Chapter 79 : Tahanan Ilegal

1838 Kata
Hai Neville. Aku tidak bisa menulis surat dengan frekuensi seperti biasanya. Karena aku sekarang berada dalam situasi yang genting. Aku tidak tahu kapan surat ini akan terkirim atau terbaca olehmu. Mungkin saja surat ini akan terbaca saat aku sudah pulang dan memberikannya kepadamu secara langsung. Karena memang aku berada di situasi yang genting sekarang. Surat terakhir yang aku kirimkan padamu memang sengaja aku tulis tanpa ada konklusi yang jelas karena jujur.  Waktu aku menulis surat itu aku benar-benar menulisnya dalam perjalanan. Benar-benar kegiatan yang sangat aneh jika aku memikirkannya lagi sekarang. Aku tahu aku tidak pandai dalam memainkan kata-kata ataupun juga membuat rangkaian kalimat yang mampu membuat seseorang membaca tulisanku ini bisa mampu tergerak hatinya dan seakan-akan tahu dalam isi kepala hatiku. Tapi saat ini aku mencoba menulis surat ini sebagai wasiat kalau sesuatu yang di luar nalarku benar-benar terjadi. Keadaan sangat sulit dan tidak menentu membuatku sangat sulit berpikir dengan tenang. Mungkin kau kebingungan apa yang terjadi setelah aku mendapat sorotan cahaya di surat terakhir yang aku tulis. Sepertinya perlu kukatakan kalau sorotan itu sebenarnya berasal dari lampu glowstone milik para penjaga kota Sandros yang menyorot mata kami. Secara langsung.  Saat pertama kali mendapati sinar itu berada di mata kami, tentu saja aku yang lain sangat terkejut. Aku tidak pernah mendapatkan perlakuan seperti itu, apalagi aku yang merupakan notabene seorang Raja diperlakukan seperti imigran gelap dan penyelundup. Meskipun mereka sudah memberikan instruksi kepada kami tentang apa yang harus kami lakukan. Waktu itu aku melihat Gilbart dan Marioth benar-benar kebingungan dengan apa yang harus mereka lakukan. Kata-kata dan bahasa kami jelas sama karena memang berasal dari kerajaan yang sama cuman dengan aksen yang sedikit berbeda. Namun aku merasa kalau pikiran Gilbart terlalu carut marut hingga membuatnya tidak bisa berpikir dengan jernih. Dan saat itu aku tahu, kalau kami saat ini sedang menghadapi nasib yang sangat amat buruk. “Apakah ini bagian dari rencanamu?” tanyaku kepada Gilbart yang berada di depanku sambil mengangkat tangannya. Walaupun jelas-jelas terlihat kalau Gilbart sama-sama syoknya sepertiku. Namun ada harapan kecil dalam diriku yang menginginkan kalau ini semua adalah bagian dari rencananya. Mendengarku membisikkan kalimat itu dari balik kupingnya, Gilbart pun menjawab  “Maaf Gavin, Noy, Marioth ini benar-benar di luar dugaanku. Aku rasa kita sudah terjebak” Aku mendengar dari samping kananku ada sebuah hentakan kaki yang menginjak tanah dengan sangat keras dan bersamaan. Aku sama sekali tidak berani menoleh. Namun aku melihat dari ujung ekor mataku seseorang berbaris rapi dan memakai baju zirah lengkap dengan penutup kepala mereka memakai persenjataan yang lengkap.  Aku tidak bisa mengetahui apa yang ada di samping pinggang prajurit itu namun dugaan terbesarku adalah sebuah pedang panjang. Dan aku yakin dengan ukuran kami sekecil ini, satu sabetan pedang itu bisa membunuh kami berempat secara bersamaan.  Meskipun secara teknis aku adalah Raja mereka, namun tidak ada cara bagiku untuk membuktikan kedaulatanku kepada mereka. Aku tidak membawa emblem emas yang kemarin tidak sengaja aku jatuhkan saat berada di hutan Izia. Aku yakin jika aku membawanya saat ini dan memberikannya kepada mereka, prajurit-prajurit itu langsung akan membebaskanku dari sergapan ini.  Aku melihat diriku sendiri, dari atas sampai bawah, tidak ada dari penampilanku yang benar-benar bisa membuktikan kalau aku adalah Raja mereka. Dengan rambut kusam dan juga baju kotor penuh noda, aku saat itu lebih mirip seperti gembel di pinggir jalan daripada seorang Raja. Jika aku berada di posisi mereka, aku benar-benar tidak akan segan-segan untuk menangkap gerombolan tikus kecil seperti ini. Setelah mendengar hentakan para prajurit itu, aku mendengar langkah kaki mereka yang mulai berjalan. Dengan sangat rapi dan merdu. Aku tidak tahu seberapa banyak jumlah mereka saat itu karena pandanganku yang memang terbatas. Tapi aku mengira bahwa ada sekitar 9-12 orang dari mereka berbaris berhadap-hadapan dengan kami di tengah-tengahnya. Jantungku benar-benar merasa berdebar saat itu. Serasa maut bisa saja datang dan menjemputku kapan saja jika ia memang mau.  Namun aku tak boleh kalah dengan suara jantung yang membuat bising telinga itu. Dalam hati aku terus berkata kepada diriku sendiri kalau seorang raja tidak mungkin boleh kalah dan terprovokasi oleh suara denyut jantungnya sendiri. Raja macam apa itu yang tak bisa melawan dirinya sendiri? Hingga akhirnya seorang pria paruh baya datang ke hadapan kami yang diam mematung semenjak tadi. Dia memakai baju hangat tanpa adanya zirah yang menempel di tubuhnya, baju hangatnya terbuat dari jahitan wol dengan lambang singa berwarna merah yang mirip dengan lambang Yagonia. Melihatnya memakai baju itu aku jadi teringat bahwa aku tidak bisa merasakan hawa dingin saat ini.  Rasanya seperti tubuhku menghangatkan dirinya sendiri ke tingkat maksimum hingga aku sudah tak bisa merasakan apa-apa dengan kedua tanganku. Dan aku yakin Marioth dan Gilbart merasakan hal yang sama. Bahkan Marioth sudah melepaskan mantel yang ia pakai milik Noy yang ia ambil tadi. “Mereka hanya anak-anak. Apa yang mereka lakukan?” ucap pria itu kepada prajurit lain di sampingnya. Dari ucapannya waktu itu aku merasa dia memiliki perasaan iba kepada kami, karena sejujurnya penampilan kami memang lebih mirip seperti gelandangan daripada penyelinap biasa.  “Apakah hanya karena alasan ini kau memanggilku dari tidurku di malam dingin ini? Merepotkan saja huh.” Lanjut pria itu yang membuatku berubah pikiran tentangnya. Dia tidak benar-benar merasa iba dengan kami, hanya saja dia ingin segera mengakhiri apapun yang terjadi dengan kami dan menyelesaikannya secepat mungkin. Dilihat dari caranya berbicara dan pakaiannya yang berbeda daripada yang lain. Aku bisa merasakan kalau dia adalah salah seorang komandan di sini. “Kami sudah berjaga di pos ini semalaman pak. Kami sudah mendapatkan laporan kalau jalan yang mereka lalui adalah jalur favorit para penyelinap untuk masuk ke dalam kota. Seharian penuh kami sudah berusaha untuk memperbaikinya agar tidak bisa dilewati. Namun kami tidak bisa memperbaikinya tepat waktu pak. Alhasil satu-satunya cara bagi kami adalah menjaga jalur ini dari penyelinap yang masuk secara ilegal dengan langsung pak” balas salah satu prajurit di sampingku dengan penuturan yang cukup sopan. Memang semuanya sudah terlambat. Namun aku benar-benar menyesal karena mengikuti rencana Gilbart. Aku tidak tahu sejak kapan ia sudah mengetahui jalur ini sebelumnya tapi yang jelas kami benar-benar berada dalam waktu dan tempat yang sangat salah. Alasan ternyata jalan tadi sangat gelap ternyata memang sengaja dibuat sebagai perangkap untuk para penyusup agar mengira jalan yang mereka hendak masuki adalah jalan yang aman.  Aku berpikir dengan keras, kenapa aku tidak menyadari itu sebelumnya? Melewati selokan sebagai jalan rahasia saja sudah merupakan pilihan yang aneh. Namun semuanya sudah benar-benar terlambat. Aku tidak bisa sepenuhnya menyalahkan keputusan Gilbart atas rencana yang ia ambil. Seharusnya kami semua memang wajib mengawasi segala tindakannya apalagi jika itu menyangkut dengan keputusan yang sangat penting. Laki-laki paruh baya itu kemudian mendekat ke arah kami dan memuncungkan badannya. Mencoba melihat muka kami dengan seksama. Seperti mencoba mengenali kami apabila memang itu dapat membantunya menyelesaikan ini semua dengan lebih cepat. Dia pun berkata, “Apa kalian tahu kesalahan yang telah kalian perbuat” dia berjalan melewati kami kesana kemari sambil memelintir kumisnya. Kami pun serentak menjawab pertanyaan dari komandan itu. Namun dengan jawaban yang berbeda, aku dan Noy menjawab tidak sementara Gilbart dan Marioth menjawab ya. Komandan itu pun menghampiriku dan menatap mukaku dengan tajam. Aku menyadari kalau ia sebenarnya mengenali diriku karena memutar wajahnya berkali-kali seakan dia familiar dengan bentuk mukaku. Namun aku tidak berkata apa-apa atau mengatakan siapa diriku sebenarnya. Aku hanya diam membiarkannya melihatku dengan mata yang mengganggu. Namun secara tiba-tiba dia menampar pipiku dengan keras. Untungnya aku masih bisa menahannya karena tamparan itu bila dibandingkan dengan gigitan Spectral Hound milikmu Neville, benar-benar tidak ada apa-apanya. Namun aku menduga jika orang biasa yang menerima tamparan itu aku sangat yakin paling tidak dia akan jatuh tersungkur sesaat setelah terkena. Aku juga tidak berusaha untuk melawan tamparannya ataupun menahannya, aku hanya mengikuti apa yang dia mau hingga ini semua berakhir. Karena aku benar-benar yakin dia sama denganku, tidak ingin ini semua terjadi berlarut-larut dan malah membuang-buang waktunya. Namun saat dia mencoba pergi dari hadapanku, aku mendapat tamparan lagi di sisi kiri pipiku. Ini pertama kalinya diriku mendapat tamparan dari seseorang yang lebih tua. Bahkan kau sendiri tahu Neville kalau ayah tidak pernah sama sekali menampar pipiku seumur hidupku. Di titik itu aku benar-benar merasa emosi, namun cukup bijak untuk bisa menahannya dengan sabar. Aku sendiri tidak tahu apa yang akan terjadi dengan kami setelah ini. Aku hanya bisa berharap yang terbaik saat itu   Karena Noy ikut menjawab tidak dan berdiri paling ujung tepat di samping Marioth, komandan itu langsung saja menghampirinya dan menanyakan sesuatu kepadanya. “Aku tidak cukup kejam untuk berbuat jahat kepada anak-anak. Aku lebih memilih untuk bertanya dengan baik-baik Kutanya sekali lagi kepadamu kali ini dengan ucapan yang sangat keras menempel di pipimu. APAKAH KAU MENGETAHUI APA KESALAHANMU?” ucap komandan itu dengan sangat keras. Perlakuannya sungguh sangat berbeda dengan apa yang dia lakukan kepadaku. Aku tidak bisa menahan bentakan itu. Aku sangat ingin sekali menutup telingaku agar bisa menahan suaranya. “Dari yang aku ketahui pak. Menurut ketentuan umum dan-“ Sebelum Noy melanjutkan ucapannya. Komandan itu menampar pipinya dengan sangat keras hingga berbunyi seperti guntur. Aku benar-benar sudah tidak bisa menahan emosiku saat itu. Mereka boleh saja menamparku berulang-ulang kali. Namun tidak jika mereka menampar Noy.  Karena saat emosi yang tak tertahankan. Aku pun menodongkan tanganku dan mengeluarkan sihir angin ke arah komandan itu. Merobohkannya dengan sekejap. Dia tidak sempat melakukan atau bereaksi apa-apa. Karena memang aku sudah berlatih untuk melakukannya dengan sangat cepat karena latihanku denganmu. Aku pun langsung berlari ke arah yang berlawanan menembus para prajurit di depanku sambil menggandeng Marioth dan Noy bersama-sama mencoba untuk kabur. Namun sudah tak ada jalan untuk keluar. Ternyata perkiraanku salah, bukanlah belasan prajurit yang sedang menghadang kami. Namun ratusan prajurit berbaris berjejer dengan mengacungkan pedang mereka ke mukaku. Aku mungkin bisa mengalahkan mereka bila satu lawan satu. Namun aku tidak mungkin bisa lolos dan kabur dari sergapan ratusan orang secara bersamaan melawanku sendirian. Kami pun terdiam, tak tahu harus melakukan apa. Sementara Gilbart tiba-tiba ikut mengamuk dan mencuri salah satu pedang milik prajurit. Aku tak mengira dia bisa melakukan itu. Dia bisa menyabet beberapa prajurit di depannya dan melukai mereka hingga akhirnya para prajurit lain datang untuk menangkapnya bersama-sama. Aku benar-benar mengagumi tindakan heroik Gilbart yang aku akui cukup keren untuk ukuran seorang bocah. Sang komandan itu pun tebangun setelah terjatuh terkena sihir anginku. Bukannya marah dan ingin membalas apa yang sudah aku lakukan kepadanya, dia malah tertawa sambil tepuk tangan dengan sangat nyaring.  Tetapi tidak ada satu prajurit pun yang membalas rasa tertawa itu. Hampir seperti orang gila dengan pekikan suaranya mengisi seluruh area. Dia pun berkata “Aku benar-benar terkesan dengan apa yang sudah kau lakukan nak. Ini benar-benar pengalaman pertamaku terkena serangan seorang penyihir amatiran” Namun tiba-tiba mukanya berubah. Datar dan terlihat bosan, dia pun berkata, “Bawa mereka ke Barrowdocks. Kurung mereka dan tempatkan dengan yang lain” kami benar-benar panik karena tidak tahu apa artinya itu. Hingga akhirnya kami tiba-tiba diseret. Tentu saja kami memberontak pada awalnya, namun tengkuk kami dipukul hingga membuat kami tak sadarkan diri.  Dan akhirnya aku dengan yang lain berakhir menulis surat ini disini. Di sebuah sel tahanan yang kotor dan bau.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN