“Gue ambil dulu.” Sahut Zacky.
Zacky mendekat ke arah Killa, “eh kak mau apa?” Panik Killa saat Zacky bergerak menghampirinya.
“Bawa gitar.” Ujar Zacky menunjuk gitar di belakang Killa, “minggir dong.” Titahnya.
“Eh ... gue ambilin kak.” Ucap Killa seraya memutarkan kakinya perlahan, Killa berusaha menggapai gitar yang tak jauh darinya.
“Bisa gak?” Tanya Zacky saat melihat Killa hanya menyondongkan tubuhnya tanpa berniat untuk menggerakkan kakinya.
“Bi – bisa kak, sebentar.” Gugup Killa, “hap, nih kah.”
Zacky menerima gitaryang Via berikan, tanpa sengaja matanya melirik ke arah sepatu Killa.
Melihat itu, Killa mendadak panas dingin. Wajahnya pasti sudah memerah menahan malu, namun dia langsung bernafas lega saat Zacky mengabaikannya kemudian berlalu pergi.
“Kita cabut dulu ya Vi!” Teriak Fahrul seraya menutup pintu rooftop.
“Hah.” Killa tersenyum lega, “untung mereka gak sadar.”
Killa menggosok – gosokkan sepatunya pada lantai, “aduh kenapa gak ilang sih.” Gerutu Killa seraya terus menggosokkan sepatunya.
“Ya ampun, malah makin nyebar nodanya.” Rengek Killa, “kalo gini terus gue gak bisa pulang.”
‘KLIK’
“Eh?” Kaget Killa saat melihat Zacky lah yang membuka pintunya, “a – ada yang ketinggalan lagi?” Tanya Killa.
Zacky terus berjalan menuju Via, di tangannya dia memegang sebuah kain pel.
“Awas.” Titah Zacky seraya menatap sepatu Killa.
“Eh jangan.” Teriak Killa panik.
“Awas.”
“Jangan kak, malu.” Rengek Killa saat Zacky berjongkok dan berusaha mengangkat kaki Killa.
“Lo udah ngotorin tempat gue, sekarang minggir dulu.” Titah Zacky sedikit menyentak Killa.
Killa langsung menggeserkan tubuhnya sedikit menjauh dari Zacky, “malu.” Cicitnya pelan seraya menangkup kedua pipinya yang terasa panas.
Killa melangkahkan kakinya menuju Zacky, “biar gue yang pel kak.” Pinta Killa seraya meraih gagang pel.
“Udah sana, minggir.” Sentak Zacky merasa kesal kepada Killa.
Mendengar sentakan Zacky, Killa langsung beringsut mundur.
“Udah beres.” Ucap Zacky melangkahkan kakinya menuju Killa, “ayo balik.”
Zacky berjalan menuju pintu, tidak dengan Killa yang masih berdiri di tempat.
“Kenapa diem aja?” Tanya Zacky saat melihat Killa menunduk.
Zacky paham, dia melepas seragam putihnya seraya berjalan ke arah Killa.
Killa menatap Zacky tengah membuka seragamnya, kini lelaki itu hanya mengenakan kaos hitam saja.
“Muter.” Titah Zacky kepada Killa.
Killa diam termangu, wajahnya memerah hal itu membuat Zacky berusaha menahan senyumnya.
“Hari ini lo banyak gak nurut ya sama gue.” Ketus Zacky seraya berjongkok di depan Killa kemudian melingkarkan seragamnya pada pinggang Killa guna menutupi noda merah di rok Killa.
“Eh kak, nanti seragamnya kotor dong.” Ujar Killa.
“Terus lo pulang gimana caranya?”
Killa menggelengkan kepalanya, “gak tahu.”
“Kalo gitu lo nurut aja sama gue, gak usah banyak komen.” Titah Zacky, “ayo balik.” Ajak Zacky menarik pergelangan tangan Killa.
Killa dan Zacky turun ke bawah, “ikut gue ke sana dulu.” Ucap Zacky menunjuk ke arah bangunan yang berada di ujung taman.
“Lo tunggu di sini, gue mau bawa kunci.” Titah Zacky kemudian masuk ke dalam.
Pintu sedikit terbuka, Killa bisa melihat berapa banyak siswa yang berada di dalamnya. Mereka tengah berkumpul di sana, dan Via yakini hanya ada satu perempuan yang berada di sana yaitu Niki.
Zacky keluar, dia menutup pintu kemudian menarik pergelangan tangan Killa.
“Yu, kita ambil tas lo di kelas.”
“Iya.”angguk Killa berusaha menyejajarkan jalannya dengan Zacky.
Di tengah perjalanan Killa menahan lengannya, membuat Zacky menghentikan langkahnya.
“Kenapa?”
“Lo lagi bawa orang, bukan bawa koper.” Ketus Killa, “mentang – mentang kaki lo panjang jalan seenaknya, gak mikir gue yang kakinya pendek.” Protesnya pada Zacky.
“Terus gue harus gimana?” Tanya Zacky.
Killa langsung memegang pergelangan tangan Zacky, “biar gue yang pimpin.” Ucap Killa seraya menuntun Zacky.
Mereka berdua, Zacky dan Killa sudah sampai di parkiran. Tadi saat menuju kelas Killa, dia bertemu dengan Lexia yang hendak menyusulnya ke rooftop juga. Lexia berkata kalau Geva tak bisa mengantarnya, jadi dia ingin mengantarkannya menggantikan Geva.
Namun Zacky langsung menyuruh Lexia pergi karena dia lah yang akan mengantar Killa, mendengar itu Lexia menyetujuinya karena dia harus pergi ke ruang lab kembali.
Zacky membukakan pintu untuk Killa masuk, “tapi nanti joknya kotor kak.” Tolak Killa enggan masuk.
“Gak papa.” Sahut Zacky seraya mendorong pelan tubuh Killa agar masuk ke dalam mobilnya, dan Zacky pun memutari mobilnya kemudian masuk.
Zacky mulai menjalankan mobilnya, selama perjalanan tak ada pembicaraan.
Sampai Killa teringat sesuatu, “Kak.”
“Hm?” Tanya Zacky kembali bernada dingin.
“Nanti berhenti di supermaket dulu ya, stok di rumah udah habis.” Ujar Killa yang langsung diangguki oleh Zacky.
Zacky menghentikan mobilnya tepat di depan supermarket, dia bergegas untuk turun dari mobil kemudian menguncinya.
“Kenapa malah dia yang ke supermarket sih?” Tanya Killa seraya memperhatikan Zacky yang sudah berada di dalam supermaket.
Tak lama kemudian Killa dapat melihat Zacky keluar dari supermarket dengan wajah yang merah, “ppfft, jarang – jarang gue lihat doi kayak gini.” Kikik Killa senang.
“Nih.” Ujar Zacky menyerahkan satu kantong belanjaan besar kepada Killa.
Killa berusaha mati – matian menahan tawanya saat melihat Zacky masih memerah, dia membuka kreseknya untuk melihat apa saja yang lelaki itu beli.
“Astaga.” Kaget Killa, “kok ini banyak banget sih belinya?” Tanyanya seraya menatap Zacky.
Sementara yang ditatap tengah berpura – pura sibuk dengan memainkan ponselnya, hal itu semakin membuat Killa gemas melihatnya.
Tak ingin menyia – nyiakan kejadian langka, Killa pun diam – diam memotret Zacky.
“Kak ini kenapa ada semua merk di sini?” Tanya Killa seraya mengeluarkan satu – persatu isi pembalutnya.
“Gue gak tahu lo suka pake yang mana, pas gue nanyain ke si mbaknya malah balik nanya.” Gerutu Zacky kesal.
“Gimana kata nya?”
“Tau ah, pokoknya dia nanya sayap – sayap gitu.” Gerutu Zacky.