“Pertama ... lo gak boleh bolos kalo bukan sama gue.” Jelas Geva.
“Masalahnya?”
“Lo kayak anak ayam yang hilang kalo bolos sendiri.”
“Hm ... terus?”
“Kedua ... lo gak boleh tidur di sembarang tempat.”
“Masalahnya?”
“Lo kalo tidur gak tahu diri, tidur lo kayak jam ... muter.” Tutur Sam, “rok sama kemeja ngangkat ke atas, untung aja gue yang lihat gimana kalo orang lain.
“Gak ada untungnya juga.” Killa mendengus kasar, “Ada lagi?”
“Ketiga ... Nanti pulang sama gue.” Ucap Geva.
Killa menganggukkan kepalanya, “kalo itu sih gue oke, soalnya Bang Sam ada kegiatan pulang nanti.”
“Terakhir ... lo gak boleh telat makan, gimana kalo mag lo kambuh lagi?”
“Dih, enggak mau lah.” Gidik Killa, “muak gue lihat obat.”
“Ya udah kalo gitu cepet makan nih, udah gue beliin.” Titah Geva seraya menyodorkan semangkuk bakso ke arah Killa.
Killa mengangguk, dia menuruti perintah Geva.
“Hue ... udah dingin kuahnya.” Rengek Killa, “gak mau.”
Geva pun memelototi Killa, “makan ... gue suapin nih.”
“Ish... kan gak enakkkkkkkkhhhmpp.”
“Makan yang banyak.” Ketus Geva seraya menyumpalkan mie ke dalam mulut Killa.
Killa mengembungkan mulutnya yang penuh dengan mie, “syalan lho.” Umpat Killa.
“Gev.” Panggil Killa seraya memperhatikan wajah Geva.
“Kenapa?” Tanya Geva seraya memotong bulatan bakso.
Killa menangkup wajah Geva dengan kedua tangannya, “muka lo merah, panas lagi.” Ujar Killa dengan nada khawatir, “lo sakit?”
Belum sempat Geva menjawab, tiba – tiba ponsel miliknya bergetar, “makan sendiri ya.” Ujar Geva menyodorkan mangkuknya ke Killa kemudian merogoh ponselnya dari saku kemudian menggeser layarnya.
“Iya Sil?”
“ ... “
“Sama gue juga?”
“ ... “
“Loh kenapa Killa enggak?”
“ ... “
“Oh, oke gue ke sana sekarang.” Ucap Geva seraya mematikan ponselnya.
Killa menatap Geva sembari mengunyah, “Lexia?”
Geva menganggukkan kepalanya, “hari ini cuman sekolah sampe jam dua belas, sebentar lagi juga ada pengumuman.” Ujar Geva menjelaskan.
“Terus kenapa murung gitu?”
“Gue gak bisa nganterin lo pulang.” Ujar Geva, “Gue, Lexia, Chandra sama Rakha mesti remidial matematika dulu.”
“Oh, kalo gitu gue nunggu kalian aja di rooftop abis ini.” Ucap Killa.
Geva menganggukan kepalanya, “ya udah kalo mau nunggu, nanti kalo udah beres gue langsung ke rooftop buat jemput.”
“Hmm.” Dehem Killa seraya menyerahkan mangkuk yang masih tersisa banyak mie, “udah ya mas, makasih.” Ucap Killa tersenyum lebar.
“Kok gak habis?”
“Gak ah, udah dingin Va.”
“Hm, ya udah nih buat lo.” Geva menyodorkan keresek hitam ke arah Killa.
“Apa nih?” Seru Killa seraya melihat isi keresek, “whoaa! Buat gue?” Tanya Killa senang sembari mengacungkan loli kesukaannya.
Geva mengangguk, “iya, gue ganti jadi banyak.” Kekeh Geva senang melihat Killa tertawa girang.
“Bentar – bentar.” Ucap Killa seraya menghitung jumlah bentuk jari di tiap permennya.
“Gimana? Ada semua?” Tanya Geva terkekeh geli.
Killa tersenyum lebar seraya membuka satu untuk dia makan, “makasih ya Gev.” Ucap Killa yang langsung diangguki oleh Geva.
“Lo mau bawa tas sekarang atau nanti?” Tanya Geva.
“Nanti aja deh, gue mau ke rooftop sekarang.” Ujar Killa.
“Mau bareng?” Tawar Geva.
“Gak, di atas kayaknya masih ada orang.” Ujar Killa.
“Oh ya udah, gue cabut sekarang ya. Awas jangan tidur lagi.” Ketus Geva seraya meninggalkan Killa.
“Hm.” Sahut Killa.
Bertepatan dengan Geva pergi, Killa melihat Zacky dan Fahrul turun dari rooftop.
“Oke, sekarang giliran gue nongki di atas.” Gumam Killa seraya berlari menuju tangga rooftop.
Killa sampai di atas dengan selamat, dia langsung duduk di pinggiran tembok dan melihat ke arah lapangan.
“Wuih bang Sam makin jago juga main basket.” Seru Killa saat melihat kakak lelakinya tengah bermain basket bersama teman – temannya.
“Eits, Kak Kelvin juga jadi makin keren.” Seru Killa.
“Wah, bang Ariq juga.” Seru Killa bertepuk tangan sendiri, “udah lama gak main, jadi pengen.”
‘KLIK’
Pintu rooftop terbuka, menampilkan Zacky.
“Lo lihat ponsel gue gak?” Tanya Zacky membuat Killa tersentak kaget akan kedatangannya.
“Astaga.” Teriak Killa kaget, “ngagetin aja.”
“Lo lihat ponsel gue gak?” Tanya Zacky kembali.
Killa menganggukkan kepalanya, “bukannya itu yang dipegang sama Bang Fahrul, punya lo ya kak?” Tanya Killa seraya menunjuk Fahrul yang berada di lapangan tengah menatap ke arahnya.
“s**t!” Umpat Zacky kemudian pergi berlalu.
Killa mengangkat bahunya acuh, “bodo ah.” Acuh Killa, “hoamh ... Kok ngantuk sih.” Killa kembali menguap.
“Tidur bentar bisa kali ya.” Cengir Killa, “gak ada Geva gini kok.” Lanjutnya sembari memejamkan matanya dengan kaki dia luruskan ke depan.
Selang tiga puluh menit, “aish, gak boleh tidur terus.” Ujar Killa seraya bangun, “pulang aja deh.”
“Apa ini?” Panik Killa saat dia merasakan basah di belakang roknya, “astaga, lantainya kotor.” Panik Killa seraya mengusap rok bagian belakangnya.
“Kenapa sekarang si?” Gerutu Killa, “gue kan gak bawa pembalut, mana HP lagi di charge.” Ringisnya seraya menatap ke arah lapangan yang sudah kosong.
“Abang ke mana lagi?” Gerutu Killa tak menemukan keberadaan Sam.
“Ha – ha – ha, lo lihat tadi ekspresi Zacky pas tahu kalo HP nya ada di lo.” Ujar seseorang dari arah pintu rooftop.
“Yo i, gue lihat dia kesel banget sama gue.” Kekeh seseorang kembali.
Killa mendadak panik, dia bingung harus melakukan apa pada lantainya yang kotor terkena darahnya.
‘KLIK’
Pintu terbuka, “eh Vi, masih di sini?”Tanya Fahrul.
Killa mengeluarkan cengirannya, “iya nih kak.” Sahut Killa seraya berusaha menutupi noda darah di lantai dengan sepatunya, “udah beres ya latihan basketnya?”
“Beres Vi.” Sahut Bobby.
“No, kita main di gudang aja.” Ujar Fahrul kepada Zacky.