Chapter 46 : Datang dengan tak diharapkan

1839 Kata
Di dalam hutan, Gert yang sedang mencari buah-buahan dan binatang buruan untuk dimakan dengan fokus mencari makanan untuk dirinya. Namun bukannya makanan, ia malah menemuka suara nyaring seperti telapak kaki berlari menyentuh tanah. Saat ia melihat ke atas, burung-burung berterbangan lari ke arah utar dengan mengeluarkan bunyi-bunyian nyaring. Diantaranya adalah burung dara dan merpati dengan formasi acak. Sementara itu hewan-hewan darat seperti rusa bermata ungu dan serigala berekor ganda yang merupakan hewan endemik hutan bagian barat dan timur kabur berpencar ke arah tak menentu. Tidak hanya satu golongan, bahkan bisa dibilang hampir semuanya pergi tunggang langgang ke utara. Gert berpikir dalam hati, tidak biasanya hal seperti ini terjadi. Kemungkinan para fuan berlari ke utara adalah ada sesuatu yang buruk terjadi di selatan, yang itu merupakan tempat desa bernaung. Jika itu memang benar, berarti desa benar-benar dalam bahaya. Untuk segera mencari tahu, Gert pun langsung saja meninggalkan makanan yang ia kumpulkan  “Ada apa ini? Apakah mungkin ini bagian dari firasat Aalina yang selama ini dia simpan?” Aalina akhirnya tiba di depan gerbang bagian belakang desa Izia. Keadaan begitu berantakan, banyak kain tersangkut tembok berkibar terkena, keranjang yang penuh dengan makanan terjatuh di tanah berantakan. Tanah-tanah lumpur becek dengan jejak pijakan kaki yang kentara. Dan tibalah seorang prajurit dengan baju compang-camping datang dari balik gerbang itu. Bajunya yang penuh dengan darah sementara helmnya terkoyak hilang sebelah. Dia berjalan sambil membawa tombaknya sebagai pemijak tanah. Prajurit itu pun menghampiri Gert, selaku pemimpin dari mereka. “Hey, apa yang terjadi?” Tanya Gert keheranan melihat prajuritnya yang bersimbah darah di perutnya. “Kau jangan banyak berbicara, kondisimu sangat buruk saat ini” Timpal Gert kembali. “Warga desa Tuan” Kata Prajurit itu dengan nafas tersengal-sengal lidah berbelit. “Warga desa diserang” Prajurit itu tidak bisa berdiri dengan lancar lagi, badannya terguling ke tanah, namun berhasil ditangkap oleh Gert yang ada di depannya. “Ini benar-benar buruk” Gumam Gert dalam hati.  Gert pun mencoba mengecek nadi prajurit itu. Tidak ada denyutan yang terasa sama sekali, Gert menutup matanya dan memberikan tongkatnya ke atas perutnya sebagai penghormatan terakhir. Gert melihat di atas menara yang seharusnya diisi dan diawasi penjaga tampak kosong. Seharusnya setiap ada orang yang masuk melalui jalur belakang akan ada satu penjaga memeriksa. Sementara yang lain mengawasi dari atas. Karena curiga, Gert pun meloncat ke menara setinggi tiga meter itu dengan tanpa susah payah.  Karena kondisi dalam ruangan menara itu gelap, seseorang biasanya akan menyalakan lilin atau obor sebagai penerangan, namun saat Gert memasukinya, tidak ada pencahayaan sama sekali, yang ada malah terlihat pintu terbuka lebar dengan angin yang bertiup kencang membuat pintu itu menabrak tembok berkali-kali Gert pun mengecek obor yang ada di samping tembok ruangan itu, dengan sedikit sihir api ringan dari dalam jemarinya. Dan tak disangka-sangka, ada segumpal darah menggunung di lantai menara itu. Darah itu tampak dangat pekat dan segar. Seperti baru-baru saja keluar.  Tak jauh dari darah itu, ada garis memanjang menuju sebuah loker s*****a. Aksen dari garis darah itu membentuk pola sepatu buts yang dikenakan para penjaga. Namun berbeda daripada gumpalan darah tadi, jejak darah ini terlihat lebih bening dan tak tersentuh. Tanpa basa-basi Gert pun langsung berjalan menuju loker s*****a teletak disamping kiri sekita 6 kaki setelah gumpalan darah itu berada. Loker s*****a tempat jejak darah itu berakhir bukanlah loker yang hanya berisi s*****a. Kebanyakan para penjaga menara atau yang bertugas di sekitar sana menggunakan loker itu sebagai ruang ganti baju atau ruang tempat pertemuan penting. Bahkan tidak bisa dianggap sebuah loker karena ukurannya cukup besar daripada loker biasa. Loker itu sangat sulit dibuka. Gerta tak bisa membukanya dengan tarikan biasa. Hingga berulang kali Gert mencoba menariknya dengan sekuat tenaga sampai kakinya menempel di kaki, pintu loker itu tak kunjung terbuka. Gert pun menyilangkan tangannya, heran kenapa pintu itu sangat sulit untuk dibuka. Akhirnya gert pun memutuskan untuk membuka loker itu dengan paksa. Ia mengambil pisau yang ada di pinggangnya dan langsung saja bergerak menghancurkan pintu loker itu. Namun tak disangka-sangka, tiba-tiba sosok Ghoul dengan pakaian prajurit lengkap muncul dari balik loker menyerang Gert dengan cakar dan giginya yang tajam. Karena Gert sudah memegang pisau dari tadi, dengan muda Gert bisa mengalahkan Ghoul itu dan menjatuhkannya ke lantai. Namun sesungguhnya Gert sangat syok. Dia tidak tahu hal seperti itu memang benar-benar ada dan ia melihatnya sendiri. Gert memeriksa Ghoul yang baru saja ia katakan. Mukanya yang aneh dan menyeramkan mengingatkannya akan sesuatu. Dan sepersekian detik, Gert langsung ingat. Ghoul yang baru saja ia katakan adalah penjaga menara ini. Mukanya yang tampan dan ramah harus berubah menjadi menyeramkan seperti ini. Gert sungguh sangat kasihan kepadanya, matanya meneteskan air mata seraya menutup mata dan mulut Ghoul itu yang terbuka menganga sebagai penghormatan terakhir. Ini benar-benar genting. Desa sedang dalam bahaya.  Laku tiba-tiba suara seorang perempuan berteriak dari bawah. Dengan sigap Gert langsung saja menghampiri wanita itu yang sepertinya berada dalam bahaya dan memerlukan pertolongan.  Dari atas, Gert menengok perempuan itu yang jatuh dengan tangannya menggendong bayi menangis dengan sangat keras. Kaki wanita itu tampak terkilir dan sulit untuk bergerak sesaat setelah ia beberapa kali mencoba menggerakkannya. Sedangkan di hadapannya, ada sesosok Ghoul dengan mata teriris sebelah berlari hendak menerkamnya. Tanpa basa-basi Gert langsung saja menendang Ghoul itu dari atas mengenai kepalanya hingga terlempar menabrak dinding rumah “Ahhh… Tidak… Apa yang kau lakukan kepada suamiku” Wanita itu berteriak menangis sambil memukul-mukul betis Gert. Gert pun menoleh “Aku mencoba untuk menolongmu, nyawamu terancam!” Gert berucap. Rupanya, sosok Ghoul yang menyerang dia tadi bukanlah benar-benar monster, melainkan manusia yang dirubah menjadi sosok Ghoul “Aku minta maaf soal suamimu. Tapi sekarang, tolong katakan apa yang terjadi” Gert memegang pundak wanita itu, dia masih mengusap air matanya yang berjatuhan sedangkan cekikikan tangisannya masih sulit untuk dihentikan, membuat dia terbata-bata dalam mengatakan sesuatu. “Ini semua gara-gara penyakit itu. Kami semua menyerahkannya kepada Tetua Drehalna, tapi bukannya bertambah baik. Penyakit itu malah bertambah parah dan merubah suamiku menjadi seperti itu” Ucapan seorang wanita yang tersakiti tidak mungkin berkata hal yang dusta. “Sekarang bagaimana kondisi semua warga desa?” kata Baroth sambil berharap-harap cemas.  Wanita itu tidak berkata apa-apa. Dia hanya menunjuk ke arah tepat di belakang Gert. Gert pun menoleh. Asap hitam tinggi muncul dari tempat yang kelihatannya seperti balai desa. Namun asap out tidak terlihat seperti asap kebakaran atau semacamnya. Ada energi sihir yang berkerubung melewati itu. Dengan sigap dan waspada, Gert pun langsung menghampiri asap itu. Saat dalam perjalanan, Gert menemui beberapa penjaga yang masih sadar dan sedikit terluka. Mereka memiliki satu keluhan yang sama. Ghoul. Gert pun menyembuhkan mereka dengan sedikit potion dan menyuruh mereka untuk membantunya kembali mengalahkan para Ghoul yang menyerang desa. Namun saat ditanyai penyebab pastinya, mereka hanya menggeleng-gelengkan kepala. Dan akhirnya bersama para prajurit yang tersisa, Gert tiba di tempat asal asap itu berada. Asap itu tampak entah muncul darimana, para warga kacau menghindari kejaran dan serangan para Ghoul. Gert langsung menyuruh para Penjaga untuk membantu orang-orang yang kesusahan.  Gert mendekati asap itu, dan di sekeliling alas asap itu bernaung, ada semacam lingkaran sihir dengan lambang yang tak pernah Gert tahu sebelumnya. Lambang itu mirip seperti lambang sihir terlarang. Dia tidak rahu pasti apa fungsi dari lingkaran sihir itu, selain terlihat menakutkan, itu juga terlihat berbahaya. Gert pun berbalik arah, meninggalkan lingkaran sihir yang ia amati. “Halo Gert, apakah kau sudah menemukan dimana keberadaan Aalina” Gert terjatuh ke tanah. Ia kaget menyaksikan apa yang dia lihat. Larion, duduk berdiri di hadapannya. Dengan tatapan mata berwarna merah, dan ular sihir berwarna hitam mengelilingi bahunya. Dia mengucap dengan senyuman sinis sambil memiringkan alisnya. Gert bukan kaget karena melihat Larion, tetapi hawa energi sihir terpancar dalam tubuhnya sangat deras seakan-akan dirinya bukanlah manusia, melainkan iblis dengan aliran energi tak terbatas. “Bukankah aku sudah berpesan ingin bertemu dengannya?” “Bagaimana kau bisa ada disini? Bukankah kau sedang dikurung dalam penjara Gua Falkreth sekarang? Bagaimana kau bisa lolos” Gert berteriak kebingungan, dia pun mencoba berdiri lagi dan berujung berhasil tanpa Larion mencoba menginterupsinya. “Kita semua sudah tahu kalau penahanan itu sandiwara bukan? Lagipula aku bisa kabur dari sana kapanpun aku mau. Aku hanya menunggu waktu yang tepat. Apa menurutmu, Armanites, batuan yang menjadi sumber perlawananku bisa menahanku, Gert?” Tanpa basa-basi Gert langsung saja menyerang Larion yang berdiam diri. Namun Larion tampak tidak menghindar, ia tetap diam dan berada di jalur serangan Gert. Dengan sebilah pisau khusus untuk menyerang lawan, Gert langsung saja menebas perut Larion dengan sangat cepat. Larion tidak berkata apa-apa, tidak merintih kesakitan ataupun panik ketakutan. Gert langsung menghadap punggung Larion, mencegahnya berbuat macam-macam. “Dengar Larion, aku tidak punya waktu untuk berurusan denganmu saat ini. Aku ingin segera menemui Tetua Drehalna” ujar Gert dengan menghirup nafas dalam-dalam. Ia tahu, Larion menjadi orang yang berbeda daripada yang ia kenal sebelumnya.  “Setelah kau menyerangku dengan mainanmu, kau pikir bisa meninggalkanku begitu saja? Apa perlu aku mematahkan kakinya terlebih dahulu membuatnya sebagai mainan untuk temanku disini” sahut Larion sambil mengusap-usap ular melilit lehernya “Woww… Perkataanmu tadi sungguh sangat membuatku kaget Lars, kau bertingkah menjadi sok kuat sekarang. Apa kau merasa sombong hanya karena berhasil menahan serangan terlemahku Larion? Apa kau tidak ingat semasa kecilmu kau sering berlatih di gubukku dan selalu pulang mendapatkan merah di pipi dan ruam di sekujur kepala” Gert tertawa, mencoba menyairkan suasana. Namun Larion hanya mendengus. “Sungguh masa-masa yang indah” Ucap Gert sambil memandang langit. “Apa kau tidak ingin kembali ke masa-masa itu Larion”  “Semuanya sudah terlambat. Yang sudah terlanjur tidak akan bisa dikembalikan lagi. Kaum Izia sudah rusak dari dalam, tidak akan bisa diperbaiki lagi. Hanya kehancuran dan kesedihan yang akan membuat mereka bangkit kembali. Aku sudah muak mendengar ocehan dan ceramahan dari semua orang.” Disaat Larion berkata-kata. Gert menengok ke arah belakang ada sosok wanita brambut putih dengan jubah panjangnya berjalan sambil mencekik seseorang. Gert tidak boleh tergesa-gesa, mungkin saja itu hanya bayangannya. Dan Larion tidak akan mungkin membiarkannya lewat begitu saja. “Katakan padaku Larion. Apakah ini semua tentang Freda? Berapa kali harus kubilang cerita tentang pembangkitan itu hanyalah dongeng? Pengetahuan tidak akan membuatmu semakin bijak Larion, itu justru akan merusakmu dari dalam” dengan sangat cepat, Larion memukul Gert dengan energi hitam panjang dan besar mengenai leher Geert membuatnya tersedak dan jatuh ke tanah.  Tidak hanya satu, ia melancarkan begitu banyak serangan hingga membuatnya babak belur kehabisan kata-kata. Hingga muncul bengkak merah di pipinya dan ruam di sekujur tubuhnya  Gert terkapar lemas tak berdaya di hadapan Larion. Namun tak berhenti, Larion berusaha melubangi tubuh Gert dengan mengeluarkan cahaya energi hitam berwarna besar, namun dengan sedikit tenaga yang Gert punya, dia berhasil menghindar.  Gert mencoba berdiri, dia pun berlari sambil memungut pisau yang terjatuh ke tanah. “Sudahku bilang Larion, aku tidak ingin menyakitimu” ucap Gert dengan nafas tersengal-sengal “Mana kemampuan terkuatmu? Mana sihir terkuatmu? Aku ingin melihatnya, tunjukkan padaku wahai pemimpin penjaga Izia.” Larion berteriak dengan gahar dan menakutkan. “Dan jangan sekali-sekali kau mencoba berkata tentang ibuku. Parasit sepertimu tidak akan tahu apa yang kurasakan”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN