seventeen : is this a multiple dates?

1901 Kata
What the actual hell?!! Lara rasanya mau teriak begitu ketika melihat siapa yang datang tidak lama setelah Tante Hara dan Om Wira favoritnya datang. Mood Lara yang semula meroket, dalam sedetik langsung anjlok. Sebenarnya Lara sudah curiga dari awal papinya mengajak mereka panahan Sabtu ini dan bilang kalau mereka akan panahan ramai-ramai. Seharusnya tadi Lara bertanya lebih detail siapa saja yang ikut, tapi ia terlalu bersemangat begitu tahu kalau tante favoritnya turut serta sehingga ia jadi terdistraksi. Sekarang, kecurigaan Lara dari awal justru terbukti benar. Tidak hanya keluarga mereka, Om Harlan, Tante Gema, Tante Hara, Om Wira, juga Om Jendra dan istrinya, tapi ada pula Tante Ambar! Jujur, Lara nggak mau jadi seorang party pooper tapi kehadiran Ambar sukses membuatnya sangat kesal. Bagaimana bisa papinya mengajak tantenya Anette itu? Padahal selain mereka, yang ikut adalah orang-orang yang memang sudah akrab dengan Jala dan Lara. Jadi, apa maksud papinya mengajak Ambar? Kalau begini caranya, Lara semakin tidak bisa percaya kalau mereka cuma teman! "Tante Ambar tuh siapa sih, Ra? Pacar baru Papi apa ya?" Ini lagi pertanyaan Jala semakin bikin Lara sebal! Ia mendelik pada kembarannya itu, dari raut wajah tidak bersahabat Lara sudah jelas sekali menunjukkan jika ia tidak suka dengan gagasan yang disampaikan oleh Jala. Sementara Jala hanya memberikan Lara tatapan clueless. Ia sungguh tidak tahu apa-apa dan hanya sempat berkenalan singkat dengan wanita yang menyebut dirinya sebagai Tante Ambar tadi. "Kalo ngomong jangan sembarangan!" Jawab Lara ketus. Jala mengernyit. "Gue cuma nanya doang, ngegas amat." "Pertanyaan lo asal." "Mana ada asal. Abisnya selama ini Papi mana pernah bawa-bawa plus one begitu, makanya gue penasaran Tante Ambar pacarnya apa bukan. Kalau iya sih, tipe Papi keren deh. Cakep banget, terus auranya campuran swag sama elegan." What the hell?!! Lagi-lagi Lara ingin berteriak begitu. Bisa-bisanya Jala malah memuji Ambar sembari memerhatikan wanita itu yang kini berada di tengah Hamdan dan orang-orang dewasa lainnya yang sudah datang. Mereka semua sedang berada di lapangan panahan sekarang. Semuanya sudah lengkap datang, termasuk Jendra dan istrinya, serta Harlan dan Gema. Kini mereka semua sudah mulai main, sementara Jala dan Lara justru duduk di bangku yang ada di pinggir lapangan. Kalau Jala sudah jelas, ia memang tidak berniat untuk bermain. Sedangkan Lara, tadi ia sudah semangat sekali, namun semangatnya itu telah lenyap karena mood-nya yang anjlok karena ada Ambar. Jadilah ia memilih bergabung dengan Jala dan hanya duduk di pinggir lapangan. "Coba deh lo liat antara Tante Ambar, Tante Hara, Tante Gema, sama Tante istrinya Om Jendra, penampilan Tante Ambar stand out banget nggak sih? Yang lain sporty but softie, sedangkan Tante Ambar swag abis. Look at that leather jacket!" Asli, Lara makin bete karena Jala yang melanjutkan pujiannya. Tapi tidak bisa dipungkiri kalau memang perkataan Jala ada benarnya. Ambar terlihat standout di antara wanita lainnya dengan paduan legging, kaos, dan jaket kulit meski semuanya berwarna hitam. Aura swag-nya semakin terpancar kuat karena rambut panjang Ambar yang hari ini diikat high ponytail dan ia juga memakai topi yang juga berwarna hitam. Lara sendiri punya mata dan ia tahu kalau tantenya Anette itu cantik abis. Karena itu, ia ketar-ketir sendiri. Pasti...tidak akan sulit bagi papinya untuk naksir wanita itu. Iya, kan? "Kalau bener pacar Papi, gue sih dukung-dukung aja." "Dibilangin bukan pacar Papi!" Lara cepat menukas asumsi Jala itu. Jala mengedikkan bahu santai. "Berarti belum, masih gebetan." "Seriously, A?! Tante Ambar tu tantenya Anette tau?" "Yaudah sih, emang kenapa? Kalau emang Papi suka ya biarin aja." Lara berdecak dan memilih melengos. Memilih tidak mendebat Jala karena jika ia melakukannya, mereka bisa saja berdebat panjang tanpa henti. Sebab Jala sendiri sudah dengan gamblang terlihat akan mendukung papi mereka pacaran dengan siapapun, yang penting nantinya mereka punya mami. Sungguh bertolak belakang dengan Lara yang tidak bisa sembarangan memilih siapa yang menurutnya pantas bersanding dengan papinya. Pilihan Lara untuk melengos dari sang kakak justru membuatnya jadi kembali melihat ke arah lapangan. Sialnya, Lara justru melihat pemandangan yang membuat hatinya panas. Sebab di lapangan sekarang, semuanya sedang memanah dalam bentuk pasangan entah secara disengaja atau tidak. Terlihat di mata Lara ada Hara yang diajari oleh Wira, Jendra yang mengajari istrinya, Harlan yang justru diajari oleh Gema yang lebih jago, dan papinya yang sedang mengajar Ambar sampai-sampai dari tempat Lara duduk memerhatikan, angle-nya seolah Hamdan sedang memeluk Ambar dari belakang. "What the hell?!" Kali ini Lara betul-betul mengumpat dan tak bisa menahannya lagi. Is this a multiple dates?! Kalau memang iya, Lara kesal banget sama Papi! Lara tidak suka apa yang dilihatnya! Titik! *** Berbeda dengan Lara, Jala justru penasaran dengan sosok Ambar yang selama ini tidak pernah ditemuinya, namun tiba-tiba bergabung bersama mereka dalam agenda panahan hari ini karena undangan sang papi. Jika ditanya apakah Jala senang dengan kehadiran Ambar, jawabannya mungkin iya, tapi lebih tepatnya Jala bisa dibilang tertarik sekaligus penaran. Siapa Tante ini? Kenapa Tante ini bisa diajak Papi? Tante ini pacarnya Papi? Kalau iya, kapan nikahnya ya? Kurang lebih begitulah pertanyaan-pertanyaan di benak Jala. Selama para orang dewasa sibuk memanah, Jala hanya duduk sambil makan camilan. Dari awal Jala sendiri sudah bilang tidak mau ikut memanah karena tidak suka dan juga malas. Niat Jala sih mau tidur awalnya, tapi karena kehadiran Ambar, kantuk Jala justru hilang dan ia jadi memerhatikan Ambar dan Hamdan selama mereka memanah bersama dengan yang lain. Jala tahu, Lara pun melakukan hal yang sama. Bedanya, Lara merasa tidak suka sekaligus kesal, terutama ketika Hamdan terlihat berinteraksi akrab dengan Ambar. Sedangkan Jala justru tertarik sekaligus penasaran dengan hubungan papinya dan wanita yang menurut Jala swag abis itu. Di mata Jala, mereka terlihat seperti sedang kencan. "Om, Tante Ambar tuh pacarnya Papi ya?" Jala menanyakan itu kepada Harlan. Kebetulan, Harlan dan Gema sudah bergabung dengannya sekarang untuk istirahat sebentar karena lelah sudah cukup lama memanah. Sementara yang lain masih bermain, dan Lara sedang ke toilet. Pertanyaan Jala itu membuat Harlan terkekeh, sementara Gema justru memandang suaminya dengan sebelah alis terangkat. "Beneran pacarnya A Hamdan?" Tanya Gema yang juga penasaran. "Hmmm, gimana yaaa," ujar Harlan dengan nada main-main guna menggoda istri dan keponakannya. "Pacar bukan yaaa." Gema berdecak sebal, paling malas kalau Harlan sudah begitu. "Buruan jawab dong, Om, aku penasaran banget nih!" Protes Jala. "Kalau betulan pacar kenapa emangnya?" "Ya alhamdulillah!" "Setuju kamu?" "Setuju-setuju aja," sahut Jala santai. "Jadi beneran pacaran ya, Om?" "Tanya langsung sama papi kamu dong." Jala memutar bola mata. "Jawaban kamu sama sekali nggak menjawab," ujar Gema pada Harlan. Jala mengangguk. "Setuju," katanya. "Tapi yaudah deh, aku tanya sendiri aja." Akhirnya, setelah sedaritadi hanya duduk dan memerhatikan di pinggir lapangan, Jala memutuskan untuk menghampiri papinya yang sedaritadi sibuk memanah bersama Ambar. "Hai, Jala! Mau ikut main ya?" Jala agak kaget karena langsung disapa ramah oleh Ambar begitu ia sudah mendekat. Tapi Jala hanya kikuk sebentar, kemudian langsung cengengesan. "Enggak kok, Tante, aku cuma kepo aja." "Kepo sama calon mami ya, Ja?" Celetuk Jendra yang kebetulan area panahannya bersebelahan dengan area panahan Hamdan dan Ambar, sehingga ia bisa mendengar percakapan Jala dan Ambar tadi. Celetukan Jendra itu membuat istrinya, sekaligus Wira dan Hara yang turut mendengar jadi tertawa. Sementara Hamdan melotot pada temannya yang bermulut tanpa rem dan tanpa filter itu. Ambar sendiri hanya tersenyum geli dan geleng-geleng kepala saja. Sementara Jala langsung memandang papinya dengan sorot jenaka. "Bener calon mami nih, Pi? Papi sama Tante Ambar pacaran ya? Tadi aku tanya Lara katanya bukan, aku tanya Om Harlan disuruh tanya langsung. Jadi, yaudah sekarang aku tanya nih." "Enggak, Jala. Tante sama papi kamu cuma temen," jawab Ambar. "Iya, gitu." Hamdan membenarkan. "Sekarang emang temen, Ja, kalau nanti kayaknya bisa lebih," ledek Jendra lagi. Hamdan mendelik pada temannya itu dan menegur, "Jen, apaan sih." "Santai dong, Dan. He might be right though." Wira sampai ikut-ikutan, diiringi dengan Hara yang tertawa dan mengacungkan jempol pada Hamdan. "Waduhhh, temen-temennya Hamdan emang jago ngeceng-cengin ya kayaknya," ujar Ambar. "Udah, Ambar, jangan dengerin. Mereka emang suka bercanda gitu." "It's okay." "It's okay juga kok kalau ternyata Papi sama Tante Ambar nggak cuma temenan doang. Hehehe." Hamdan kaget mendengar ucapan Jala itu, Ambar juga, tapi ia hanya tertawa saja dan menganggap Jala hanya sebatas bercanda. Sementara Jendra dan lainnya tertawa puas melihat secanggung apa Hamdan terlihat sekarang. "Eh, aku serius loh, Tante. Kalau mau ada hubungan lebih sama Papi juga nggak apa-apa," ujar Jala lagi. "Kamu kok bisa ngomong begitu? Padahal kita belum kenal loh." "Tadi kan udah kenalan. Tante udah tau namaku, aku juga udah tau nama Tante." "Selain itu tau apa lagi?" "Tante cantik. Swag abis. Aku suka." Jala berujar jujur, ditambah lagi sambil mengacungkan satu ibu jarinya. Ambar tertawa saja, sedangkan Hamdan geleng-geleng kepala karena kelakuan anaknya. "Masa kamu gombalin Tante Ambar?" Jala menoleh pada Hamdan. "Kenapa? Papi cemburu ya?" "Astaga...siapa yang cemburu..." "Cemburu juga nggak apa-apa, Pi. Kapan lagi liat Papi cemburu kan." Jala sukses membuat papinya kehilangan kata-kata dan ia merasa puas sendiri. Terlebih lagi, papinya jadi kelihatan salah tingkah. Wah...it's a good sign right? "Jala ternyata bawel ya, nggak kayak papinya." Jala nyengir mendengar komentar penuh canda dari Ambar. "Eits, jangan salah, Tante. Papi juga bisa bawel pada saat-saat tertentu. Kalau udah ngomel, kuping rasanya jadi panas." "Saat-saat tertentu gimana tuh contohnya?" Tanya Ambar. "Kalau Jala udah lupa waktu main game." Hamdan yang menjawab. "Itu sih wajar." Ambar menggelengkan kepala, lantas ia bertanya, "Kamu suka ya main game?" "That's my life, Tante. PUBG, Mobile Legends, Dota, Call of Duty, semuanya aku main," jawab Jala bangga. "Sering ikut turnamen juga dan beberapa kali menang." "Wah kebetulan nih, Tante kerja di Metallic Esport." "HAH?" Jala langsung histeris mendengar nama tim esport besar Indonesia yang jadi favoritnya disebut. "BENERAN?" Ambar mengangguk saja sembari mengulum. Karena takjubnya dengan kebetulan yang menurutnya ajaib ini, Jala sampai menganga. "GILA! KEREN BANGET TERNYATA TANTE KERJA DI TIM ESPORT KEBANGGAAN AKU!" Serunya heboh. "Sebentar lagi ada rekrutmen anggota baru tuh, kamu ikut dong. Atau kapan-kapan main ke kantor." "BOLEH?!" Ambar menganggukkan kepala lagi dan tertawa karena melihat reaksi Jala yang terlampau semangat dan senang karena tahu Ambar bekerja di tim esport favoritnya. Sebenarnya Jala tidak punya kriteria khusus untuk calon maminya kelak. Tapi kalau bisa memilih, Jala sih maunya punya mami yang menyenangkan, paham dengan game, dan keren. Contohnya ya seperti Tante Ambar ini! Terlalu dini memang untuk berekspektasi, tapi Jala berdoa, semoga saja keinginannya itu bisa terkabul. Akhirnya, kehadiran Jala membuat kegiatan memanah Hamdan dan Ambar jadi terhenti. Padahal sebelumnya mereka sibuk memanah dan Ambar sudah mulai jago karena terus diajari oleh Hamdan. Secara tak terduga, obrolan mengalir begitu saja antara Jala dan Ambar. Karena topik bahasannha mengenai game, jadi Jala sangat bersemangat. Hamdan bahkan sampai takjub sendiri melihat bagaimana Jala bisa dengan mudahnya akrab dengan Ambar yang notabennya adalah orang baru. Tapi tidak heran juga sih, dari dulu Hamdan tahu kalau memang Jala cenderung memiliki sifat extrovert, berbeda dengan Lara. Speaking of Lara, Hamdan jadi mengalihkan pandangannya ke tepi lapangan untuk mencari sang putri kesayangan yang Hamdan tahu masih ngambek. Dahi Hamdan berkerut begitu dilihatnya sudah tidak ada Lara di tepi lapangan, tempat ia sebelumnya duduk bersama Jala. Disana hanya ada Harlan dan Gema yang sedang istirahat. "Jala, Lara mana ya? Kok nggak keliatan?" Pertanyaan Hamdan itu membuat Jala ikut menoleh ke tepi lapangan. Sama seperti Hamdan tadi, Jala juga mengerutkan dahi karena tidak melihat kembarannya. Sekitar dua puluh menit yang lalu Lara memang bilang mau ke toilet. Tapi masa belum balik sih? Memangnya Lara pergi ke toilet yang ada di Bandung apa? Jala jadi bingung sendiri. Ia kembali menoleh pada Hamdan. "Iya ya, Pi? Lara mana ya?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN