Chapter 54 : Pertarungan Serius

2152 Kata
Saat ini, setelah Tetua Drehalna melepas jubahnya. Ia nampak sangat serius. Dia mengeluarkan sihir bercahaya hijau mengarah Gavin dan Neville. Mereka tidak bisa benar-benar menghindarinya. Kain baju Neville sebelah bahu kirinya hangus, terkena sihir itu. “Aku tidak mempunyai rasa sungkan dan malu sekarang. Keluarkan semua yang kalian punya, aku tidak peduli.” Ucap Tetua Drehalna terdistraksi. “Kita tidak bisa mengalahkan dia dengan cara biasa” Ucap Neville kepada Aalina. Karena Neville juga sudah mencoba menyerang fisiknya berkali-kali, namun energi sihirnya seperti tidak memiliki batasan. Dia terus saja mengeluarkan gelombang energi yang melindungi tubuhnya. Sudah beberapa kali Neville, Gavin dan prajurit Izia menyerangnya dengan cara fisik saat ini. Namun tidak ada yang benar-benar terasa efektif. Aalina sadar kalau tungku yang baru saja ia hancurkan itu menyimpan sesuatu yang membuat Tetua Drehalna merasa begitu penting. Membutanya begitu marah dan tak memandang bulu seperti itu. Saat Neville san Gavin masih sibuk bertarung dengan Tetua Drehalna, Aalina menyelinap kabur menyelamatkan orang-orang Izia yang tersisa dan selamat. “Terima kasih nona.” Ucap seorang wanita tak berdaya, ia mengangkatnya keluar dari area pertempuran, ke area yang aman. Ucapan wanita tadi tidak membuat Aalina bersemangat, malahan itu malah membuatnya sedih. Andai saja ada ayahnya disini, dia pasti bisa membuat keputusan yang paling tepat untuk diambil. Daripada mengambil inisiatif tanpa perhitungan yang dia lakukan seperti saat ini. Namun Tetua Drehalna tidak benar-benar mengacuhkan Aalina. Sembari sibuk menghindari setangan Neville dan Gavin, dia sempat-sempatnya menyindir Aalina yang bergerak di belakangnya “Kau melakukan hal yang sia-sia Aalina. Apa kau pikir, ada tempat aman yang bebas dari jangkauanku? Kemanapun kau membawa mereka, aku akan tetap bisa menjangkaunya.” Ucap Tetua Drehalna, namun Aalina tidak menghiraukannya. Ia tetap saja mencoba menyelamatkan orang-orang itu. Sementara Gavin, meskipun terlihat mengeluarkan sihir yang tampak benar-benar tak berguna bila dibandingkan serangan yang dilakukan oleh Neville dan prajurit Izia, ia diam-diam mengamati tingkah laku Tetua Drehalna, mencoba mencari titik lemahnya. Karena menurutnya tidak mungkin, dia memiliki sihir yang benar-benar tak terbatas. Gavin tak tahu banyak, namun batuan yang membuatnya tak sadarkan diri di Lembah Grouser benar-benar membuatnya penasaran. Baunya sangat mirip dengan air rendaman tungku yang baru saja Aalina hancurkan. Ia menduga, batuan apa itu sebenarnya? Terasa begitu kuat namun juga misterius di saat yang bersamaan. Hingga akhirnya Gavin sadar. Dia menyuruh Neville untuk menembakkan sihir ke arah air tumpahan tungku itu.   “Neville, berikan sihir terbaikmu ke arah genangan air itu!” perintah Gavin kepada Neville yang masih sibuk menghindari serangan-serangan Tetua Drehalna yang tampak tidak ada habisnya. Neville tidak mengerti dengan apa yang dimaksud dengan Gavin, namun dengan mudah ia menurutinya, mungkin saja Gavin menyadari apa yang belum ia sadari. Sama seperti sebelum-sebelumnya. “Baik Tuan.” Balas Neville. “Ikuti aba-abaku, kita akan menyerangnya secara bersamaan!” pinta Gavin dengan sigap. Langsung saja, dengan aba-aba menyebut 1..2…3… Mereka mengeluarkan energi sihir mereka masing-masing. Petir dan Matahari bercampur padu bersamaan. Tak lama, genangan air itu meledak mengeluarkan suara yang amat sangat keras. Hingga membakar gedung dan sebagian mayat yang ada di belakangnya. Sementara Tetua Drehalna merespon dengan sangat Aneh, kedua tangannya terbuka meregang ke atas. Seperti terkena sengatan sihir yang sangat besar, matanya membelalak dengan lebar, terlihat sangat menakutkan, lalu akhirnya ledakan memancar dari belakang punggungnya. Rencana Gavin berhasil melukai Tetua Drehalna. Namun itu tidak cukup, Tetua Drehalna dengan mudah bangkit kembali. Ia menatap wajah Gabin dengan sangat tajam, merapatkan giginya seperti barisan prajurit. Sambil beranjak dari tanah dengan telapak tangannya penuh dengan debu. Neville yang berusaha menyerang susulan langsung melesat ke arah Tetua Dreha;ma, namun dengan mudahnya dia mengeluarkan gelombang sihir seperti yang ia biasanya lakukan. Neville mengira setelah dia melakukan sihirnya tadi dia berhasil memutus koneksi atau aliran energi istrinya yang terlihat tak terbatas. Namun ternyata itu percuma saja, Tetua Drehalna bisa melakukan sihir sama seperti semula, hanya saja serangan tadi masih bisa meninggalkan luka di punggungnya dengan gosong yang sangat kentara. “Apa kau pikir dengan melakukan permainan anak kecil itu bisa dengan mudah membunuhku” Ucap Tetua Drehalna berdiri dengan tegak meskipun posturnya yang masih membungkuk. “Sepertinya tidak ada pilihan lain” Gumam Neville, Gavin yang mendengarnya tidak tahu apa yang pelayannya itu maksud. “Kau akan melakukan apa Neville?” tanya Gavin. Sebenarnya, hingga sampai sekarang, Gavin tidak benar-benar mengetahui kemampuan apa saja yang dikuasai oleh Neville. Ia hanya menganggapnya sebagai sosok yang kuat, bahkan setara dengan ayahnya sendiri. Namun tidak pernah terpikirkan olehnya sosok petarung seperti apa sebenarnya seorang Neville. Dia hanya tahu sebatas kalau Neville adalah pengguna sihir matahari, tidak tahu potensi dan ancaman apa saja yang pelayannya itu bisa berikan kepada musuh. Dan hari ini, dia akan melihat potensi penuh dari pelayannya itu. Neville mendongak ke atas, melihat matahari yang bersinar dengan terik dan panasnya tersalur dengan sangat lancar di tubuhnya. “Aku belum pernah melakukan ini di depan Anda yang Mulia. Siap-siap untuk terkesima.” Neville menjentikkan jarinya, dengan sangat cepat, tubuhnya berubah menjadi api-api. Berkobar di bahu dan sisa bahan bagian punggungnya berayun-ayun. Nampak sangat keren dan mengerikan. Mukanya tertutup oleh helm api yang membuatnya tak dapat dikenali. Gavin sesat khawatir, ia mengira Neville terbakar dan terluka. Namun lama-kelamaan dia Sadar, Neville kebal terhadap api. Justru api ini adalah hal yang melindunginya dari serangan-serangan yang akan datang. Neville tersenyum ke arah Gavin, Rajanya tidak pernah memperlihatkan wujud ini di depan rajanya. “Apakah ini sungguh dirimu, Neville?” tanya Gavin berdecak kagum. “Tentu saja Tuan.” Balas Neville mengedipkan matanya. Tetua Drehalna tampak tak bergeming. “Apa kau pikir dengan kobaran api mu itu cukup untuk mengalahkanku? Pikir-pikir lagi dasar pelayan payah!” Gusar Tetua Drehalna kepada Neville. Dia kembali melancarkan energi sihirnya ke arah Neville. Berwarna hijau dan sangat ganas. Namun tidak seperti biasanya, Neville sama sekali tidak menghindar. Malahan, ia melaju mendekati sihir itu. “Apa yang kau lakukan” sihir itu membengkok, memutari badan Neville, seakan-akan enggan menyentuhnya. Neville terus saja berjalan mendekati Tetua Drehalna. Seperti tak menghiraukan dan menyangkal apa yang sedang terjadi, energi sihir terus saja dikeluarkan. Dan hasil yang sama, tetap keluar. Hingga akhirnya Neville berada tepat di hadapan Tetua Drehalna. “Apa kau selesai. Ucap Neville dengan congkak” Neville memukul perut Tetua Drehalna dengan sangat keras, hingga melontarkannya sangat jauh bertubi-tubi menembus dinding tiap gedung yang dilewatinya. Sangat jauh, membuat dentuman sangat keras yang pasti terdengar oleh seluruh desa Izia. Untuk beberapa saat, muka Tetua Drehalna tampak Syok, dia tidak mengira pukulan yang ia terima akan sedahsyat itu. Tetua Drehalna berada cukup jauh dari posisi awalnya. Membuat Neville, Gavin dan prajurit Izia harus bergerak menyusul keberadaan Tetua Drehalna. “Apa itu tadi Neville?” Tanya Gavin yang takjub sekaligus kebingungan. “Itu adalah sihir yang cukup kompleks Tuan. Aku akan menjelaskannya pada Anda nanti saat semuanya telah berakhir.” Balas Neville Sementara Aalina, sibuk memindahkan orang-orang Izia. Berhasil mengevakuasi mereka semua yang tersisa di tempat aman. Dis tidak sendirian, dibantu oleh beberapa prajurit yang tersisa membuatnya terasa menjadi lebih cepat. Lalu, dia mendengar suara dentuman tadi, melihat Tetua Drehalna selama sepersekian detik. Merasa bersyukur tiba-tiba datang pada perasaan Aalina. Dia bersekutu dengan orang yang tepat. “Kalian semua, jaga orang-orang ini baik-baik mengerti. Aku akan kesana terlebih dahulu. Mengerti” Perintah Aalina kepada para prajuritnya. “Baik, Nona!” balas para prajurit itu. Neville menoleh ke arah Gavin, akan sangat lambat apabila mereka berjalan menuju tempat tetua Drehalna, momentum yang mereka dapatkan akan semakin menipis bila datang pada waktu yang terlambat. “Tuan, apa Anda masih bisa mengeluarkan sihir anginmu?” Tanya Gavin. “Bisa-bisa saja sih, tapi apa yang akan kau lakukan?” Balas Gavin dengan ketidak tahuan “Aku membutuhkan sihir angin Anda untuk terbang dan melesat menuju Tetua Drehakna. Dengan begitu kita bisa kesana lebih cepat dari biasanya.” Jawab Neville memberikannya rencana. “Tapi, aku tidak bisa membawa kita berdua terbang secepat yang kau pikirkan Neville” Balas Gavin yang ragu-ragu dengan kemampuannya sendiri. “Tidak masalah Tuanku, aku akan membantu Anda mengurus sisanya. Tugas Anda hanyalah membawa kita melayang” balas Neville. Namun Gabin masih tidak yakin, hingga akhirnya dia mengangguk karena tidak ada pilihan lain. Gavin mengarahkan tongkatnya ke bawah. Bersiap mengeluarkan sihir anginnya. Dengan mengikuti aba-aba hitungan ke tiga. Gavin dan Neville melompat, dan sihir angin Gavin, berhasil mendorong mereka ke atas lebih jauh. “Pegang badanku dengan erat Tuan.” Ujar Neville. Dengan sangat cepat, Neville melesat meluncur di udara. Angin yang dirasakannya benar-benar terasa mengganggu hingga giginya menjadi kering tidak sempat menutup mulutnya. Hingga akhirnya mereka berdua sampai di lokasi Tetua Drehalna berada. Mereka jatuh ke tanah, namun dengan sangat pelan-plan. Membuat mereka aman. Mereka melihat Tetua Drehalna masih terkapar di sana menabrak dinding yang ia tabrak. Perutnya bolong dan terluka tampak benar-benar mengenaskan. Tidak mungkinlahi Tetua Drehalna masih bisa hidup dengan kondisi seperti itu. Lalu ia melihat dari sebelah kanan. “Aalina datang dengan sangat cepat melompati gedung-gedung di dalam desa. Namun bukannya meeh kepada Neville dan Gavin. Dia malah menoleh kepada seseorang yang lain berada di dekat mereka. “Gert, Larion, kalian.” Tak disangka-disangka, lokasi Tetua Drehalna yang terjatuh tepat berada bersama Gert dan Larion. Tengah bertarung dengan darah mengucur dari balik muka Gert. Sementara Larion dengan tubuh yang tak lagi seperti manusia, terlilit Ular sihir gaib yang sepertinya dengan mudah hendak membunuh Gert. Sementara itu, Aalina menoleh ke arah lain, ia melihat seorang pria bertubuh besar dengan membawa pedang berbilah panjang juga berdiri bersama mereka. “Baroth!” teriak Gavin melihat pengawalnya yang masih hidup berdiri tegak melawan Larion. Sementara Neville juga menengok ke arah Baroth, namun dengan cepat, ia mengalihkan pandangannya. Malu dengan Baroth karena situasi berubah menjadi kacau seperti ini. Saat mengalihkan pandangan, Neville kembali mendongak kepalanya ke atas. Melihat Baroth yang sudah berada di depannya. “Kita akhirnya bertemu lagi ‘sobat’,” dengan sangat keras, Baroth memukul muka Neville. Membuatnya benar-benar terlihat cedera dengan sangat kentara di mukanya. “Maafkan aku Baroth, ini semua berada di luar kendaliku” jawab Neville dengan sedikit meringis malu. “Ya, coba katakan itu lagi pada tangan dan pedang ini. Aku tidak peduli jika rencanamu kali ini gagal. Kau melakukan kesalahan yang sangat fatal” balas Baroth masih menyimpan kekesalan. “Apa yang terjadi padamu Baroth? Terasa lama sekali semenjak kami kehilangan dirimu!” tanya Gavin dengan rasa penuh khawatir. “Aku tidak apa-apa Tuan. Justru aku merasa terhibur dengan melawan monster yang ada di hadapanku ini.” Jawab Baroth sambil menunjuk Larion dengan wujud anehnya. “Walaupun seperti ini. Dia cukup sulit dikalahkan loh, dasar pelayan bodoh.” Baroth melirik Neville menyindirnya, tak ada balasan terdengar dari Neville sedikitpun. Namun hingga akhirnya Gavin membalas. “Dia berhasil memukul nenek tua itu sampai cedera loh” membela pelayannya. Ia menunjuk ke arah Tetua Drehalna yang terkapar. Tapi tiba-tiba, bekas retakan tadi tidak terlihat tubuh Tetua Drehalna disana lagi. Hanya meninggalkan jejak bekas luka dan darah dari retakan bangunan tadi. Gavin pun panik, bagaimana bisa dia kabur dengan kondisi separah itu. “Sungguh reuni yang sangat mengharukan. Apakah perlu kalian membawa oleh-oleh untuk sanak saudara dan teman-teman kalian? Kalian terlihat benar-benar membutuhkan itu.” Ucap Larion melihat orang-orang di depan mereka yang kebingungan sekaligus tak tahu harus berbuat apa. “Tutup mulutmu Larion cepat hentikan ini semua! Atau aku akan—“ sebelum Aalina melanjutkan omongannya, Larion lanjut memotongnya “Atau apa? Kau akan mencoba membunuhku! Dengan panah bodohmu itu?” potong Larion. Aalina emosi, ia langsung saja menarik busur panahnya kepada kepala kakaknya itu. Mengeluarkan energi sihir yang sangat dahsyat. Hingga akhirnya ia menghempaskannya. “Panah-panah itu tidak akan cukup Aalina” balas Gert yang masih terluka akibat serangan-serangan Larion sebelumnya. Dengan mudah, Larion menolak panah itu menggunakan ular yang memilitnya tadi. “Beruntung kau bisa mengetahuinya. Sekarang rasakan ini!” Larion balas melancarkan serangan ular-ular kecil sama seperti yang ia lakukan kepada Gert dan Baroth sebelumnya. “Tidak, jangan ini lagi” ucap Baroth kesal. Namun dengan mudah mereka berhasil menghindari ular-ular itu. “Gavin, Neville, sebaiknya kau cepat mengejar Tetua Drehalna. Aku akan menghadapi Larion disini. Aku percaya sepenuhnya dengan kalian.” Pinta Aalina kepada Neville dan Gavin. Namun, Baroth sepertinya merasa tidak enak dengan itu “Kenapa kau yang memberi perintah disini?” Namun dengan sigap, Gavin menjawabnya. “Tidak apa-apa Baroth, kau harus mempercayainya. Aku akan mengejar nenek tadi sementara kau membantu mereka melawan orang itu. Setelah ini semua berakhir, misi sesungguhnya dimulai Baroth.” Ujar Gavin dengan sangat bijak. Dia tidak mengira Rajanya itu akan berkata seperti itu. “Baiklah Yang Mulia, jika itu memang kehendak Anda” balas Baroth menunduk hormat. Neville dan Gavin mulai berlari, mengejar jejak darah yang ditinggalkan Tetua Drehalna. “Jadi, kalian apa yang harus aku lawan saat ini? Tidak masalah. Aku bisa melawan kalian berkali-kali tanpa henti. Yang jadi masalah adalah, apakah kalian bisa menginbangiku?” Ucap Larion sengan rasa congkak yang sangat besar. “Jangan terlalu sombong Larion. Kau belum pernah melawanku dengan serius” Balas Aalina, berubah menjadi wujud perinya dalam sekejap.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN