Mentari menaikkan kedua tangannya ke arah atas untuk meregangkan semua otot-ototnya yang kaku selama delapan jam saat ia mulai bekerja tadi pagi. Sekarang, sudah menunjukkan pukul empat sore. Sudah waktunya pulang.
"Tari? Kamu masih belum selesai, ya?" tanya Amara.
"Iya. Masih banyak yang belum aku kerjakan."
"Maaf, ya. Aku tidak bisa membantu. Aku harus mengantar ibuku ke rumah pamanku."
"Tidak apa-apa. Sebentar lagi aku juga akan selesai, kok."
"Apa kamu yakin?"
"Tentu saja! Pulanglah dan antarkan ibumu."
"Baiklah. Kalau begitu, aku pulang dulu, ya," pamit Amara.
Mentari tersenyum sembari menganggukkan kepalanya dua kali. Setelah Amara keluar kantor, Mentari kembali berkonsentrasi pada komputernya. Ia juga ingin segera menyelesaikan pekerjaannya.
Tiba-tiba, ponsel Mentari berdering. Mentari mengambil ponselnya yang terletak di sebelah keyboard. Ia melihat layarnya dan ada nama Arka sedang memanggilnya. Mentari menautkan kedua alisnya sebentar, lalu ia mengangkat panggilannya.
"Halo?" sapa Mentari lebih dulu.
"Apa, kamu sudah akan pulang? Kebetulan, karena aku baru saja bertemu klien di suatu tempat, aku akan melewati depan kantormu. Kita bisa sama-sama pulang."
"Oh! Aku belum selesai, Kak. Aku masih harus lembur. Aku juga tidak tahu kapan selesainya?"
"Lembur ya? Sebenarnya, aku juga masih harus menemui klienku yang lain. Kalau sudah selesai, hubungi aku lagi. Biar aku nanti ke tempatmu."
"Tidak apa-apa, Kak. Aku bisa pulang naik taksi sendiri, kok."
"Hari ini, aku benar-benar sedang senggang. Dari pada kita pulang terpisah, sekalian saja aku menjemputmu."
Setelah itu panggilan terputus. Mentari menjauhkan ponsel dari telinganya. Mentari menautkan kedua alisnya heran.
"Kenapa, dia terlihat sedang memaksa untuk menjemputku?" gumam Mentari pelan. Mentari pun menaikkan kedua bahunya, lalu kembali meneruskan pekerjaannya.
***
Mentari menuruni tangga dari lantai dua menuju lantai satu. Sembari menuruni tangga, ia melihat waktu di ponselnya. Sudah menunjukkan pukul enam sore. Ia lembur selama dua jam dari waktu pulang kantor biasa.
Setelah sampai di lantai satu, Mentari berjalan menuju ke arah pintu utama akan keluar. Namun, mendadak Mentari menghentikan langkahnya ketika ia sudah hampir keluar gedung perusahaannya.
Dari dalam gedung, ia melihat mobil Arka sedang terparkir di seberang jalan. Membuat Mentari menautkan kedua alisnya heran.
"Jadi, dia benar-benar datang menjemputku? Untung aku belum pesan taksi," gumam Mentari berbicara sendiri.
Mentari lalu mengambil ponsel dari dalam tasnya. Kemudian, ia menelpon Arka. Setelah menempelkan ponsel di telinga, Mentari menunggu panggilannya terangkat.
"Halo?" Suara Arka dari dalam ponsel setelah mengangkat panggilan Mentari.
"Aku sudah pulang, Kak. Aku melihat mobil Kak Arka di seberang jalan. Kak Arka benar-benar menjemputku?"
"Ya. Kebetulan, aku juga baru selesai menemui klien. Jadi, sekalian saja aku mampir ke sini."
"Oooh ... baru sampai, ya? Kenapa tidak menelpon?"
"Aku baru mau menelponmu. Ternyata kamu sudah menghubungiku dulu."
"Ya sudah, aku akan keluar sekarang."
Mentari kemudian menutup panggilan teleponnya. Ia kembali memasukkan ponsel ke dalam tas. Mentari lalu akan melanjutkan jalannya kembali.
"Mentari!" Tiba-tiba, Mentari mendengar namanya dipanggil oleh suara perempuan.
Mentari pun terhenti sebentar dan menoleh ke arah belakang. Seorang teman karyawan perempuan sedang memanggilnya dari arah belakang.
"Siska? Kamu mau pulang juga?" tanya Mentari menunggu Siska berjalan mendekatinya.
"Iya," jawab Siska yang sudah berdiri di samping Mentari itu. "Aku sudah memanggil taksi. Karena kamu juga pulang, bagaimana kalau kita pulang sama-sama. Aku mencari teman untuk menunggu di depan gedung."
"Aduh! Maaf, aku sudah dijemput," kata Mentari menunjuk ke arah mobil Arka yang dalam di seberang itu. Siska pun menoleh ke arah yang ditunjuk Mentari.
"Dijemput?! Apa dia suamimu?!" tanya Siska.
"Iya," jawab Mentari sembari tersenyum canggung dan menganggukkan kepala dengan salah tingkah. Ia masih belum terbiasa saja kalau sudah memiliki suami.
"Aku pikir mobil siapa? Karena sudah dari jam empat tadi, mobil itu terus ada di sana. Aku yang lembur sampai takut, kalau-kalau mungkin di dalam mobil itu sedang mengincar seseorang. Ternyata itu mobil suamimu, ya?" ujar Siska kembali.
Mentari tercekat mendengar penjelasan Siska tersebut. Jadi, Arka sudah menunggunya selama dua jam di sana?! Sejak Arka menelponnya di jam empat tadi?! Pikir Mentari.
"Wah, suamimu sangat perhatian sekali ya, Tari! Rela menunggu dua jam di sini. Aku jadi iri," ujar Siska lagi.
"Aah ... iya," jawab Mentari masih tersenyum canggung.
"Kalau begitu, aku pulang dulu, ya. Aku tidak enak mengganggumu dengan suamimu," bisik Siska menggoda Mentari.
Mentari hanya kembali tersenyum canggung menanggapinya. Siska berjalan keluar sendiri meninggalkan Mentari. Sedangkan Mentari, masih belum keluar dan kembali memperhatikan mobil Arka.
"Kak Arka, kenapa kamu baik sekali?" gumam Mentari berbicara sendiri.
Mentari pun akhirnya berjalan keluar kantor. Saat sudah di luar, ia juga melihat Arka keluar dari mobilnya. Mentari tersenyum dan melambaikan tangan ke arah Arka.
Saat itu, Mentari berdiri di seberang jalan dan akan menyebrang jalan. Ia menunggu lalu lalang mobil yang melintas sepi sebentar. Mobil yang melewati jalan raya, cukup padat dan lumayan ramai. Sehingga Mentari agak takut untuk menyeberang jalan. Arka, memperhatikannya dari tempat ia berdiri.
Karena Arka merasa khawatir melihat Mentari yang akan menyebrang sendirian, akhirnya ia memutuskan untuk menjemput Mentari. Mentari pun jadi diam menunggu Arka menjemputnya.
Arka hampir sampai. Hanya tinggal satu jalan lagi. Saat itu, tiba-tiba dari arah jalan raya, Arka sempat melihat motor yang akan menyalip mobil dan memakan jalan trotoar. Motornya cukup kencang dan mengarah ke arah Mentari.
Tidak sempat memberitahu Mentari, Arka segera berlari menuju Mentari. Bahkan, mobil-mobil yang akan berjalan itu sampai terhenti mendadak dan membunyikan klakson sangat kencang karena Arka menyeberang jalan dengan seenaknya.
Arka tidak peduli. Ia semakin berlari kencang mendekati Mentari. Mentari pun bingung melihat Arka yang semakin berlari cepat ke arahnya.
"Awas, Tari!" teriak Arka berlari menerjang jalan yang dilalui mobil.
Tepat saat itu, ada sebuah motor yang baru saja menyalip mobil dan mengarah ke arah Mentari. Mentari sendiri baru tahu dan langsung terkejut. Arka yang sudah sampai, segera memeluk Mentari dan langsung menjauhkan dari motor tersebut.
Mereka jatuh di atas tanah, tapi terhindar dari tabrakan motor. Motor itu, karena juga terkejut dan mengerem mendadak, jadi oleng dan akhirnya jatuh ke atas jalan raya. Untungnya, tidak terlalu parah. Semua mobil jadi terhenti macet mendadak dan saling menyalakan klakson dengan sangat kencang.
Sedangkan Mentari berada di pelukan Arka dan mereka berhasil selamat. Beberapa orang-orang yang ada di jalan, tentu keluar untuk melihat kericuhan di sana.
"Apa kamu baik-baik, saja?" tanya Arka.
Mentari tidak menjawab. Begitu mendengar suara klakson mobil yang sangat kencang dan ramai itu, mendadak ia jadi teringat akan hal yang mengerikan. Membuatnya pusing dan kepalanya penuh serta kacau. Mentari menutup kedua matanya rapat-rapat dan mencengkeram erat baju Arka.
"Tari? Kamu tidak apa-apa?" tanya Arka lagi setelah melihat keadaan Mentari.
Namun, Mentari hanya bisa mendengar samar-samar suara Arka itu. Ia juga sangat lemas. Arka kembali meneriakinya.
"Mentari?! Mentari?!" Panggil Arka beberapa kali. Namun, Mentari tetap tidak merespon.
Arka pun segera bangun lalu berdiri dan menggendong Mentari. Ia kembali berjalan ke arah mobilnya. Karena semua mobil jadi terhenti, sehingga Arka bisa menyeberang dengan masih membawa Mentari di gendongannya.
"Mentari, bertahanlah. Aku ada di sini. Kamu tidak akan terluka!"
Dalam gendongan Arka, Mentari merasa pandangannya jadi setengah kabur karena kesadarannya hilang. Samar-samar, ia mendengar seorang laki-laki berbicara padanya. Sepertinya, Mentari pernah mengalami ini sebelumnya. Sebuah Memori yang pernah mengisi kehidupan Mentari.