Chapter 60 : Kasur Lipat

1890 Kata
Beberapa hari telah berlalu. Gavin terbaring di tengah ranjang, mencoba menggulingkan badannya, namun terlalu berat untuk digerakkan. Ia mendengar beberapa gumaman seseorang dengan sangat ramai.  Ada beberapa suara wanita muda yang ia dengar, berbisik-bisik di atas kepala Gavin seakan-akan bergunjing mengenai dirinya. Gavin tidak memahami apa yang mereka bicarakan, suaranya terlalu riuh di dalam telinganya.  Gavin sekuat tenaga mencoba berdiri, bangun tersadar dengan kondisinya yang memang tak dapat bangun dengan tegak. Gavin mencoba mengingat-ingat. Rasa-rasanya dia tidak memiliki cedera yang sangat parah. Dia hanya merasa kelelahan yang sangat parah, apalagi hari itu benar-benar hari yang sangat panjang.  Satu hari dia berada di Izia langsung dihadapkan oleh berbagai kekacauan yang masif. Tujuan utamanya di Izia adalah melakukan perjanjian perdamaian dan menginvestigasi tentang kelainan gemstone.  Walaupun memang yang ia sudah mengetahui bagaimana gemstone bisa menjadi seperti itu, gara-gara ulah Larion dan kawanannya. Mengingat Larion, Gavin jadi ingat dan khawatir dengan nasib Aalina dan Baroth. Walaupun Baroth memang kuat dan tak perlu dikhawatirkan tapi tetap saja, Gavin tidak mengerti seberapa kuat kemampuan Larion yang mampu mengalahkan ayahnya sendiri seorang Malvirto paling kuat saat itu.  Sedangkan Aalina, walaupun masih belum lama mengenalnya, ia juga khawatir kepadanya. Apalagi dia pasti kelelahan setelah melawan Pollen di lembah Grouser. Ia masih tak percaya, dapat melihat sosok wujud Elf di hadapannya langsung. Meskipun bukan benar-benar elf murni, ia bisa merasakan hawa keberadaan dan kemistisannya yang luar biasa. Ia mengira elf hanyalah dongeng dan tahayul di masa lalu, namun saat benar-benar melihatnya, Gavin tak bisa mengucapkan kata apa-apa selain kagum. Mengingat Elf, Gavin juga khawatir dengan nasib para penduduk desa yang berubah menjadi Ghoul. Para keluarga yang ditinggalkan pasti merasa terpukul dan berduka amat dalam. Apalagi, jumlah yang mereka lawan tidaklah sedikit.  Banyak dari mereka yang hanyalah rakyat biasa tak berdosa menjadi korban keegoisan Larion dan Tetua Drehalna. Para Ghoul itu tidak memiliki tindakan dan akal sehat, sama persis seperti monster yang menyerang mangsanya membabi buta, hanya berlandaskan nafsu dan amarah saja.  Walaupun serangan mereka tidak mempunyai teknik khusus ataupun kemampuan sihir yang luar biasa, namun tetap saja, melawan mereka dalam jumlah yang masif dan luar biasa akan membuat siapapun akan kewalahan dan tak memiliki stamina yang cukup untuk melawan mereka sekaligus. Dan itu saja semua, mengenai karena rencana besar Tetua Drehalna.  Gavin masih belum bisa menerima gumaman dan bualan Tetua Drehalna saat masih berada di Gua Falkreth. Mana mungkin seseorang bisa mengklaim dirinya sendiri sebagai Dewi Matahari dan utusan kahyangan bila melihat kondisinya seperti itu.  Walaupun memang Tetua Drehalna memang berkata hal yang sebenarnya, dia tidak akan mengatakan hal itu kepada siapapun. Apalagi kepada kuil matahari dan semua penganutnya. Mengetahui hal seperti itu tentu saja akan merusak tatanan sosial dan kepercayaan orang-orang Yagonia. Pendengaran Gavin makin lama semakin jelas. Dia mendengar seseorang berkata tentang dirinya. Namun bukan sesuatu yang penting, sesuatu tentang kondisinya sekarang.  Di dengar dari percakapannya, kemungkinan besar mereka semacam perawat atau semacamnya, dari nada suaranya, mereka juga nampak masih muda. Serak-serak basah dan kecil.  Diiringi oleh nada tinggi panik. Mungkin para perawat itu merasa khawatir karena mereka merawat orang yang penting. Seorang Raja Yagonia, akan menjadi fatal apabila mereka salah merawat atau melakukan kesalahan. Namun sebenarnya, Gavin tidak merasa sakit yang terlalu dalam.  Dia hanya merasa bahwa tubuhnya sulit untuk bangun dan matanya berat terpaksa terpejam. Itu saja. Walaupun memang, sebelumnya ia mengalami luka di pinggulnya, namun ia benar-benar tak merasa bahwa itu menjadi sebuah beban sampai-sampai mereka harus mengkhawatirkannya. Lalu tiba-tiba, ia mendengar sekilas dan samar-samar. Tentang seorang laki-laki muda. Terkapar lemas. Mereka sungguh prihatin dengan kondisi pria itu, mereka merasa bahwa hidupnya akan sulit menjadi normal lagi setelah ini. Lalu, wanita itu berbisik. Membuat mata Gavin yang terpejam erat menjadi terbuka lebar, seakan-akan kata-kata itu benar-benar membangunkannya dari semua kelelahan.  Wanita itu berucap “… Neville, semoga daja tangan kirinya itu bukanlah tangan utamanya. Dia akan kehilangan itu selamanya” lirih wanita itu dengan sangat jelas terdengar di telinga Gavin. Kondisi Gavin yang tiba-tiba bangun dari ranjang benar-benar mengejutkan semua orang yang ada disana. Dengan mata berkaca-kaca dan isakan. Gavin langsung berlari dari bilik kamar itu. Di sekitarnya ia dikelilingi 3-6 orang gadis merawatnya dengan perhatian.  Mereka menahan Gavin mencobanya untuk tetap beristirahat di ranjangnya. “Apa yang Anda lakukan Tuan? Kondisi Anda masih belum baik, aku mohon istirahatlah Tuan. Ucap para perawat itu, memegang lengan kanan Gavin yang mungil. Namun Gavin tentu saja tak bisa tinggal diam. Ia menarik tangannya keras-keras, hingga memberontak berteriak mengisi kekosongan seluruh ruang yang ada di sekitarnya. Ruangan dengan penuh alat-alat aneh dengan lemari kosong.  Baunya yang mengganggu seperti bau obat-obatan membuat hidung Gavin tak betah untuk menghirupnya. Teriakannya dibarengi dengan tangisan meriuh-riuh.  Para perawat itu merasa iba dengan Gavin, dia hanya ingin bertemu dengan penasihat, pengawalnya. Namun, kondisinya sendiri masih belum stabil untuk melakukan itu. Tangisan Gavin membuatnya ingat bahwa ia adalah penyebab ini semua terjadi. Aalina tak akan menderita bila dirinya mengetahui apa yang terjadi dengan hutan Izia sebelumnya. Orang-orang Izia tak akan mati bila ia sedikit lebih cepat bertindak daripada yang seharusnya, Neville tidak akan kehilangan tangannya apabila ia tidak mencoba melindungi Gavin hingga mengorbankan tangan kirinya, hangus bersama tanah tempatnya terbaring, dan Tetua Drehalna, tidak akan melakukan ini semua ritual dan perencanaan panjangnya bila Gavin tak lahir di dunia.  Semua perasaan kecewa, amarah, dan frustasi Gavin berkumpul menjadi satu, melukai batinnya. Kehadirannya di dunia saja sudah menjadi malapetaka di dunia ini. Kegaduhan yang disebabkan Gavin membuat semua orang menjadi heboh. Hingga akhirnya, Baroth masuk secara tiba-tiba dari kamar luar. Menggunakan baju goni tanpa s*****a apapun melekat dalam tubuhnya.  Kulitnya yang sawo matang bisa berkamuflase dengan baik bersama luka-luka yang ia derita. Saat melihat Baroth, Gavin berubah menjadi agak tenang. Mungkin kehadirannya membuat Gavin menjadi lebih percaya dengan tempat ini. “Tidak apa-apa, lepaskan dia.” Kara Baroth berusaha menenangkan para suster disana.  “Ada apa yang mulia? Tangisan anda sungguh membuat kupungku menjadi semakin tebal! Aku yang sedang duduk disana sambil menghitung para wanita Izia menjadi buyar dan hilang konsentrasi.  “Apakah itu yang Anda inginkan?” ucapan Baroth yang terkesan c***l membuat para suster bergerak mundur menghindarinya. Siapa juga yang tidak jijik mendengar perkataan seperti itu dari seorang pria asing.  Walaupun memang, Tampang Baroth bisa terbilang rupawan, tapi tetap saja. Melakukan hal c***l membuat imejnya menjadi benar-benar c***l. Sesuai dugaan setiap orang yang melihatnya pertama kali. Saat memandang para suster yang mundur, Gavin tiba-tiba memeluk Baroth dari bawah, masih diiringi tangisan tersedu-sedu sangat keras sampai membasahi bajunya. “Bagaimana dengan Neville?” Tanya Gavin dengan air mata yang menempel di pipinya.  Baroth yang mendengar dan melihat itu tersenyum dengan lembut, jarang-jarang dia melakukan itu. Namun kali ini, ia benar-benar iri dengan kelakuan Gavin terhadap Neville. Baroth membalas pelukan Gavil dengan erat, mungkin saja pelukan hangat dari seseorang bisa benar-benar menyembuhkannya sekarang.  “Neville tidak apa-apa yang mulia. Justru, aku khawatir bagaimana dengan Anda? Apakah Anda tidak masih bisa berjalan dengan normal dan pergi menemui Neville sekarang? Karena dari yang aku lihat, dsn para perawat ini katakan,” Baroth melirik para perawat yang ada di dalam bilik itu menjauhinya, para perawat hanya membalas tatapan Baroth dengan anggukan berusaha mengiyakan apapun yang coba ia ingin katakan.  “Anda masih belum sembuh betul. Sebaiknya Anda tetap berbaring disini dan beristirahat sampai Anda benar-benar sembuh Yang Mulia.” Lanjut Baroth menegaskan kalau Gavin belum benar-benar sembuh.  “Tidak! Aku ingin melihat kondisi Neville sekarang! Antar aku ke dia atau kau akan kupecat sebagai panglima!” dengan sisa-sisa suara dan teriakan penuh ancaman, Gavin berteriak dengan sangat keras ke hadapan Baroth sampai air ludahnya muncrat mengenai wajahnya.  Baroth mengusap mukanya dengan penuh kesabaran. Tidak ada yang bisa menahan hasrat dan keinginan Gavin sekarang, walaupun masih bocah, dia jarang sekali berkata mengancam seperti itu. Yang tentu saja membuat Baroth sedikit kaget dengan ucapan Gavin tadi.  “Baiklah Yang Mulia, sesuai kehendak Anda” Baroth dengan cepat mengangkat Gavin dan menggendongnya ke atas bahunya. Membuat Gavin cukup tertegun. Sudah lama sekali dia tidak berada di posisi ini, dia mengingat-ingat kapan terakhir kali melakukannya, dan ia ingat, saat Ayahnya, Raja Galliard masih hidup. “Perawat sekalian, aku akan membawanya ke bangsal milik Neville, tolong lapor kepada Gert atau Aalina barangkali mereka mencari kami. Mengerti nona-nona?” Para perawat mengangguk, tak mengeluarkan kata-kata sedikitpun. Hanya sebuah gestur dengan arti menyuruhnya cepat-cepat pergi dari bilik ini. Baroth pun keluar dari kamar bilik itu. Saat berada di luar, Gavin dengan tampang yang masih setengah sadar, melihat orang-orang yang duduk di lorong sambil menjaga seseorang yang terbaring di dekat mereka. Sebagian dari mereka terbaring dengan badan menghitam legam dan kulit mengkeropos seperti batang pohon di musim gugur. Sebagian lain dari mereka juga masih memiliki wujud yang utuh berupa manusia namun dengan warna kulit pucat pasih tak berdaya. “Lihatlah mereka Yang Mulia. Sebagian dari mereka sudah tak memiliki wujud tak berbentuk manusia sama sekali, keluarga dan kerabat mereka menangis terseduh-seduh tanpa henti semenjak tadi. Aku tidak tega melihat mereka. Sementara sebagian yang lain, nampaknya berhasil sembuh dan meraih wujud manusia kembali.  Entah karena memang tekad mereka terlalu kuat sampai-sampai wujud Ghoul tidak berpengaruh banyak terhadap mereka atau memang dalam diri sebagian orang memiliki sesuatu tak diketahui berhasil melawan sihir Ghoul.  “Aku tidak ingin berasumsi banyak Yang Mulia, aku bukanlah penyihir ataupun peneliti. Aku akan membiarkan urusan itu agar para orang-orang Yagonia dan Izia yang mengurusnya.” Meskipun sudah tahu Gavin masih belum benar-benar sehat, Baroth malah memberi tahu rentetan informasi itu dengan sangat masif. Gavin tidak merespon ucapan Baroth sama sekali. Hawa di lorong itu sama seperti bau khas yang mereka cium saat berada di bilik kamar, bau obat-obatan dan ramuan yang khas, namun dengan sedikit aroma yang berbeda.  Ada aroma panggangan dan rebusan dari mereka. Baroth beranggapan bahwa itu mungkin bau dari mayat-mayat yang berubah menjadi Ghoul sepenuhnya. Kulit mereka yang sudah tidak berwujud dan berubah bentuk merubah wujud terakhirnya, seperti abu saat pembakaran.  Sesaat Baroth melangkah melewati para orang Izia itu, mereka mendongak ke atas, melihat Gavin yang duduk tepat di dua buah bahu Baroth dengan nyaman. Mereka langsung saja menunduk, mengucap kata-kata terima kasih dengan sangat riuh. Membuat seisi lorong penuh dengan kata-kata “Terima Kasih”  Baik Baroth dan Gavin bingung, mereka merasa tidak melakukan apa-apa. Justru, kedatangan mereka membawa petaka yang amat sangat dalam kepada mereka. Baroth hanya menanggapi itu dengan senyuman malu sambil menggaruk-garuk kepalanya. Sementara Gavin, masih tak paham apa yang terjadi. Dia memandang lurus ke depan, bukannya ingin terlihat angkuh.  Hanya saja dia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Bila menanggapinya dengan ucapan “Sama-sama” akan membuatnya menjadi jumawa padahal yang dia lakukan tidaklah terlalu signifikan. Namun apabila ia menyangkalnya, luka yang ditanggung Neville terlalu kecil untuk bisa disangkal. Hingga akhirnya, sampailah Baroth mengantar Gavin ke bangsal besar bertulis nomor 07 di atasnya. Kayu yang terukir di sekitar gagang pintunya sangat indah dan berbeda daripada pintu lain yang baru saja ia masuki. Seperti ada yang spesial dengan pintu itu.  Baroth membukanya dengan keras, menyebabkan suara pintu dan lantai bergesekan mendengungkan berisik mengganggu di dalam bangsal. Sementara Gavin, menundukkan kepalanya sedikit berusaha agar tidak terkena kusen pintu.  Seseorang berdiri di balik jendela, mengenakan jas setelan hitam dan celana berwarna putih, tangan dia memandang jauh ke dalam jendela, seakan-akan dirinya keluar dari jendela itu. Sementara di tangan kirinya, dibalut dengan perban berwarna putih dengan sedikit aksen merah di ujungnya. Baroth menurunkan Gavin dari bahunya, dia langsung berlari, melebarkan tangannya, sambil berteriak, “Neville!!”.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN