Chapter 9

1258 Kata
Gadis dan Abra keluar hotel lewat jalur khusus untuk menghindari wartawan dan kolega. Mereka melangkah buru-buru karena tak banyak waktu yang mereka miliki. "Maksimal dua jam." kata Abra pada Gadis sebelum lelaki itu menyetir sendiri mobilnya. Karena kemejanya dipakai oleh Gadis , Abra mengenakan pakaian James dan alhasil James hanya mengenakan kaos dalaman putih yang membuat mata Gadis tak berhenti memandang saat James melepaskan pakaiannya dan memberikannya kepada Abra di hotel tadi. "Lo sakit mata?" tanya Abra yang membuat Gadis menatapnya heran, begitupun dengan James yang kebingingan. Ia bahkan melihat ke dalam mata Gadis untuk memastikan mata Gadis baik-baik saja. "Lo juga sakit mata?" tanya Abra kesal ke James yang menatap Gadis cukup lama. James menoleh ke arah Abra dan gugup memandang bosnya itu. "Ngg... Nggak bos ..." kata James. Abra memandang kembali ke arah Gadis yang mengerutkan dahi itu ke arah Abra. Detik berikutnya Abra langsung menarik tangan Gadis dan menyeretnya masuk ke dalam mobil. Sampai di dalam mobil pun, Gadis masih menengok ke arah James yang baginya memiliki tubuh sangat atletis dan menggoda itu. "James udah punya pacar?" tanya Gadis tiba-tiba. Abra menoleh dan ia kesal melihat Gadis yang menatap James dari dalam mobil. "Siapa juga cewek yang mau sama dia?" kata Abra dengan nada kesal, Gadis langsung menoleh ke arah Abra dengan tatapan bertanya-tanya yang sumpah membuat Abra gemas padanya. "Memangnya kenapa?" tanya Gadis perhatian. "James itu tipe idaman para perempuan." kata Gadis seraya tersenyum-senyum sendiri. Abra memandangnya tak suka. "Aku aja suka lihat dia, murah senyum, patuh, hangat, dan ..." "Dan gay!" potong Abra cepat-cepat yang membuat Gadis kehilangan senyumnya lalu menoleh ke arah Abra dengan tatapan tak percaya dan kecewa. "Serius?" tanya Gadis dengan mata yang membulat sempurna karena heran itu. Demi apa coba Gadis sampai terheran seperti ini yang membuat Abra semakin heran. "Hmm ... Iya." "Gue gak percaya." kata Gadis cuek. Abra kembali melirik pandang ke arah Gadis. Abra benar-benar tak mengerti Gadis. Sedikit-sedikit perempuan itu kelihatan serius, sedikit-sedikit perempuan itu nampak tegang, sedikit-sedikit nampak cemas, sedikit-sedikit nampak diam, sedikit-sedikit nampak bingung, tapi yang pasti Gadis banyak bicara dan Abra tanpa sadar juga menjawab omongan Gadis. Hal yang jarang sekali ia lakukan, sama Clara pun Abra irit bicara tapi dengan Gadis yang cerewet, Abra juga lebih banyak bicara. "Masak iya sih dia Gay!" seru Gadis protes dan kesal tiba-tiba yang membuat Abra yang sedang melamuni semua sikap Gadis mendadak merem mobilnya ke tepi jalan karena kaget. "Is it important for now?" tanya Abra heran. Gadis memandangnya dengan mata yang berulang kali berkedip-kedip, hal itu refleks terjadi saat Gadis merasa sangat kaget dan heran seperti ini. Hal itu juga yang kini membuat Abra semakin gemas ke arah Gadis. "Please, silent." kata Abra lalu ia kembali menjalankan mobilnya menuju rumah sakit. Dan sepenjang perjalanan itu, Gadis hanya diam memandang lurus ke depan tanpa mengeluarkan suara apapun. Abra jadi bingung, berulang kali ia menoleh ke arah Gadis yang benar-benar seperti patung di sebelahnya. Oh God! Why you make me meet her? Married with her? "Gadis, gue minta maaf." kata Abra. Gadis hanya memandangnya dan menoleh menatapnya dengan mata lentik yeng berkedip beberapa kali. Lalu kembali menatap ke depan, ke jalanan tanpa mengucapkan apapun. Abra semakin heran dibuatnya. "Lo gak mau maafin gue? Gue refleks tadi ..." kata Abra lagi. Gadis kembali menoleh dan memandang ke arah Abra lalu mengedikkan matanya berkali-kali lagi seperti sebelumnya dan kembali menatap ke jalanan. Abra merasa frustasi dengan sikap Gadis dan kembali ia memutuskan menepikan mobilnya. Gadis menoleh dan menatapnya dengan heran dan bertanya-tanya. "Bicaralah, please, gue ..." kata Abra. Gadis menarik napas panjang dan menghembuskannya segera, membuat Abra keheranan. "Bukannya lo bilang tadi gue harus diam, silent, kan?" Ya Tuhan! Abra menepuk jidatnya dan ia benar-benar ingin melakukan sesuatu di wajah Gadis yang nampak polos dan ngeselin itu. Emang lo aja yang bisa ngeselin? Gue juga bisa. Batin Gadis. Akhirnya Abra memilih diam lalu kembali melanjutkan menyetir. Sepuluh menit kemudian mereka sampai di butik. Abra mengeluarkan kartu kredit dan memberikannya ke Gadis. "Beli baju yang lo mau." kata Abra. "Oh no, utang gue pasti nanti nambah lagi." "Gue potong dari gaji lo kerja sama gue." "Ya Tuhan perhitungan banget sama istri, sih!" Abra menarik napas panjang kemudian menghembuskannya sembari memandang dingin dan tajan ke arah Gadis yang membalasnya dengan nyengir dan buru-buru keluar dari mobil Abra. Abra melihat Gadis masuk ke dalam butik itu, dan kemudian ia memukul setir. "Haduh! Salah apa sih gue ketemu cewek itu? Dikasih kartu kredit buat beli baju cuma-cuma bilangnya 'no, ntar utang gue numpuk di lo' giliran gue bilang gue potong dari gajinya dia bilang 'perhitungan ke istri! Ya Allah ..." keluh Abra kesal. Seumur-umur belum pernah sekalipun ada yang sejahil dan seberani itu ke Abra. Abra merogoh saku celananya dan mengeluarkan kartu namanya. Dibacanya baik-baik namanya yang tertera di sana, biasanya beberapa orang akan segan kepadanya setelah mengetahuinya, begitupun dengan kaum perempuan yang rata-rata hampir semuanya akan bersikap anggun dan manis padanya untuk mendapatkan perhatiannya. Tapi Gadis? Benarkah ia perempuan sungguhan? Kenapa rasa-rasanya Gadis sama sekali tak tertarik kepadanya? Di dalam butik, Gadis tersenyum puas, ia mempunyai celah dan cara untuk membalas perlakuan Abra yang sekenanya kepadanya. "Nona, yang ini?" tanya salah seorang perempuan penjaga butik itu kepada Gadis. Gadis mengangguk ke arah petugas tersebut dan memberikan kartu kredit untuk membayar baju yang ia pilih. Tak tanggung-tanggung, Kali ini ia membeli beberapa baju sekaligus untuk mengerjai Abra kembali. Ia masih kesal dengan koper yang isinya hanya pakaian dalam saja. "Saya pinjam kamar mandi." kata Gadis saat petugas kasir itu telah memberikan kartu kreditnya kembali. Petugas hanya mengangguk dan menunjukkan di mana letak kamar mandi berada. Segera Gadis menuju kamar mandi untuk mengganti kemejanya itu. Ketika keluar dengan celana jeans dan blouse panjang warna merah muda dari kamar mandi, Abra ternyata sudah berdiri di depannya. Gadis sedikit kaget lalu Abra meraih semua belanjaan Gadis di meja kasir dan berlalu keluar begitu saja tanpa sepatah katapun. Sikap Abra itu membuat Gadis bingung. Ia marah, kesal atau kenapa sih? Tapi di sisi lain Gadis takjub melihat sikap Abra yang tak malu sama sekali membawa belanjaannya hingga para petugas butik terpesona memandang Abra. "Ehem ... Dia calon Papa anak saya ..." kata Gadis seraya memegang perutnya kepada para perempuan yang mengagumi Abra itu. Gadis tak tahu juga kenapa mulutnya bisa kurang ajar begitu? Kenapa ia tak suka saat orang lain mengagumi Abra? Benarkah ia cemburu. Saat keluar dari butik, Gadis bisa mendengar kekecewaan para petugas itu dengan melenguh panjang yang membuatnya tersenyum senang. Saat sudah membuka pintu mobil, ia mendapati Abra menatapnya dalam diam dan intens. "Kenapa?" tanya Gadis bingung. "Lo udah hamil?" tanya Abra yang membuat mata Gadis seketika membola. "Gila aja, ya nggak lah! Gue ini perawan ting-ting!" seru Gadis tak terima. "Terus yang lo omongin di dalam butik bahwa lo hamil anak gue itu maksudnya apaan?" tanya Abra. Eng ing eng Wajah Gadis seketika merona merah karena malu. Ia tak tahu bagaimana Abra bisa tahu candaanya itu di butik sebelum ia keluar dari sana. "Lo beneran hamil?" tanya Abra lagi dengan serius. "Nggak!" kata Gadis sebal dan kesal. "Udah gue bilang gue masih perawan kok!" imbuhnya. "Oh, jadi lo pengen hamil sama gue, gitu? Oke. Kita coba nanti malam." "Abra!" teriak Gadis dan Abra terkekeh bahagia. Belum pernah sekalipun ia tertawa keras seperti saat ini dan itu semua karena ulah Gadis. Tiba-tiba saja dua buah mobil hitam berhenti di depan mobil Abra dan keluarlah para bodyguard Abra yang langsung mendatangi Abra dan Gadis. Gadis dan Abra saling pandang heran kenapa semua bodyguard Abra menyusul? Dan kenapa wajah mereka semua tegang seperti itu?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN