” tanya Neville yang sedari tadi berkeliling mencari makanan di dalam lapangan. Karena mungkin saja, ia akan membuat makanan yang ia temui disini bisa disajikan dalam kastil dan membuatnya sebagai makanan reguler. “Aku sedari tadi minum disana… Glekk.” Jawab Aalina sambil bersendawa. Gavin dan Neville tidak tahu seberapa banyak Aalina sudah menenggak anggurnya, namun sudah kelihatan jelas, ia sudah meminum terlalu banyak, sampai-sampai matanya tertutup sebelah hanya tinggal menunggu waktu agar dia benar-benar tertidur dalam keadaan mabuk. “Aku sedari tadi duduk disana, menikmati anggur dan menghabiskannya bersama para penjaga. Aku menyadari tempatku, aku tidak bisa bergumul bersama orang-orang lain. Karena aku sekarang menjadi sosok yang berbeda. Aku harus menjaga martabat dan harga diriku di hadapan mereka semua” Lanjut Aalina.  Gavin meragukan perkataan Aalina barusan. Karena bagaimana bisa seseorang menjaga martabatnya apabila dia sedang dalam posisi mabuk berat seperti itu. Namun Neville salut dengan Aalina, meskipun dia sedang mabuk, ia masih bisa menjawab pertanyaan darinya dengan serius. “Tunggu Neville, apa kau serius memakan makanan itu dari tadi?” Tanya Aakina kebingungan melihat Neville membawa piring dengan sup belalang tadi. Neville bingung, merasa tidak ada yang salah dengan dirinya dan makanan itu. Ia balik bertanya, “Iya, memang kenapa?”  “Itu adalah makanan untuk para babi-babi liar si hutan! Setiap kami melakukan pesta, kami selalu memberi persembahan kepada para babi hutan sebagai ucapan syukur atas kehadirat alam. Apakah kau berencana menghabiskannya? Kami semua tidak pernah memakan makanan itu, kami tidak tahu rasanya bagaimana, kami hanya mengetahui resep dan cara membuatnya bagaimana. Apakah itu benar-benar terasa enak bagi kalian?” tanya Aalina dengan setengah tertawa. Sontak saja, Neville langsung menaruh piring itu ke bawah dan menelantarkannya. Sementara Gavin, menyemburkan semua sisa makanan yang masih berada di mulutnya. “Kenapa kau tidak bilang dari tadi?” tanya Gavin menyesal setelah memakan makanan terkutuk itu.  “Bagaimana aku bisa mengatakan kepada Anda Yang Mulia jika aku tidak berada di dekat Anda haha…” Aalina menutup mulutnya sambil tertawa melihat tingkah laku Gavin dan Neville yang begitu polos dan menggemaskan.  “Lagipula, bukankah kau melihat bahwa tidak ada orang selain dirimu yang membawa makanan itu kemari? Aku mulai meragukan kemampuan menganalisa mu Neville.” Lanjut Aalina yang masih terdengar suara cekikikan tertawa dengan sangat jelas. Sementara Gavin, melirik Neville dengan tajam.  “Aku pikir semua orang memang menyisakan makanan itu untuk yang terakhir, makanya aku mengambilnya duluan. Dan mencicipinya duluan. Sambil mencobanya dan ternyata enak. Aku tidak mengira itu adalah makanan sesajian. Sekarang aku mengerti kenapa tampilan makanan tadi memang seburuk itu. Hewan tidak mungkin memperhatikan tampilan dan sangat bergantung pada indera penciuman mereka bukan?” tukas Neville berusaha membenarkan apa yang barusan terjadi kepadanya dan Gavin. “Jadi, apakah kau ingin menyamakan dirimu dengan hewan?” Balas Gavin. Mendengar itu membuat Aalina tertawa semakin kencang, sementara Neville mengusap-usap rambutnya bingung harus menjawab apa kepada Rajanya itu. Rasa-rasanya, karena pesta ini berlangsung, instingnya mulai berubah menjadi agak lamban dan sopan. Lagipula, Neville tidak merasa ada marabahaya datang.  “Aalina, apa kau yakin menggelar pesta semegah ini?” tanya Gavin kembali, sepertinya pertanyaan itu merupakan pertanyaan yang sama menggantung dalam pikiran Neville. Dia mengangguk dan menatap Aalina tajam dengan menggantungkan lengan kirinya yang tersisa ke dadanya.  “Maksudku, bukankah kalian harusnya melakukan upacara berduka untuk para korban yang berjatuhan? Bukankah kalian seharusnya orang yang paling sedih diantara kami orang Yagonia berada disini? Maafkan aku Aalina jika ini menyinggung perasaanmu. Apakah memang pesta ini diperlukan” Neville berganti menatap ke arah Gavin. Ada Kalanya dia memang terlihat seperti bocah dengan pikirannya yang masih polos dan ada kalanya juga dia bersikap dewasa dan mengatakan kata-kata bijak. Mungkin Gavin tidak menyadarinya saat ini, namun Neville merasa Gavin sudah menumbuhkan sifat-sifat kepemimpinan dalam dirinya.  “Ini semua adalah bagian dari tradisi Yang Mulia.” Jawab Aalina sambil menenggak setetes anggur terakhir di dalam gelasnya hingga kering tak bersisa. Dia pun melempar gelas itu langsung ke tengah lapangan bersama tumpukan gelas lain menggunung menjulang tinggi. “Kami sungguh sangat jarang melakukan pesta. Apalagi pesta yang sangat besar seperti ini. Bahkan aku rasa ini baru pertama kalinya aku melihat pesta semegah ini dalam hidupku. Aku menggelar pesta ini bukan untuk merayakan kepemimpinan baruku sebagai Malvirto dan Tetua di saat yang bersamaan Yang Mulia, tidak sama sekali. Justru, aku menggelar pesta ini sebagai bentuk penghargaan kami kepada orang-orang yang menjadi korban dan tak bisa selamat. Kami merayakan kehadiran roh dan jiwa mereka terbentuk kembali bersama-sama di kahyangan? Apakah menurut Anda apabila seseorang berada di kahyangan akan bersedih? Aku rasa tidak Yang Mulia” Jawab Aalina dengan panjang lebar.  “Tapi sesungguhnya Yang Mulia. Kami, sebagai manusia biasa, sama seperti Anda dan yang lain sebenarnya juga menyimpan rasa kesedihan. Kami tidak bisa mengeluarkan kesedihan itu biasa saja, kami harus meluapkannya. Walaupun dengan cara yang justru terlihat kebalikan dari kebanyakan yang orang Anda lihat. Namun kami merasa menangis dalam canda dan tawa lebih melegakan daripada menangis dalam haru dan pilu” Gavin melihat orang-orang yang berdansa di tengah lapangan tadi. Ia melihat sebagian dari mereka mengeluarkan air mata dan memuncungkan bibir mereka. Mungkin perkataan Aalina memang benar soal itu. Tertawa dalam kesedihan, walaupun pahit, akan senantiasa membantu kesedihan itu pulih dan hilang dengan sendirinya. “Saru lagi Yang Mulia” Aalina tiba-tiba menunduk dan melapangkan dadanya ke depan. Seakan-akan ingin melakukan ikrar lagi seperti tadi saat ia melakukannya di lapangan. Namun Gavin justru merasa tidak enak, menyuruh Aalina untuk menyudahi apa yang hendak ia lakukan saat ini.  “Sudahlah Aalina, kau tidak perlu melakukan out lagi. Sejujurnya aku malu bila kau melakukan itu, apalagi dilihat oleh banyak orang seperti ini” Aalina sama sekali tidak menggubris ucapan Gavin. “Aku sebagai Malvirto dan Tetua Izia yang mulia, bersumpah akan mengikuti dan mematuhi Anda kemanapun Anda pergi meskipun sampai ke ujung dunia sekalipun Yang Muliw” Aalina mengucapkan ikrar dengan sungguh-sungguh. Seakan-akan kata-kata itu keluar dari dalam hatinya yang paling dalam. “Dan mulai sekarang, aku akan melakukan tugas pertamaku, melindungi Anda Yang Mulia” Gavin tidak paham apa yang dimaksud oleh Aalina barusan. Namun tiba-tiba ada suara panik dan teriakan dari hutan. Gavin menengok, dan ia melihat segerombolan babi berlari dari hutan menuju lapangan itu. Kawanan itu menuju ke arah Gavin, dan Gavin tersadar. Ia baru saja memakan jatah makanan mereka. Namun dengan cepat, Aalina menendang semua kawanan babi itu, mengusir mereka berlari kembali menuju hutan. Gerakannya sangat cepat sampai-sampai tidak bisa dilihat. “Misi selesai” Ucap Aalina dengan lirih. Ia berhasil menyelamatkan Gavin, sekali lagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN