Chapter 71 : Harapan Baru

2067 Kata
“Hei lihat itu siapa mereka? Apakah kau tidak melihatnya?” teriak salah satu biksu dari balon udara kuil matahari. Dia memanggil salah satu rekannya untuk melihat balon udara milik Douglas mengarah dengan sangat cepat dan terlihat berbahaya ke arah balon udara milik mereka. “Hey, sepertinya mereka dalam bahaya. Apa kau melihat kobaran api dalam balon itu. Itu terlihat sangat besar dan menggunung. Tidak adakah sesuatu yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan mereka?” sahut biksu yang lain melihat kondisi balon udara milik Douglas yang memang tampak sangat mengkhawatirkan.  Tanpa pikir panjang, biksu itu pun kemudian mengarahkan balon udara mereka menggunakan katrol kerekan yang menggantung di udara untuk segera di arahkan ke balon udara yang memang tampak butuh pertolongan. “Aku mendengarnya, aku pikir itu adalah suara ledakan kembang api. Aku tidak tahu kalau balon yang meletus itu menghasilkan suara yang sedahsyat itu. Maafkan aku kawan-kawan tidak menyadarinya dengan cepat sebelumnya.” Ujar biksu yang lain setelah mendengar teman-temannya sesama biksu heboh dengan balon udara terbakar itu.  Lama-kelamaan, asap dari balon udara itu mengumpul dan membuat udara menjadi penuh polusi dan asap-asap membumbung di langit. Dan tak lama kemudian, letusan kembali terdengar lagi, namun mereka yang berada di balon udara emas kuil matahari tidak mengetahui bagian mana dari balon udara itu yang meletus. Yang jelas, semakin lama keadaan akan menjadi semakin parah apabila tidak segera dibantu oleh mereka. Balon udara milik Douglas perlahan-lahan terbang melayang menghampiri balon udara kuil matahari. Para biksu menyadarinya, mereka bingung dengan kondisi angin yang seperti sekarang, bagaimana mungkin balon udara terbakar itu bisa sampai ke mereka dengan mulus dan seperti tanpa hambatan.  “Hey. Semuanya lihatlah mereka sedang menuju kemari. Cepat persiapkan untuk mereka agar bisa masuk ke balon udara kita dengan mudah. Kita harus dengan siap siaga merawat semua korban baik yang sudah cedera maupun yang masih sehat dan bugar. Mengerti!?” seru seorang biksu yang sepertinya jabatannya sedikit di atas daripada biksu-biksu yang lain berada di situ. Mereka yang mendengar seruan biksu itu mengangguk dan sangat patuh terhadap perintahnya.  “Mereka telah datang, bantu mereka untuk segera kemari dan beri tempat bagi mereka untuk sebuah platform!” teriak Biksu itu melihat balon udara yang sudah dekat. Para biksu pun berlarian bergotong royong untuk mencoba mengangkat orang-orang yang berada di dalam balon udara terbakar itu. Namun tak disangka-sangka, mereka sungguh terkejut karena melihat banyak sekali anak-anak yang masuk ke dalam balon udara itu.  Hanya satu orang dewasa saja yang berada di situ dengan muka kusam menghitam yang sepertinya terlalu bersusah payah untuk membetulkan mesin yang ada di dalam balon udara sementara anak-anak terlihat panik dengan mengeluarkan keringat yang sangat banyak terlihat mengucur deras di pipi dan tangan mereka. Para biksu itu berpikir mereka terlalu panik untuk memahami apa yang terjadi sehingga pikiran mereka terkuras membuat mereka lelah.  Anak-anak itu satu persatu diangkat ke dalam balon udara kuil matahari. Yang pertama masuk adalah seorang gadis kecil berambut panjang berwarna pirang. Dengan tubuhnya yang lumayan kecil tidak sulit bagi para biksu itu untuk Mengangkatnya ke dalam balon udara milik mereka. “Jangan melihat ke bawah Marioth! Itu akan menutupi ketakutanmu!” teriak salah satu temannya berambut merah bertubuh jangkung, rupanya dia tidak kalah terlihat paniknya dibandingkan yang lain. “Tidak apa-apa, cepat kemarilah, kami akan menolongmu” ucap salah satu biksu. Marioth pun berhasil naik ke balon udara milik kuil matahari dengan selamat.  Sementara itu anak selanjutnya adalah seorang gadis yang memakai gaun panjang dan topi lebar. Semenjak tiba, dia selalu menutupi mukanya, seperti memang sengaja menyembunyikan sesuatu. Dia tidak melangkah sendirian, dia melangkah bersama pria yang para biksu kira adalah seorang mekanik balon udara itu. Mereka pun naik bersama-sama dan akhirnya berhasil berpijak ke balon udara milik kuil matahari. Hanya tinggal satu anak terakhir yang tersisa, anak berambut merah dengan tubuh jangkung. Dia mencoba menaiki balon udara kuil matahari, namun dia malah menoleh ke belakang dan berkata, “Cepat Gavin, tidak bisakah kau mengimbangi balon udara ini sambil berjalan. Kau akan kehabisan tenagamu apabila terlalu lama mengeluarkan tenaga sihir itu! Aku tahu kalau itu berat untuk kau lakukan. Ayo cepat lari! Ada mereka para biksu yang akan menangkap kita!” Seru bocah itu membuat para biksu terkejut, rupanya masih ada satu bocah lagi yang tersisa. Mereka pun khawatir karena kondisi balon udara sudah sangat mengenaskan, di dalam platform tidak terlihat apa-apa, hanya kabut dan asap berwarna hitam tebal terbubung di dalam. “Hey nak, apa kau baik-baik saja?” teriak salah satu biksu yang khawatir dan mengucap dengan sangat keras tidak ingin kalah oleh suara angin berhembus di udara yang sangat nyaring berantakan terdengar di kuping.  “Aku tidak apa-apa Gilbart, kau lebih baik langsung saja meloncat ke balon udara kuil matahari itu. Aku akan menyelesaikan balon udara ini terlebih dahulu!” Sahut Gavin sambil berteriak agar Gilbart bisa mendengar suaranya dengan jelas. Akhirnya Gilbart memutuskan untuk meloncat, namun tiba-tiba jarak antara balon udara milik kuil matahari dan balon udara milik mereka kehilangan jarak, menjadi sedikit mundur, membuat Gilbart kehilangan keseimbangannya saat hendak melompat. Gilbart melompat ke atas udara dengan alas dan atap langit membuatnya benar-benar bergidik ngeri. Tetapi untung saja saat ia berada di udara, ia mengulurkan tangannya sehingga bisa diraih oleh para biksu dan membuatnya terselamatkan tidak mati secara sia-sia.  Sesaat setelah Gilbart berhasil menapaki alas platform balon udara kuil matahari, tiba-tiba terdengar ledakan dari balon udara mereka. Sontak, Marioth, Gilbart dan Noy berteriak dengan sangat kencang “GAVINN!!!” khawatir dengan keadaan temannya itu karena ledakan terlihat sangat masif dan berbahaya. Gavin bisa saja terbunuh atau terlempar dari sisi itu, namun sayangnya mereka tidak bisa melihat atau mendengar suara Gavin dengan jelas tertutup oleh kobaran api tungku dan asap hitam. Hanya derap kakinya yang membuatnya mendeteksi adanya kehidupan di dalam balon udara tersebut. Tak lama kemudian, Balon udara tersebut tidak bisa mempertahankan posisinya lagi, ia terjatuh tanpa bisa berdiri atau terbang melayang ke atas lagi. Noy, Gilbart, dan Marioth berteriak sekali lagi. Tidak mungkin Gavin bisa semudah itu untuk mati terkungkung dalam balon udara yang seharusnya memberikan dia mobilitas yang tinggi dalam bergerak.  “Gavin, bila kau mendengarku dan kau masih hidup. Dengarkan kata-kataku, kami semua menunggumu di sini. Jangan khawatirkan kami yang mungkin kau merasa tidak bisa kau selamatkan. Kami semua aman disini, hanya menunggumu berpijak dan berpikir apakah kau akan datang kemari menyusul kami. Jangan buat kami menunggu lama Gavin!” Seru Gilbart dengan sangat nyaring ke bawah. Sementara Marioth dan Noy meneteskan air mata mereka menyangkal kalau Gavin akan mati dengan semudah itu. Mereka benar-benar merasa sedih “Tentu saja aku bisa mendengarmu dengan jelas dan benar-benar hidup. Kau pikir aku ini siapa?” Sahut Gavin yang meluncur dari bawah ke atas. Ini bukan pertama kalinya bagi Gavin mendapatkan situasi seburuk ini. Dia telah belajar kalau sihir anginnya tidak benar-benar memiliki batasan yang nyata. Dulu waktu dia masih berada di Izia dan bertempur melawan Pollen, ia mengira kalau sihir anginnya harus menyentuh sebuah “alas” untuk benar-benar berfungsi dan membantunya melayang ke atas. Namun ternyata itu hanyalah imajinasi yang ada di pikirannya. Batasan itu tidak benar-benar ada. Dan saat ini ia membuat sebuah pusaran angin ke atas yang membuatnya mampu untuk meluncur menyusul balon udara emas milik kuil matahari. Membuatnya mampu melayang hingga terlalu tinggi berada di atas balon udara kuil matahari. “Siapa dia sebenarnya?” ucap salah satu biksu kagum sekaligus tak percaya dengan apa yang dia lihat. Sementara Marioth, Noy, dan Gilbart berteriak kegirangan dapat melihat Gavin dengan wajah riang dan sedikit sombong mengarah ke mukanya. Awalnya Gilbart memang sedikit meremehkan kata-kata Gavin soal dia telah belajar sihir matahari, namun rupanya kata-kata itu benar adanya. Dia sudah kalah dari berbagai macam level dengan Gavin.  “Dia adalah Raja kalian. Raja Gavin, bagaimana kalian tidak mengenalnya?” ketus Marioth membalas perkataan para biksu itu. Tentu saja dia merasa kesal bagaimana mungkin seorang biksu dari kuil matahari tidak mengenal siapa raja mereka. Tatkala mendengar itu, mereka pun langsung bersujud menyembah Gavin yang masih melayang di atas. “Maafkan kami Yang Mulia, karena tidak menyadari kalau itu adalah Anda.” Gavin pun langsung terjun ke bawah menuju platform hingga jungkir balik terkena papan kayu yang keras disana.  “Sudah-sudah, angkat kepala kalian, aku tidak perlu permintaan maaf dari kalian.” Jawab Gavin yang sudah berada di dalam platform. Sementara anak-anak yang lain memeluk Gavin dengan sangat erat, dalam sepersekian detik mereka mengira akan kehilangan dirinya, namun ternyata mereka mengkhawatirkan orang yang salah.  “Aku tak percaya kalau kau akan terbang dari sana bagaikan burung Gavin” ucap Noy masih tak percaya dengan apa yang sudah dilakukan Gavin. Berjalan menuju ke ujung platform, Gavin melihat balon udara itu masih terbakar dan meninggalkan asap yang tebal di sekitarnya. Sementara platformnya terbakar dengan sangat cepat hanya meninggalkan abu di separuh bagian belakangnya sementara separuh lainnya hanya menunggu untuk habis dilahap oleh api. Gavin pun membalikkan badannya dan menunjuk seraya mengucap dengan keras.  “Aku tidak ingin kalian para biksu untuk meminta maaf, aku ingin kau. Douglas, pemilik sekaligus mekanik dari balon udara kami untuk menjelaskan segalanya apa yang terjadi balon udara itu. Apa yang sebenarnya terjadi.” Ucapan Gavin tentu saja membuat para biksu dan anak-anak lainnya terkejut, mereka tidak menyangka Gavin akan seberani itu untuk mengucapkan kata-kata dengan bijak. Para biksu langsung melingkari tubuh Douglas, membuatnya tidak memiliki celah ke mana pun untuk ia kabur. Karena mereka juga menaruh curiga kepada mekanik itu sejak awal, tidak mungkin 4 orang bocah cilik menjadi tersangka atas balon udara yang sengaja meledak dan memiliki tingkat kerusakan yang tinggi seperti tadi.  “Aku mohon untuk kalian tetap tenang, biarkan pria ini berbicara atas dirinya sendiri dan membela dirinya sendiri. Aku tidak ingin bias tercipta dalam situasi ini  jika ia harus jujur akan situasi yang ada di hadapannya, biarkan dia berbicara dan mengatakan sejujur-jujurnya atas apa yang terjadi” ucap Gavin dengan bijak melihat para biksu yang terlalu ketat memberinya ruangan untuk bergerak yang mungkin saja bisa membuatnya tertekan apabila dilakukan secara terus menerus.  Douglas mulai menurunkan lututnya, menangis dan menutupi wajahnya, walaupun mencurigakan, mereka semua amat kasihan saat melihat situasi Douglas mereka mengira ada sesuatu yang ingin ia katakan namun sangat sulit untuk diucapkan “Lebih baik kau mulai berbicara sekarang dan patuhi perkataan Tajam Gavin menyuruhmu untuk segera berbicara secepatnya. Kau adalah orang yang paling mencurigakan disini, dimulai dari yang pertama. Bagaimana bisa kau dengan mudahnya menukar balon udara yang sengaja kami pesan dengan balon udara bututmu ini. Kau sengaja ingin membunuh kami semua bersama-sama kan?” Teriak Gilbart, tak lama kemudian Gavin menghampirinya menyuruhnya untuk tetap tenang. “Tidak Tuan, sungguh aku tidak ingin kalian berprasangka buruk kepadaku. Aku memaksa kakakku untuk mengganti balon udara miliknya dengan milikku adalah karena kancing ini” Douglas membuka lebar-lebar telapak tangannya memperlihatkan kancing tadi kepada anak-anak disana.  “Ini adalah kancing milik anakku. Umurnya sepantaran dengan kalian semua. Dia seorang gadis yang manis dengan senyuman bersinar selalu terpancar dari sifat cerianya. Setiap tahun, kami selalu merayakan festival balon bersama-sama. Namun tahun ini tidak, 2 minggu yang lalu dia telah terkena serangan penyakit, membuatnya terbaring di kasur lumpuh tak berdaya.” Ucap Douglas sambil mengeluarkan air mata kesedihannya. “Sudah berhari-hari aku mencari seorang tabib ataupun dukun untuk mengobati anakku. Namun mereka semua berkata hal yang sama. Mereka tidak mampu menemukan asal-muasal penyakit yang anakku derita. Jujur, aku sangatlah bersedih mendengar omongan para tabib itu, aku sudah berada di titik puncakku, aku tidak tahu harus melakukan apalagi kepadanya. Hingga suatu hari, keajaiban tiba, dia bangun dari ranjangnya setelah tertidur berhari-hari. Ia memanggil namaku dengan sangat keras, menyuruhku untuk segera berada di sampingnya, dia berkata untuk ingin menaiki balon udara, sama seperti dahulu, ia tahu festival balon akan tiba karena dia berkata selama dia tidur, dia selalu menghitung hari. Aku tahu bahwa hal itu sangatlah tidak mungkin untuk dilakukan. Hingga pagi hari saat festival berlangsung, dia sekarang berada pada posisi koma lagi” Douglas mulai menangis tersedu-sedu hingga kata-katanya sulit untuk dipahami. “Ibunya berkata kalau saat matahari belum datang, dia sudah mengumpulkan bunga untuknya pergi ke festival balon, namun hal itu tentu saja menguras tenaganya. Dan akhirnya pagi harinya ia terbaring koma tak sadarkan diri. Aku tak bisa meninggalkan bunga itu sendirian tak tertebar. Terpaksa aku harus memaksa kakakku yang merupakan penyewa balon agar aku bisa terbang bersama kalian meskipun balonku sangatlah tidak layak pakai. Aku sudah berusaha mati-matian untuk memperbaikinya. Namun waktunya cukup singkat, hingga terjadilah kejadian tadi” semuanya hening, tak dapat menghakimi apa-apa atas kejadian Douglas yang mengharukan itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN