Chapter 8

1496 Kata
Gadis menghempaskan dirinya ke kursi setelah membaca teks tersebut. Ia tahu Clara siapa dan bagaimana. Salah satu teman kerjanya di rumah sakit Hermina Depok. Clara yang cantik, pintar, tinggi dan sexy. Pernah menjadi model rumah sakit dan pembicara di stasiun televisi. Sayang sekali kali ini ia harus berhadapan lebih kuat dengan Clara. Clara di rumah sakit berbeda dengan Clara sahabatnya yang cerewet tapi baik hati. Sialnya kenapa dua orang kenalannya yang bernama Clara itu harus menikah hari ini? Gadis sudah salah besar kepada Clara Andien, sahabatnya sejak SMA yang memilih kuliah jurusan Akuntansi seperti idamannya dan sekarang menjabat sebagai manager keuangan di perusahaan makanan yang punya brand besar di Indonesia. Sedangkan Hazel Clara adalah dokter umum yang sama seperti Gadis dan kini keduanya juga sama-sama mengambil Departemen Urologi untuk pendidikan lanjutan mereka. Gadis masih tak habis pikir dengan kebetulan yang ajaib ini. Satu sahabat baiknya Clara Andien menikah dengan Ibrahim, dan satu rivalnya di rumah sakit Hazel Clara seharusnya menikah dengan Abraham. Kenapa harus ada nama yang sama yakni, Clara? Dan kenapa harus ada nama yang mirip yakni Ibrahim dan Abraham? Bukankah itu membuatnya cukup frustasi? Pintu kamar mandi terbuka dan Abraham dengan sangat ringan keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk yang melilit dari pusar ke lututnya saja, membuat Gadis seketika melongo heran. "Halo ... Di sini masih ada gue, tuan!" kata Gadis tak terima dengan sikap Abraham yang menganggapnya seolah tak ada itu. Abraham hanya meliriknya sekilas lalu kembali menatap dirinya di cermin dan memegang rambut-rambut yang menghiasi kedua pipi dan dagunya. Ah, Gadis tiba-tiba teringat ciuman mereka dan bagaimana rasa kasar berewok yang membuatnya geli dan merasa terangsang itu. Gadis geleng-gelang kepala kemudian. Ia berusaha mengenyahkan pikiran kotornya sebelum pikiran yang lain datang tak permisi, seperti barusan, bagaimana ia menikmati melihat tetesan-tetesan air yang jatuh membasahi tubuh Abraham yang atletis. Gadis berdiri dan maju karena merasa diacuhkan oleh Abraham. "Lo gak dengerin gue?" tanya Gadis. Abraham menoleh sejenak. "Mata lo risih lihat gue semempesona ini?" tanyanya yang membuat Gadis melongo dan heran. "Mempesona?" ulangnya dengan senyum tak percaya. "Tuan, seharusnya anda malu karena hanya memakai itu di sini, sedangkan ada saya di sini." "Bukankah kita sudah menikah? Telanjangpun tak masalah!" "Woi!" pekik Gadis tak percaya dan Abraham semakin tertarik menggodanya karena bibir gadis yang manyun-manyun menggoda itu. "Kenapa? Ada yang salah? Lo dan gue sudah menikah. Dan pernikahan kita sah!" "Secara tergesa-gesa, jangan lupakan itu dan ada syaratnya." "Secara tergesa-gesa tapi sah dan syaratnya sudah gue penuhi. Hutang lo yang tiga ratus juta itu." "Dua ratus lima puluh!" protes Gadis. "Tiga ratus karena denda dan bunga yang menunggak!" kata Abra seraya memperlihatkan foto cek yang ada di kamera ponselnya kepada Gadis. "Seharusnya dua ratus lima puluh itu sudah termasuk bunga!" kata Gadis tak terima dan berpikir bingung. "Gue sudah menghitungnya dengan benar." "Lo itu gadis urologi bukan akuntan." kata Abra yang sekali lagi membuat mata Gadis melotot heran. Bagaimana bisa ia tahu kalau aku ambil Urologi? "Gue pikir utang lo yang besar itu karena lo masuk sekolah dokter, nyatanya nggak." "Lo udah tahu?" tanya Gadis malu. Abraham menghela napas. "Lo putri Haris Wijaya, siapa yang gak kenal Haris Wijaya?" "Dan jangan lupakan bahwa gue bukan anak orang kaya lagi." "Semua orang juga sudah pada tahu." "Tapi tenang gue akan bayar hutang gue yang tiga ratus juta itu dengan kerja ke lo." "Oke. Sesuai perjanjian. Semoga lo gak tambah ngerepotin gue." kata Abraham. Gadis menatapnya sebal. "Kita perlu bikin prenup?" tanya Abra. "Tentu. Meski pernikahan udah lewat, prenup tentu sangat perlu." kata Gadis. "Oke. Besok, sepulang kita dari KUA." "KUA? Buat apa lagi?" "Gadis, ijab nikah kita emang sah. Tapi pernikahan  kita gak terdaftar di negara!" "Bukankah cuma enam bulan? Kenapa harus ribet banget dibikin real sih?" tanya Gadis sebal. "Oh lo mau kek gitu. Emang siapa yang mau nikahin lo? janda tak ada status jelas? Gak ada sertifikat cerai dan lain sebagainya? Hah? Kalau gue mah gampang, tampang udah ngelebihi artis, perempuan mana yang nolak gua?" kata Abra yang membuta Gadis tak percaya mendengarnya. Mimpi apa sih dia ketemu cowok yang sombongnya sampai ke langit? Tapi semua ucapan Abra ada benarnya. Jika nanti setelah enam bulan dan ia berpisah dari Abra, maka statusnya sudah sangat jelas. Untung saja penghulu tadi di Masjid bersedia menolong Abra setelah Abra menceritakan persoalannya dengan Clara. Sang penghulu sempat menolak menikahkan Gadis dan Abra karena tak ada wali dari pihak Gadis. Lalu  Gadis bilang ia di dunia ini hanya sebatang kara, keluarganya meninggal semua dalam kecelakaan pesawat dua bulan lalu. Gadis tak punya paman, tante, om atau bibi. Jadi tak ada yang menjadi nasab nikahnya selain wali hakim. Dan akhirnya pernikahanpun digelar setelah rundingan singkat dengan syarat Abra harus melakukan nikah ulang di KUA dengan data-data lebih akurat dan jelas sesuai prosedur negara. "Udah mikirnya?" tanya Abra yang tiba-tiba sudah berdiri di depan Gadia dengan jarak keduanya sangat dekat. "Lo mau apa?" tanya Gadis gugup dengan wajah yang sudah siaga. "Gue mau ..." Abra maju perlahan-lahan. Ia benar-benar suka sekali menggoda Gadis. "Lo mau apa ...?" tanya Gadis semakin gugup karena Abra menggerakkan handuknya perlahan dan menatap Gadis tanpa berkedip sama sekali. Lurus, tajam dan mencekam. Gadis mundur-mundur saat Abra semakin melangkah maju. d**a Gadis berdebar-debar tak teratur, matanya naik turun dengan gugup, memandang Abra dan memandang handuk yang ia takutkan akan dilepas oleh Abra. "Bukankah kita sudah menikah?" tanya Abra menggoda Gadis lagi. "Y ... Ya... Tapi ... Gue belum siap." "Gue sudah siap , tinggal menuntaskan sedikit lagi..." "Tidak ... Apa? Maksud lo menuntaskan apa?" tanya Gadis dengan wajah kaget dan sedikit terpekik. Jangan bilang menuntaskan hasrat?! Tidak... Aku tidak mau ... Ya Tuhan ... Dia semakin dekat ... Tolong aku Tuhan ... Selamatkan aku dari laki-laki berewok ini ... "Gue ingin nuntasin..." "Arrggh!!!" Gadis menjerit kala Abra membuka handuk yang melilit dari pusar sampai lututnya. Abra tersenyum melihat Gadis yang ketakutan sembari menutup wajahnya. Abra benar-benar tertawa yang akhirnya membuat Gadis memberanikan diri untuk mengintip dari celah-celah jarinya. Dan ia telah tertipu dengan Abra yang tertawa keras karena telah berhasil mengelabui Gadis. Ternyata Abra mengenakan celana santai di balik handuknya. Buru-buru Gadis membuka wajahnya dan menatap Abra kesal. Abra menghentikan tawanya. "Sudah gue bilang, gue gak minat sama lo." kata Abra mengejeknya. "Oh ..." Gadis lalu melakukan aksinya. Ia menggerai rambut indahnya dan berjalan menuju Abra dengan tatapan menantang dan mencoba mempesonakan dirinya di depan Abra. Tapi Abra sama sekali tak berkutik dengan usaha Gadis yang sebenarnya ragu itu. Abra memandang Gadis dengan sorotan mata tajam berwarna birunya yang kini berhasil membuat Gadis menyerah. Ia lalu berbalik dan pergi ke dalam kamar mandi. "Hey ingat, bajunya masih di sini!" kata Abra saat Gadis sudah menutup pintu kamar mandi dengan rasa gugup yang luar biasa. "Jangan keluar dengan hanya memakai bathrobe! Awas ntar lo khilaf!" kata Abra berteriak yang membuat Gadis semakin sebal. Gadis belum kenal Abra selama lima jam dan ia sudah tahu bahwa selain Abra punya sifat dominant, dingin, tidak suka dikhianati, ia juga suka menggoda. Terlebih lagi ia sangat menyebalkan. Bagaimana Gadis bisa melalui hidup dengannya selama enam bulan ke depan? Ia benar-benar tak yakin saat ini. Gadis membersihkan wajahnya dengan sangat cepat dan keluar hanya menggunakan bathrobe saja. Ketika keluar, pandangan matanya dan mata Abraham yang sedang bertelepon bertemu sebentar, lalu Gadis dengan segera mengambik baju yang sebelumnya Abraham katakan ada pada koper kecil yang disediakan. Ketika membuka koper tersebut tak ada baju yang sesuai ia harapkan, semuanya adalah baju tidur dan lingerie. Gadis menutup matanya dan menoleh ke arah Abraham yang terlihat sedikit frustasi. "Temen lo berhasil nikah." kata Abra pada Gadis. "Maksud lo Clara Andien, kan?" tanya Gadis menoleh dan Abra mengangguk. "Lalu?" "Masalahnya adalah temen lo dan suaminya kecelakaan saat iring-iringan pengantin." kata Abra. "Apa?" pekik Gadis tak percaya. Dengan cepat Gadis berlari menuju pintu karena rasa cemas yang besar, tapi dengan cepat pula Abra mengejarnya dan menahannya di depan pintu. "Mau ke mana?" "Clara punya riwayat penyakit jantung. Jika tidak ditangani segera, gue khawatir akan ..." "Dengan bathrobe?" tanya Abra seraya memerhatikan Gadis yang bagian bathrobe atasnya sedikit bercelah. Abra seketika membuang muka saat Gadis menyadari kemana arah tatapan Abra. Gadis lalu meraih kerah baju Abra. "Lepaskan!" kata Gadis seraya mencengkram kerah Abra kuat-kuat dan detik berikutnya ia membuka kancing baju Abra satu persatu. Abra merasa geli dan bingung sekaligus. "Gadis ... Tunggu ... Kita masih harus melaksanakan resepsi dan lo bukannya mau ke rumah sakit?" tanya Abra setelah Gadis berhasil melucuti semua kancing kemeja Abra dan melepaskannya dari tubuh Abra. "Gue pinjem baju lo sebentar ..." kata Gadis seraya mengenakan pakaian Abra. Abra menatapnya tak percaya. Ia pikir aksi Gadis barusan adalah ... Abra menutup mata dan tersenyum sendiri memikirkan apa yang sebelumnya ia pikir dan ia duga. Ia benar-benar tak habis pikir dengan sikapnya yang aneh. Gadis hanya menginginkan bajunya, bukan dirinya! Ketika Gadis hendak membuka pintu, Abra menahan tangannya. "Resepsi masih lama, kan? Gue janji gak akan kabur." "Sekarang, kemanapun lo pergi itu harus sama gue." kata Abra dalam-dalam dengan mata biru indahnya itu ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN