Chapter 47 : Jalur Rahasia

1999 Kata
“Aalina, apa kau masih bisa berjalan dengan lancar?” Tanya Gavin dengan cemas. Setelah dia melakukan perubahan terhadap wujud fisiknya, Aalina seperti memiliki kelelahan fisik. Ia terus saja menunduk dan terbaring di sana sambil memegang tanah. Sementara para prajurit, juga nampak kelelahan dengan duduk bersila di atas tanah melepas helm mereka. Dan terlihat banyak sekali luka-luka ruam di sekujur kepalanya sangat kentara.  “Aku tidak apa-apa. Meskipun wujudku tadi menghabiskan banyak energi sihirku, aku masih bisa bergerak dengan bebas, walaupun masih terbatas” Balas Aalina sambil mencoba berdiri. Meskipun berkata seperti itu, Aalina jelas-jelas tidak bisa menopang badannya sendiri. Ia hampir saja terjatuh dan untung saja Neville yang berada di dekatnya menahan bahu Aalina agar terjatuh di lantai. Mereka pun saling bertatap muka mencuri pandang “Maaf…” Kata Aalina memelas. “Kau sebaiknya tidak usah memaksakan dirimu sendiri, kami akan bergerak sesuai dengan kecepatanmu” Aalina menarik tangannya dari bahu Neville, merasa dia bisa berjalan dengan sendiri. Neville pun mau tidak mau harus melepaskannya meskipun masih khawatir ia akan terjatuh lagi seperti tadi. “Kita tidak ada waktu, penduduk desa mungkin sudah berada dalam bahaya. Kita sebaiknya bergegas” Kata Aalina sambil meletakkan busur panahnya yang mulai retak ke punggungnya. “Hei kalian, tidak ada waktu bermalas-malasan. Cepat berdiri!” ujar Aalina kepada dua prajuritnya yang beristirahat. Mendengar itu, mereka langsung berdiri dan buru-buru mengambil helm yang terjatuh.  “Maafkan aku Aalina. Aku seharusnya bisa mengalahkan pria itu tadi. Namun, malah kau yang menjadi imbas dari pertempuran ini. Dengan sihirku aku seharusnya bisa dengan mudah mengalahkannya.” Ujar Gavin dengan polos dan kecewa. Namun juga mengatakan hal yang sangat membuatnya percaya diri akan kemampuannya sendiri. “Hahaha… Ya, kau bisa mengalahkannya lain kali Yang Mulia, dia belum mati.” Ujar Aalina sambil tertawa, namun, memberikan rasa kebingungan dan heran kepada semua orang yang ada disana mendengarnya. “Bagaimana kau bisa tahu kalau dia belum mati?” tanya Gavin. “Sihir yang barusan aku lakukan adalah sihir kuno. Tidak banyak Kaum Izia yang masih bisa melakukannya. Sihir itu merubah bentuk tubuhku menjadi makhluk kuno. Mungkin kau lebih akrab mengetahuinya dengan sebutan Elf.” Ucapan Aalina membuat mata Gavin berkaca-kaca sambil menganga karena dia mendengar sesuatu yang hampir mustahil, terlalu keren. “Jadi, apa benar kau ini seorang Elf Aalina?” “Tidak, Elf sudah tidak ada di Odessa. Aku hanya meminjam kekuatan dari sihir kuno itu untuk membuatku lebih kuat dan cepat. Sebenarnya sihir kuno ini memiliki banyak fungsi, bisa berubah menjadi hewan, makhluk gaib, bahkan Dewa. Untuk yang terakhir aku sebutkan itu sebenarnya mustahil sih. Sudah ribuan tahun lamanya seseorang tidak bisa merubah wujud mereka menjadi dewa.” Ucap Aalina yang mulai berjalan ke arah luar lembah. “Dan sihir yang aku lakukan bukanlah sihir mematikan untuk membunuh seseorang, melainkan sihir untuk ‘memurnikan’ seseorang. Karena yang aku tahu, wujud asli Pollen tidak seperti itu. Dia pasti menjadi percobaan eksperimen kakakku, Larion. Kita bisa mengurusnya nanti, namun sekarang yang terpenting adalah kita kembali ke desa dan memberitahukan mereka apa yang sudah terjadi. Walaupun aku sedikit kecewa karena yang aku inginkan tidak ada disana. Rahasia tentang penyakit yang warga desa derita” Aalina berkata dengan menunduk dan sedikit sedih “Itu terdengar mirip dengan sihirmu yang kau lakukan saat latihan denganku. Dia bisa mengeluarkan anjing-anjing gaib dari sebuah portal misterius. Iya kan, Neville?” Perkataan Gavin barusan membuat Neville kaget. Neville tidak menjawab, ia hanya menggaruk-garukkan dahinya sambil tersenyum. “Ya, sebenarnya tidak seperti itu, tapi Anda boleh-boleh saja menyebutnya seperti itu Tuan” “Oh, kau pengguna sihir kuno juga?, Aku tidak pernah mendengar tipe seperti itu” sahut Aalina. “Emm… Sebenarnya tidak, itu sesuatu yang lebih kompleks.” Ujar Neville seperti tidak ingin mengatakan rahasia sihirnya. “Ngomong-ngomong, bagaimana kita akan kesana?” balas Neville mengalihkan topik pembicaraan “Ah tentu saja, aku hampir lupa untuk mengatakannya” balas Aalina sambil berjalan memimpin yang lain. Bajunya yang kusut dan tampak bolong disana-sini membuatnya rentan untuk rusak bila terkena serangan atau hal semacam itu selanjutnya. “Kita tidak akan menggunakan rute sama yang kita gunakan saat pergi, aku mengetahui jalan pintas yang membuat kita bisa kembali lebih cepat ke desa.” Terang Aalina. “Kenapa kita tidak menggunakan rute itu sejak awal bila memang lebih cepat seperti katamu?” tanya Gavin kebingungan.  “Rute yang kita gunakan untuk pulang adalah sebuah bukit dengan pijakan tajam dan tinggi. Bila kita menggunakan rute ini saat kita pergi dari desa maka akan sangat sulit karena belum ada rute aman yang bisa digunakan untuk naik. Sementara untuk turun, aku sudah membuat pijakan-pijakan khusus agar kakiku bisa kuat menahan tekstur bukit yang tajam dan agak sedikit kasar. Bahkan bagimu yang menggunakan alas kaki akan tetap bisa merasakannya. Di bawah bukit itu ada sebuah air terjun yang langsung bisa menjadi tempat kita jatuh.” Para prajurit saling menatap muka mereka masing-masing “Emm… Nona, kami belum pernah mengetahui sebelumnya tentang rute itu. Apa Anda yakin dengan yang Anda maksud?” tanya Prajurit itu kebingungan. “Ya tentu saja kalian tidak tahu, bahkan aku akan mencurigai kalian bila kalian mengetahuinya. Ini adalah jalan pribadi yang aku buat bersama,” Aalina berhenti berucap matanya menunduk, seperti malu untuk mengucapkannya. “Bersama Pollen.” “Ehh… Maaf Nona, Anda tadi berkata soal air terjun dan jatuh, saya sedikit tidak mengerti. Apa itu maksudnya…” Belum sempat Prajurit itu menyelesaikan ucapannya, mereka sudah tiba di tempat yang terlihat seperti lereng bukit. Di bawahnya ada jalur yang terbuat dari siratan tanah yang diukir harus kebawah muat untuk hanya satu orang. Sementara di dasarnya, ada sebuah danau dengan air berwarna biru muda sangat bening. Bahkan mereka yang berada jauh di atas bisa melihat bagian dasar danau itu dengan jelas. “Ini tempat yang kumaksud, sudah kubilang lebih cepat bukan?”  “Aalina, ini terlihat tinggi sekali, apa yang akan kita lakukan?” Gavin bergidik ketakutan setelah menengok ke bawah. Gavin memang sedikit takut dengan ketinggian dan tempat yang dalam. Berada di tempat-tempat seperti itu membuat Gavin membayangkan apa yang terjadi bila ia terjatuh ke bawah sana. “Kau sungguh tahu atau pura-pura tidak tahu Yang Mulia? Tidak bisakah kau mendengar bisikan danau ini yang memanggil-manggil ingin kita terjuni. Aku selalu bisa mendengar bisikan mereka” Walaupun ada benarnya, namun ucapan Aalina membuat Gavin malah bergidik tambah ngeri. “Dibandingkan melihat Ghoul, aku lebih ngeri melihat jalan pikiranmu Aalina” Aalina hanya membalas dengan tersenyum. “Aku tahu tempat ini. Ini air terjun Bardillac, dan tempat ini benar-benar dekat dengan desa.” Kata salah satu prajurit, sementara prajurit yang lain mengangguk-angguk setuju dengan ucapannya “Ya kan, sudah kubilang aku mengetahui jalan yang lebih cepat.” “Bardillac? Sama seperti nama kakekku,” cetus Gavin, “Benarkah? Dari dulu danau ini sudah memiliki nama seperti itu. Mungkin saja kakekmu punya sejarah tentang tempat ini dan Warga Izia memberikannya sebagai penghargaan” Aalina tidak tahu tentang tepatnya sejarah danau itu . Karena tentu saja baik dia maupun Gavin belum lahir saat itu terjadi.  “Lalu, apa yang akan kita lakukan Nona?” salah satu prajurit bertanya. Aalina langsung saja menarik Gavin dan Neville di lengan kirinya, dan prajurit Izia di lengan kanannya. “Apakah kalian belum pernah meluncur dengan gaya sebelumnya?”  Aalina langsung melompat ke jalur tanah yang ia buat, Gavin berteriak kaget sekaligus ketakutan, namun tubuhnya masih tetap berdiri mengikuti alur dari jalur itu. Mereka semua meluncur dengan sangat cepat, karena permukaan tanah yang licin membuat mereka mudah untuk tergelincir. Namun karena Aalina yang berada tepat di tengah-tengah mereka, dia mampu membuat semua orang berdiri dengan seimbang tanpa harus terperosok jatuh keluar jalur. Semakin lama, jalur semakin curam, mereka tahu di ujung jalur itu adalh sebuah tebing dengan danau di bawahnya. Hingga akhirnya, jalur semakin mengerucut dan hanya bisa dilalui oleh satu orang. Pertama-tama, Aalina melempar prajurit Izia ke depan agar meluncur terlebih dahulu. Lalu Aalina menaruh Gavin bersama Neville kebelakang. Aalina menoleh melihat Gavin yang berteriak hsiteris membuatnya tertawa terbahak-bahak. Angin sepoi-sepoi membuat rambut Aalina berterbangan kedana kemari. Neville yang berada di belakang Aalina melihat itu, ia tampak cantik dan sangat riang.  “Kapan jalur ini akan berhenti Aalina!” Teriak Gavin dengan keras sambil menutup matanya. “Anda akan siap saat aku memberi aba-aba” teriak Aalina.  Karena sudah semakin dekat, Aalina melihat para prajurit yang sudah berada di ujung tebing. Mereka meloncat dan melayang ke udara. Aalina lun berteriak, “Jangan lupa, lakukan dengan gaya ya.” Ia meneropong mulutnya agar bisa terdengar lebih jelas dan keras. Namun tidak ada waktu, mereka sudah berada hampir di bawah danau sekarang. Kemudian, suara air tercebur terdengar sangat keras dari dasar air terjun. “Inilah saatnya Yang Mulia, buka mata Anda. Pengalaman seperti ini tidak akan Anda dapatkan di tempat lain, lagipula Anda sudah pernah melakukan ini sebelumnya saat pertempuran bersama Pollen bukan? Tidak perlu bertingkah berlebihan Yang Mulia” Aalina melakukan ini semua dengan sangat riang gembira, seakan-akan ia melupakan dengan apa yang tengah terjadi sekarang di desanya. Gavin tidak menjawab, ia terus saja menutup mukanya, Gavin memeluk tubuh Neville dengan sangat keras. “Tidak apa-apa Tuan, apakah Anda lupa kalau Anda mempunyai sihir angin” Gavin membuka matanya. Ia benar-benar lupa soal itu. Namun saat ia membuka matanya, kakinya sudah menyentuh ujung tebing, dia melompat dengan bebas ke udara. Rasa adrenalin yang ia rasakan sungguh berbeda saat melawan Pollen. Jika sebelumnya ia melakukannya karena rasa terpaksa dan tidak ada jalan lain, ia melakukannya sekarang karena ia tahu apa risikonya dan apa yang dihadapi. Ini semua pilihannya. Dengan sangat cepat, Gavin langsung saja melayang di udara bersama Neville di sampingnya berbarengan “Bagaimana Yang Mulia, seru bukan? Kata Aalina yang sudah berada di bawah melayang-layang sambil memutar-mutar tubuhnya dengan indah, sedikit memperlihatkan bagian dalam tubuhnya. Neville yang tidak sengaja mengintipnya langsung menutup matanya tersipu malu. Sementara Gavin, yang berada di atasnya panik  ia tidak bisa mengeluarkan sihir anginnya. Neville menyadari itu, ia langsung berkarat, “Ingat Tuan, Fokus! Anda bisa melakukan sihir meskipun tanpa tongkat sihir membantu memperkuat Anda!” Gavin menarik nafasnya dalam-dalam. Mencari ketenangan, walaupun sebenarnya memang cukup sulit mencari ketenangan saat berada di tengah-tengah udara seperti itu. Namun akhirnya, kakinya berhasil mengeluarkan angin, terbang melayang, sama seperti sebelumnya. “Lihat Tuan, Anda berhasil melakukannya!”  Gavin pun dengan riang berputar-putar sambil melakukan pose jenaka. Namun, karena Neville tidak bisa menggunakan sihir Angin, dia meluncur dan jatuh duluan ke tanah. Sementara Gavin, dengan mulai menunjukkan muka jumawa, turun dengan perlahan-lahan hingga akhirnya tercebur ke air. “Hey Neville, kenapa kau mendahuluiku? Aku heran denganmu, kenapa kau tidak ikut melayang bersamaku? Aku kira kita akan tercebur bersama-sama” Kata Gavin “Terserah Anda Yang Mulia.” Jawab Neville yang malas menanggapi Gavin dengan muka dan baju yang basah karena ternyata danau yang mereka celupi tidak sedangkal yang mereka kira “Neville tolong aku!!” Gavin yang terlalu sombong berteriak minta tolong karena kakinya tidak dapat menapaki sasar danau. “Ya ampun, Yang Mulia!, Kenapa Anda bisa tenggelam? Aku heran dengan Anda, kenapa Anda tidak ikut berenang bersamaku? Aku kira kita kan berenang ketepian bersama-sama” Balas Neville. “Diamlah Neville” Gusar Gavin kesal dengan posisi digendong oleh Neville. Aalina dan prajurit lainnya tertawa melihat tingkah dua orang itu. Tidak terlihat seperti pelayan dan Tuan, lebih mirip seperti ayah dan anak. Gavin memang belum bisa berenang, dia belum sempat untuk belajar. Ayolah cepat, kita harus segera bergegas. Mereka pun berjalan menuju ke desa. Hingga mereka sampai di bagian barat gerbang Desa Izia. Suasana terlihat sangat kacau, banyak asap dan api bertebaran ke sana-sini. Namun tidak ada satupun warga Izia terlihat disana. Mereka tidak ada waktu, Aalina harus segera bertemu dengan Tetua Drehalna secepatnya untuk mencari kejelasan. Hingga akhirnya, di area sekitar balai kota. Aalina dan kawanannya memergoki Tetua Drehalna. Namun bukan dalam posisi yang tidak merek seharusnya lihat, Tetua Drehalna terlihat seperti mencekik seseorang sambil memberikannya mantra-mantra, di tangan kirinya ia membawa gemstone yang menyala. Terlihat sangat mencurigakan.  “Tetua, apa yang kau lakukan” Teriak Aalina dari kejauhan
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN