Chapter 52 : Saat-saat Memilukan

1889 Kata
Kematian Freda membuat banyak warga desa merasa simpati kepada Urfinn dan keluarganya. Mereka merasa kasihan dengan anak-anak yang ia tinggalkan di umur masih cukup muda. Waktu pemakaman Freda berlangsung, hampir semua warga desa Izia mengunjungi makamnya. Tak terkecuali Tetua Drehalna. Bila orang Izia biasa yang mati, mereka akan mengutus salah satu anggota keluarga mereka untuk memberikan penghormatan terakhir menuju kahyangan. Namun tidak dengan kematian Freda, kematiannya diiringi langsung oleh Tetua Drehalna, yang notabene sebenarnya bukanlah anggota keluarga Freda sama sekali.  Namun hal aneh terjadi saat pemakaman. Tiba-tiba mayat Freda yang terkubur bersinar sangat terang di liang lahat. Seakan-akan Dewi Matahari secara langsung memberkatinya. Warga desa mengira itu adalah perbuatan Tetua Drehalna, namun ia menampik anggapan itu. Dia berkata kalau Freda adalah salah satu orang suci yang diberkati langsung oleh Sang Dewi. Mendengar itu warga desa berpikir, kalau sebenarnya, wajah Freda cukup mirip dengan wajah Patung Dewi Matahari, yang ada di balai desa. Namun mereka hanya berpikir cukup sampai disitu saja. Tidak berlanjut kemana-mana. Sejak hari kematian ibunya. Larion menjadi orang yang benar-benar berbeda. Dia menjadi pemurung, jarang berkata atau berkomunikasi apapun kepada keluarganya. Rasa bersalahnya menumpuk dalam hati, teriris oleh rasa malu dan penyesalan. Sudah 3 tahun berlalu semenjak kejadian itu berlangsung. Walaupun masih sering kembali ke rumah, Dia selalu kembali ke dalam gua Falkreth, serasa menjadi rumah utamanya sekarang.  Urfinn sebenarnya tidak pernah berusaha menyalahkan Larion. Lagipula, dia masih anak kecil. Urfinn dalam hati malah menyalahkan dirinya sendiri, tak bisa menjaga istrinya dengan baik dan merawat dua anaknya dengan terawat. Salam benak hatinya, ia sempat ingin berhenti menjadi Malvirto, karena pekerjaan itu membebaninya terlalu dalam. Namun pikiran dan keinginan itu dihalau oleh Gert. Ia berpesan kalau ini semua terjadi bukan karena kehendaknya, ada sesuatu yang lebih besar mengatur ini semua, dan Urfinn tidak bisa mengatur semua itu. Hingga akhir hayatnya, Freda tidak sempat mengatakan tentang identitasnya kepada Warga Izia. Rahasia itu benar-benar dijaga dengan baik oleh Urfinn. Tapi sampai sekarang, Urfinn tetap menganggap istrinya sebagai manusia biasa. Bukan sosok yang tinggi diluar nalar seperti yang ia bilang. Walaupun terjadi banyak keanehan terjadi, ia menganggap itu semua hanyalah kebetulan. Pikiran penyangkalannya benar-benar tebak seperti seorang politikus dengan segala keterampilan berdialognya.  Hubungan Aalina dan Larion menjadi xukup renggang setelah kematian Freda. Karena sesungguhnya, Larion menyimpan sedikit rasa cemburu kepada Aalina. Jabatan yang dipercayakan ayahnya kepada Aalina membuatnya seperti anak yang terbuang, tidak berguna, sampah masyarakat. Rasa cemburu itu meningkat ketika Aalina menjadi anak yang ramah dan dikenali hampir semua orang di Izia. Bukannya iri akan kepopulerannya, ia hanya merasa Aalina mengambil tempatnya. Merasa kasih sayang yang ia dapatkan hanya dari satu orang hilang seketika. Ibunya. Hingga saat ini, Larion tidam pernah benar-benar mempercayai seseorang lagi. Kecuali satu orang, Pollen. Dia dan Pollen menjadi cukup akrab. Bahkan, Pollen sering sekali pergi ke Gua Falkreth untuk menemani Larion dalam melakukan sesuatu yang berbahaya atau membantunya ber eksperimen. Pernah suatu ketika, Larion pergi ke desa, menjajakkan penemuan miliknya, ramuan penumbuh rambut. Ia melakukan itu karena ia tahu, laki-laki Izia saat beranjak dewasa rata-rata akan kehilangan rambut di kepala mereka. Dengan campuran sari buah Gingerberry dan remahan Armanites, dia berhasil menjadikannya satu ramuan utuh. Dia membuat itu agar orang-orang desa tahu dan percaya kalau dia adalah sosok ilmuwan yang hebat dan lahir di desa. Dengan begitu dia akan mendapatkan kedudukan yang sama, atau lebih tinggi daripada adiknya Aalina. Mendapatkan dukungan kalau ilmu pengetahuan sama pentingnya dengan ilmu sihir, seperti yang lain. Namun bukannya rambut yang tumbuh di kepala. Sekujur tubuh dari orang yang meminum itu tumbuh menjadi sangat lebat. Mirip seperti kera, namun dengan rambut yang lebih tebal. Sontak warga desa pun mengrcam Larion. Tanpa sepengetahuan Urfinn, orang-orang Izia hampir ingin membunuhnya, namun berhasil dicegah oleh Aalina yang tidak sengaja lewat di depan sana. Kejadian itu sungguh sangat membekas di hati Larion. Mereka hanya tidak mengerti tentang apa ramuannya itu. Larion pun langsung kari dari kerumunan, meninggalkan Aalina sendirian. Sejak saat itu, Larion terus saja melakukan berbagai eksperimen dan percobaan. Ia sudah berusaha beberapa kali mencuri buku tentang ilmu pengetahuan dari kaum barbarian, sebanyak itu pulalah dia hampir tertangkap dan dibakar hidup-hidup. Namun karena ia masih memiliki kekuatan sihir, ia berkali-kali bisa lolos dari perangkap itu. Namun selama itu juga tidak ada eksperimen Larion yang benar-benar berguna. Hingga suatu hari, Pollen pergi ke gua Falkreth membawa sebuah buku misterius. Buku dengan bahasa asing yang tak satupun kata-katanya ia mengerti. Ia membawa itu ke Larion mencoba mungkin saja ia bisa tahu apa isi dari buku itu. Tak disangka-sangka, itu adalah buku tentang serba-serbi Armanites. Buku yang mengulas secara tuntas tentang Armanites san segala potensi kemampuannya. Laeion memegang pundak Pollen, bertanya darimana ia mendapatkannya. Pollen menjawab kalau ia menemukan buku itu dari ruang tertutup milik neneknya, Ia merasa penasaran dengan isi ruang itu. Hingga akhirnya ia menemukan buku itu berada tepat di tengah-tengah buku yang lain dengan kondisi masih bersih bila dibandingkan barang-barang yang lain.  Satu minggu penuh Larion berada di Gua Falkreth, belajar tentang isi buku itu. Bahasanya memang aneh, namun bukan berarti sulit untuk dipelajari. Larion tidak tahu bahasa apa itu, namun saat membacanya, Larion serasa langsung bisa memahaminya, meskipun tidak pernah melihat tulisan itu sama sekali. Awalnya Larion merasa bingung, tapi kemudian dia tidak memikirkan hal tersebut.  Dari sekian isi pembahasan dan bab di buku itu. Seperti cara memanggil makhluk Goregon, membangkitkan elemen sihir ketiga, dan cara menyatukan tubuh makhluk hidup yang terpotong. Cara-cara tentang buku itu sungguh menakjubkan. Bahkan Larion menduga para penyihir Ashenville tidak akan secanggih itu dalam menggunakan sihirnya. Seperti buku yang berada jauh di masa depan, atau lebih tepatnya, buku yang berasal dari dunia lain.  Hingga akhirnya, Larion menemukan salah satu bab yang paling menarik perhatiannya. Membaca itu membuat Larion membacanya dengan sangat teliti dan seksama. Ada sebuah gambar yang tercantum dalam setiap halaman itu. Seseorang menaruh sebuah Armanites dalam pipa aneh berbentuk silinder. Yang kemudian secara ajaib membuat Armanites itu berubah menjadi butiran-butiran debu partikel. Sampai-sampai Larion memanggil Pollen untuk memastikan apa yang ia lihat tidak salah. Pollen mengkonfirmasi itu. Itu adalah cara membangkitkan orang yang mati. Sejak Larion mendapat bukunya, dia belum pernah sama sekali pulang ke rumah. Sebagai orang tua, tidak mendengar kabar sama sekali membuat Urfinn khawatir. Namun saat ia mengatakan kekhawatirannya kepada Aalina, ia malah berkata untuk tidak usah khawatir kepada anaknya itu. Karena Larion sudah cukup dewasa untuk menjaga dirinya sendiri. Urfinn tetap saja khawatir. Keesokan harinya ia menyuruh penjaga untuk pergi ke gua Falkreth menanyakan kabar tentang Larion. Urfinn tidak masalah kalau Larion meninggalkan rumah, asalkan dia memang berpamitan dan memberi kabar terlebih dahulu. Karena masih sibuk bereksperimen, Larion belum sempat untuk pulang. Saat tahu ada seorang Prajurit Izia datang mengunjunginya, matanya terbelalak, seakan-akan terbutakan oleh akal dan nuraninya tertutup. Ia ingin membuat prajurit itu sebagai bahan percobaannya. Saat sang prajurit datang ke dalam gua, ia memergoki Larion sedang tidur-tiduran lemas dalam tumpukan Armanites. Karena khawatir, prajurit itu langsung menghampiri Larion. Namun sedikit yang ia tahu, itu hanyalah tipu muslihat Larion. Dia langsung membunuhnya dengan sihir siluman ular dari tangannya yang ia sudah pelajari selama di Gua Falkreth sebagai ilmu membela diri. Terpatok  gigitan ular magis Larion. Tidak hanya satu prajurit. Satu kawanan yang datang menghampiri Larion terkena itu semua, dengan Pollen yang juga ikut membantu Larion  Sudah satu minggu lamanya setelah Urfinn mengirim pasukannya. Dan tak ada satupun dari mereka yang kembali pulang. Melaporkan kepada Urfinn atau berpamitan kepada keluarga mereka. Hal ini membuat Urfinn semakin curiga dan khawatir. Aalina yang sebelumnya tidak merasa Khawatir ikut menjadi khawatir dengan keadaan kakaknya. Ia tidak ingin berpikir aneh-aneh. Namun Urfinn masih belum melakukan tindakan apapun, dia masih menyimpan keadaan Larion dan berkata kepada rekan dan saudara dari prajurit itu bahwa mereka masih baik-baik saja. Sementara di Gua Falkreth, Larion telah melakukan eksperimennya. Menggunakan buku pusaka yang Pollen temukan. Dengan mayat tubuh prajurit Izia yang dia bunuh. Larion mencoba mempraktekkan percobaan terlarang itu. Saat awal-awal percobaan, Larion tidak langsung berhasil. Dia sudah berusaha beberapa kali namun tidak kunjung berhasil dan terjadi apa-apa. Hingga akhirnya sebuah kesalahan terjadi, Gemstone yang menjadi sumber daya utama percobaan itu mengslami ledakan, karena kandungannya yang mulai tidak stabil terkontaminasi radiasi Armanites. Dan akhirnya Prajurit dapat berdiri kembali, namun dengan kulit yang rusak, gigi tumbuh dengan tajam dan kulit menghitam. Sesaat, Dia mencoba memeluk Pollen, merasa dirinya berhasil melakukan apa yang dia idam-idamkan selama ini. Walaupun masih belum sempurna dan tidak seperti yang dia bayangkan. Namun satu langkah didepan sudah ia tapaki. Sebuah cara untuk membangkitkan ibunya kembali. Namun Pollen, merasa tidak cukup puas itu. Ia menuntut suatu hal yang lain kepada Larion. Dia menyodorkan salah satu halaman buku itu. Terdapat gambar sosok pria tampan dan sangat bersahaja. Larion tidak paham apa yang buku itu maksud. Namun sesaat setelah dia mencoba memahaminya, itu adalah cara tentang mengubah wujud seseorang. Lariin tentu saja setuju dengan melakukan percobaan itu, karena tentu saja berhubungan dengan teknik pembangkitan miliknya. Larion juga paham, itu adalah sesuatu yang Pollen idam-idamkan selama hidupnya. Memiliki wajah yang normal, berbaur dengan yang lain.  Namun ada satu kendala, teknik pengubahan wujud ini tidak lebih kompleks daripada pembangkitan. Ada satu bahan yang tidak mungkin ada di hutan Izia. Bunga teratai Varhoeven. Hanya ada di dataran dialiri sungai. Cukup sulit bagi Larion dan Pollen untuk pergi ke sana tanpa pra sarana. Hingga akhirnya, Pollen memutuskan untuk pergi sendiri mencuri bunga itu dengan mencuri di salah satu desa kecil yang ada di dekat Yagonia. Berbekal ilmu sihir pasir yang ia miliki. Pollen nekat pergi kesana sendirian.  Tetapi tidak semudah itu, Pollen hanya ingin mencuri salah satu bunga itu, salah satu anak penjaga toko bangun dari tidurnya, memergoki Pollen. Hingga akhirnya, dia terpaksa membunuhnya. Dengan tangan dingin, mencegahnya agar ketahuan. Itu adalah korban pertama Pollen, awalnya dia merasa cemas, menyesal dengan amat sangat pedih, tetapi hanya sesaat. Dengan anehnya, Pollen merasa malah menikmati pembunuhan itu. Merasa gadis kecil itu pantas menerimanya, karena mereka juga tidak berlaku adil padanya. “Darah ini apakah ini yang aku cari selama hidupku? Apa aku memang ditakdirkan berbuat hal sekeji ini dan mengutuk dunia?” ucap Pollen berlari dari desa itu. Pollen pulang ke Gua Falkreth, memberikan Larion bunga teratai Varhoeven sekarung penuh. Saat hendak melakukan eksperimen, Larion mencoba bertanya baik-baik sekali lagi pada Larion. Menanyakannya apa ia benar-benar yakin dengan apa yang ia yakini, perbuat dan resikonya. Dia mungkin saja tidak berhasil melakukan eksperimen ini. Dan malah memperburuk hidupnya dengan balasan yang lebih k**i. Namun Pollen mengangguk. Kehidupannya sudah banyak dan mirip seperti neraka sekarang, apabila berada di dalam neraka yang lebih buruk tidak akan masalah bagi dirinya.  Larion melakukan eksperimen berbahayanya kepada Pollen. Menusukkan jarum dari kaktus bintang timur berwarna merah keunguan. Dia mencampurkan armanites dan bunga Teratai itu. Rasa sakit tak tertandingi menimpa tubuh Pollen. Dia menggelinjang dengan parah sampai matanya melotot dan membuka lengannya sangat lebar. Sementara dalam isi gua cahaya aliran sihir mengalir dengan cepat sana-sini, seperti gua itu membuat Pollen menarik dirinya sendiri. Hingga akhirnya, cahaya itu berhenti. Pollen pun berhenti menggelinjang. “Pollen, kau.” Larion menghampiri Pollen yang jatuh ke tanah. Dia terkejut dengan hasilnya. Tak percaya dengan apa yang telah diperbuat. Pollen masih setengah sadar, namun masih bisa bangun dari tanah. Ia pun akhirnya.mencari segumpal, air yang ada di dalam gua. Ia melihat refleksi di dalam dirinya sendiri. “Ini,” ucap Pollen kepada dirinya sendiri. “Apa benar ini aku?” Wajah Pollen benar-benar berubah 180 derajat. Wajahnya menjadi mulus bak tembok yang baru saja di aci, rambutnya ber
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN