Chapter 66 : Toadstone

1840 Kata
Setelah diyakinkan dan menceritakan semua kejadian yang ia alami di Hutan Izia. Gilbart, Marioth, dan Noy tercengang dan terkesima dengan apa yang sudah dilakukan Gavin disana. Mungkin memang sulit untuk dipercaya, namun setelah mendengar penjelasan Gavin tentang suku Izia dan keterkaitannya dengan leluhur Elf membuat mereka sedikit percaya dengan apa yang dikatakan oleh Gavin. “Waw... jika itu semua sungguh terjadi dengan dirimu Gavin, maksudku, bagaimana kau bisa selamat atas semua kejadian bahaya itu. Bukan bermaksud untuk merendahkanmu, namun aku melihat kemampuan sihirmu masih di bawah rata-rata, berbeda dengan Neville yang aku sudah tidak heran dengan kemampuan tempurnya” tanya Gilbart penasaran. Meskipun Gavin telah menunjukkan kemampuan sihir yang telah ia peroleh dan pelajari, namun Gilbart merasa itu tidak cukup untuk membuatnya bisa mengalahkan semua pasukan kawanan Ghoul yang berada jauh di levelnya. “Untuk itu, aku harus berterima kasih kepadamu, Noy,” Gavin melirik Noy sambil mengacungkan batuan sihir yang ia peroleh darinya. “Karena batuan sihir yang kuperoleh darimu, aku bisa membuat sihir yang aku tidak pernah kira aku bisa hasilkan sebelumnya” Noy tentu saja tak mengira batuan yang ia berikan kepada Gavin bisa sampai menyelamatkan nyawanya. Ia merasa tersanjung dengan ucapan Gavin. Karena baginya, batuan sihir itu merupakan barang berharga terpenting yang ia punya. “Aku senang jika kau bisa memanfaatkannya dengan baik Gavin. Tapi untuk lebih tepatnya, sihir apa yang sudah berhasil kau gunakan untuk melawan musuhmu?” tanya Noy penasaran. Gavin meremas batuan sihir itu, hingga membuat cahaya keluar dari dalam dan berwarna hijau. Hingga tiba-tiba sengatan listrik memancar kemana-mana keluar dari tangannya. Sengatan itu terlihat sangat kecil namun juga berbahaya disaat bersamaan. Marioth, Gilbart, dan Noy sangat terpukau dengan pencapaian yang berhasil dilakukan oleh Gavin. “Wow, kau bisa melakukan itu juga?” tanya Marioth dengan mata berseri-seri melihat sihir Gavin.  “Hahaha... ternyata kau menjadi tukang pamer sekarang Gavin.” Sahut Gilbart yang sepertinya memiliki sedikit rasa iri kepada sahabatnya itu. Tetapi, seharusnya Gilbart tidak memiliki perasaan seperti itu, karena dirinya sendiri memiliki keahlian di bidang lain, berbeda seperti Gavin. “Aku rasa sudah cukup” Gavin menggenggam tangannya menutup sihirnya kembali, dia tidak ingin menjadi sombong dan takabur dengan kemampuannya yang dia rasa masih lemah apabila dibandingkan dengan penyihir lain.  “Dengan segala keterbatasanmu kau bisa melakukan hal yang menakjubkan dalam sekejap Gavi. Aku penasaran, apakah situasi terpojok membuat dirimu menjadi lebih kuat atau sebaliknya? Kau menjadi kuat hanya bila pada saat-saat tertentu. Namun tidak masalah, dengan memiliki kemampuanmu yang luar biasa kau tunjukkan kepada kami aku harap itu bisa menjadikan dirimu lebih kuat nantinya. Namun giliranmu sudah habis. Aku rasa—“ Noy memutus ucapannya sendiri, melirik Gilbart dan Marioth di ujung ekor matanya, seakan-akan menyiratkan kalau ia ingin mengatakan sesuatu namun ingin tahu kalau ini adalah saat yang tepat. “Heh, ya... aku rasa begitu, sudah cukup aku bercerita tentang diriku. Aku juga merasa tidak nyaman bila terlalu sering membicarakannya. Aku ingin tahu bagaimana kabar kalian, Noy, Marioth, apa saja yang kalian lakukan setelah 3 bulan ini” Sahut Gavin ingin bertukar kabar dengan dua sahabatnya itu karena sebelumnya ia sudah menanyakan kabar tentang Gilbart. Namun Marioth, dan Noy saling melirik, seakan-akan ada sesuatu yang terjadi di antara mereka bertiga.  “Begini Gavin, kami bertiga sebenarnya sudah sering bertemu satu sama lain. Saat kau masih berada di Izia dan melakukan latihan, kami sering pergi bersama dan bermain bersama. Mungkin ini sedikit agak membuatmu kesal tapi kami melakukannya bukan tanpa sebab Gavin” Ujar Gilbart memberi tahu Gavin sesuatu yang mungkin membuat dirinya sedikit gusar. “Apa, kenapa kalian tidak mengajakku? Aku pikir kita adalah teman!” seru Gavin kesal karena merasa disisihkan oleh teman-temannya. Perasaan kesendirian dan dikucilkan tentu saja akan membuat seseorang menjadi marah karena mereka dianggap tidak penting. Gavin berdiri dan membalik badannya seolah-olah enggan mendengarkan penjelasan Gilbart. Sementara Gilbart, Marioth dan Noy ikut berdiri menghampiri Gavin di belakang mereka.  “Sudah Gilbart bilang Gavin, kami melakukannya bukan tanpa sebab” sahut Marioth berusaha kembali menenangkan Gavin dan membuatnya paham atas situasi mereka. Sementara Gavin menoleh ke belakang sedikit seolah-olah ingin mendengarkan secuil ucapan dari mereka. Gavin tak dapat memungkiri kalau dia tidak bisa benar-benar mengacuhkan mereka. Semarah-marahnya dia, mendengarkan penjelasan dari para sahabatnya itu akan membuat dia menjadi sedikit lebih mengerti situasi yang ada.  “Baiklah aku mendengarkan. Dan jangan sampai aku mendengar hal konyol lagi keluar dari mulutmu Gilbart. Aku sudah bosan mendengarnya. Lebih baik kau pikirkan baik-baik alasan apa yang akan kau katakan kepadaku agar aku tidak bertambah makin kesal atas kelakuan kalian bertiga yang mengacuhkanku dengan sadar.” Ujar Gavin. “Baiklah, begini Gavin.” Balas Gilbart yang berdiri berhadap-hadapan dengan Gavin. Saat ingin memulai berbicara, tiba-tiba suara riuh penonton terdengar sangat bising dari depan panggung. Membuat Gilbart yang ingin menjelaskan situasinya kepada Gavin sedikit terganggu. “Ah, mengganggu saja” sahut Gilbart dengan nada kesal. “Kami tidak mengajakmu bersama kami karena kami berpikir kau pasti adalah orang yang sibuk dan tak ada waktu keluar bersama kami. Apalagi kau adalah notabene seorang Raja, kami tidak ingin malah merepotkan dirimu yang sudah memiliki banyak kesibukan seperti kami. Dan juga, latihan yang kau lakukan bersama dengan Neville penasihatmu terasa memang benar-benar berguna bagi dirimu. Apa jadinya jika kami mengajakmu dan malah membuat semua aktivitasmu menjadi kacau? Saat kami pergi bersama, kami sedang melakukan investigasi” Ujar Gilbart yang memiliki rasa sungkan dan tenggang hati kepada Gavin. Walaupun umur mereka seumuran, namun status kedua anak ini sangatlah berbeda. Gilbart yang hanyalah seorang anak dari bangsawan tidak mungkin bisa disandingkan Gavin yang merupakan seorang Raja. “Ah omong kosong. Kenapa kau tidak bertanya padaku terlebih dahulu? Aku mungkin bisa mengosongkan jadwal dan rencana yang akan aku lakukan kalau itu memang penting dan kalian ingin pergi bersama. Kelakuan kalian yang sama sekali tidak terbesit untuk menanyaiku memang berencana untuk mengajakku dari awal. Akui saja Gilbart, Marioth, Noy. Kalian bisa dengan mudah pergi ke kastil dan menemuiku sama seperti yang kalian lakukan tadi pagi. Tentu aku akan sangat senang bila menerima tamu berupa tiga sahabat karibku ini.” Balasan Gavin membuat Gilbart, Marioth, dan Noy tertunduk tak berkata apa-apa. Memang sebelumnya saat Gilbart memutuskan untuk menemui Gavin di kastil adalah tindakan yang spontan, mereka tidak menyangka akan semudah itu untuk bisa masuk ke kastil tanpa ada penjagaan yang terlalu ketat.  “Tapi, mengenai Investigasi yang kau sebutkan tadi. Apa itu sebenarnya?” tanya Gavin penasaran. Karena Gavin merasa investigasi yang mereka bertiga lakukan terdengar seperti sesuatu yang penting. Apalagi ada Noy dengan pengetahun wawasannya yang luas hidup di perpustakaan cukup lama bisa memverifikasi investigasi yang dilakukan Gilbart dan Marioth. Bila Gilbart berkata tentang Investigasi sendirian, berdasarkan pengalaman terakhir kali yang ia alami dengannya, ia akan langsung kabur tanpa mendengarkan ucapan Gilbart sedikitpun. Takut terhasut oleh ketololan dan kebodohan yang dilakukan Gilbart Mendengar kalau Gavin tertarik mendengar investigasi yang tiga bocah itu lakukan, mereka semua serentak tersenyum dengan mencurigakan. Lalu ketiga anak itu berkerumun saling membisikkan sesuatu ke masing-masing telinga mereka. Membelakangi Gavin sehingga ia tidak memiliki tempat untuk ikut menimbrung dan mendengarkan bisikan mereka  “Hei, aku juga ingin menjadi bagian dari obrolan kalian! Jangan hiraukan aku” ujar Gavin tidak mau dirinya disisihkan sekali lagi. “Baiklah Gavin, kami akan memberitahumu” mereka membalik badan mereka masing-masing dan menatap wajah Gavin dengan tajam dan menakutkan. Seakan-akan mereka memiliki rencana buruk atau mengerikan yang dipikirkan bersama-sama.  “Kumohon jangan bertingkah aneh lagi. Aku sudah pusing menanggapi kalian dan lihat,” Gavin menunjuk lapangan, “The Gist akan berhenti bermain”. “Apa kau tahu cerita tentang harta Raja John?” tanya Gilbart kepada Gavin dengan tatapan yang masih sama mengerikan seperti sebelumnya. Namun Gavin menggelengkan kepalanya sama sekali tidak mengenal siapa orang yang dimaksud oleh Gilbart. “Pada zaman dahulu kala—“ Gilbart mulai bercerita, namun dia menghentikan kata-katanya sendiri dan berlanjut berkata, “Aku rasa itu terlalu klise dan monoton, akan menghabiskan waktu sampai fajar apabila aku menceritakannya dari awal.” “Tapi yang jelas. Ada seorang Raja bernama John. Dia dulu adalah Raja yang memerintah kerajaan kecil di perbatasan bagian selatan Yagonia. Raja John memerintah kerajaannya dengan makmur, sampai suatu ketika sebuah kutukan datang pada kerajaannya, menghabiskan nyawa setiap orang dan makhluk hidup disana. Raja John sangat frustasi dengan kondisi kerajaannya, berbagai cara ia lakukan agar semua warganya bisa kembali pulih. Hingga akhirnya Raja John pergi ke suatu tempat dan tak pernah kembali” Gilbart mulai bercerita sambil memasang wajah yang seram. “Beberapa tahun kemudian, Raja John kembali, ia berkata membawa sebuah Artefak Kuno, Artefak yang dapat menyembuhkan semua warganya kembali dengan normal seperti sedia kala. Raja John tidak pernah berkata darimana ia mendapatkan itu, tapi yang jelas dan tentu saja semua rakyatnya mempercayainya karena dia adalah salah satu harapan. Artefak itu berupa lentera yang katanya bisa menyerap semua penyakit dan kutukan yang diterima seseorang. Tanpa pikir panjang karena tidak memiliki jalan lain, Raja John menggunakan Artefak itu kepada seluruh rakyatnya”  Gavin mendengarkan cerita Gilbart dengan sangat seksama sampai dia menganga. “Namun, bukannya kesembuhan. Seluruh orang-orang yang ada di Kerajaan Raja John hilang dengan sekejap, tanpa meninggalkan jejak sedikitpun. Kerajaan-kerajaan tetangga tentu saja khawatir dan curiga dengan apa yang terjadi dengan kerajaan Raja John, mereka semua memutuskan untuk pergi ke sana menginvestigasi apa yang terjadi.” Sementara Gilbart sedang bercerita, Marioth dan Noy bermain dengan bunga yang ada di keranjang mereka seolah-olah sudah tahu dengan kisah yang Gilbart ceritakan. “Saat berada disana. Bukannya manusia atau makhluk hidup yang ditemukan, tempat itu malah diisi dengan monster dan makhluk-makhluk dari dunia lain. Semua utusan yang dikirim dari negara tetangga tewas seketika tanpa meninggalkan jejak. Dan sekarang, tempat itu dijuluki sebagai Spectre Vale.” Lanjut Gilbart membuat Gavin paham apa yang sebenarnya Gilbart hendak ceritakan. “Namun dibalik kengerian dan mara bahayanya, tempat itu menyimpan sebuah rahasia lain yang membuat para penjarah dan Bandit meneteskan air liurnya. Disinyalir, tempat itu terdapat banyak sekali Artefak dan Harta rahasia yang sangat kuat membuat semua orang ingin mendapatkan hal itu. Namun itu hanyalah rumor, tidak ada yang benar-benar bisa membuktikan keaslian tentang mitos itu. Dan juga, para Bandit dan Pencuri yang ingin mendapatkan kekuatan dan kesejahteraan dari tempat itu, sama sekali tidak menunjukkan tajinya” Gilbart menyelesaikan kisah yang mendebarkan tentang tempat yang semua orang di Yagonia pasti tahu tempat apa dan se mengerikan apa. “Lalu kenapa kau berkata padaku soal itu? Apakah kau sudah cukup gila membuat rencana untuk kita yang hanya segerombolan anak kecil pergi ke Spectre Vale sendirian?” Ucap Gavin  “Tidak, kau belum mendengarkan penjelasanku Gavin. 3 bulan lalu, kami melakukan investigasi tentang tempat itu, dan aku mendengar rumor, ada sekelompok bandit yang berhasil mengambil sebuah artefak dari Spectre Vale tadi. Mereka sekarang sedang singgah di Sandros, namun mereka hanya berada sebentar disana. Daripada kita langsung pergi kesana dan mati dengan konyol, lebih baik kita pergi ke Sandros dan mengkonfirmasi mitos itu dengan mata kepala kita sendiri” Karena masih tidak percaya, Gavin bertanya kepada Noy. “Apa kau bisa mengkonfirmasi mitos ini?” “Ehh... 50% Yang Mulia” Jawab Noy dengan perasaan setengah percaya dan tidak terlalu yakin.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN