Stella melangkahkan kakinya ke sebuah restoran mewah dan berkelas dengan muka malas dan kesal, ia sungguh lelah dengan ini. Seharusnya ia sudah sedari tadi sampai di tempat kedua orangtuanya, tetapi karena mereka ingin bertemu dengan Stella di sebuah restoran, itu membuatnya harus menempuh perjalanan yang jauh dan pastinya terjebak oleh macet, sungguh melelahkan pikirnya.
“Malesin banget dah jadi nggak mood,” gumam Stella sambil mencari ruangan yang sudah dipesan orang tuanya.
“Disini apa yah?” tanya Stella kepada dirinya sendiri, tanpa pikir panjang ia segera membuka pintunya dan mendapati kedua orang tuanya sedang menatapnya.
“Ah kamu sudah datang!” seru Mama Stella dengan senyuman sumringah di bibirnya.
“Kenapa harus disini?” tanya Stella dengan langkah malasnya mendekati kedua orang tuanya, lalu ia duduk lesehan tepat di depan kedua orang tuanya.
“Mama ingin aja kita kumpul bareng di tempat yang nyaman Stella,” jawab Mama Stella.
Ya, Kedua orang tua Stella memang super sibuk dengan dunia mereka sendiri. Jadi, sangat jarang sekali mereka berkumpul sekeluarga dengan utuh. Walapun Kedua orang tua Stella sangat sibuk mereka tetapi bisa meluangkan waktu terbaiknya buat putri tercintanya.
“Jadi Stella, kamu ingin membicarakan apa kepada kami berdua?” tanya Papa Stella membuka suara.
“Oh.. Bentar,” Stella meraih tas kecilnya dan mengambil amplop emas itu dengan sangat hati-hati, ia takut rusak, sepertinya Stella sangat menyayangi barang langkah tersebut.
“Nih Pa!” seru Stella seraya menyerahkan surat emas tersebut.
Papa Stella terlihat sibuk membaca dengan serius, berbeda dengan Mama Stella yang hanya makan dengan nikmat, tapi juga terkadang melirik ke arah suaminya dengan kening berkerut melihat surat mewah yang sedang dibaca suaminya.
“Kamu pesan apa sampai dapat surat begituan?” tanya Mama Stella.
“Itu datang dengan tiba-tiba Ma, sepertinya salah alamat...” ujar Stella sedikit ragu dengan perkataannya sendiri.
“Anak kita diundang masuk ke Starlight School Ma,” ujar Papa Stella, sontak hal itu membuat Mama Stella membelalak kaget bukan main.
“Hah? Nggak salah? Stella cerdas emang, tapi... Kok bisa?” tanya Mama Stella seakan tidak percaya.
“Ih ... Mama gimana sih, anak sendiri dikatain gitu,” kesal Stella kepada Mamanya.
“Nggak kok sayang, Mama Cuma kaget aja kamu bisa diundang, tapi keknya itu salah alamat deh,” ujar Mama Stella.
“Tapi disini memang tertera nama Stella dengan jelas, sepertinya memang untuk Stella,” jelas Papa Stella.
“Emang kenapa sih Ma?” tanya Stella penasaran, ekspresi muka kedua orang tuanya seperti tidak menyukai hal itu.
“Stalight School emang sekolah bagus. Tapi, perusahaan kita sudah berselisih lama dengan mereka sejak tiga tahun yang lalu. Makanya Mama bingung, kenapa mereka masih berani mengundang kamu yang jelas jelas anak Papa dan Mama,” jelas Mama Stella.
Ya, kedua orang tua Stella merupakan salah satu pemilik perusahaan terbesar di Korea Selatan, dan juga di Jerman. Mama Stella merupakan pemilik perusahaan fashion & style di korea, sedangkan Papa Stella merupakan pemilik perusahaan produk makanan di Jerman.
Charlie Viuste Diardio merupakan nama dari Papa Stella, Charlie sendiri memang sangat berbakat dan bertalenta besar dalam urusan bisnis, apalagi bakat memasaknya, jangan diragukan lagi, karena itulah Charlie membuat bisnis makanan dan berakhir dengan sukses seperti sekerang. Selain itu Charlie memiliki gen unggul yang membuat dirinya tampak beribawa dan tampan, begitu juga dengan istrinya. Walaupun sebenarnya sifat mereka berdua saling bertolak belakang.
Stiva Benedy Diardio, merupakan nama dari Mama Stella, Stiva sendiri merupakan seorang yang loyal dan cenderung santai, ia merupakan wanita yang menyukai kebebasan. Hal itulah yang membuat Stiva membuka bisnis baru dalam bidang Fashion & Style, selain dia sangat cantik, ia juga memiliki tubuh yang sangat bagus sesuai dengan standar kecantkan di korea selatan. Sangat banyak khalayak ramai yang memuji kecantikannya, bahkan ia sudah sangat populer seperti para aktris wanita.
Tidak heran jika Stella terlahir dengan kemampuan yang sangat hebat dan banyak talenta, itu didapat dari kedua orang tuanya, Stella juga kerap disebut bidadari surga, karena kecantikan tiada tara yang dimilikinya, sangat persis seperti Stiva, tapi memiliki aura seperti Charlie.
Dan apa hubungan Starlight School dengan kedua orang tua Stella? Ya, pihak Starlight School bekerja sama dengan Charlie dalam masalah makanan di area Starlight School, sedangkan Stiva dalam masalah pakaian dan berbagai hal yang menyangkut dengan interior di Starlight School sendiri. Tapi, karena ada suatu permasalahan, hal itu membuat selisih paham yang bekerpanjangan, sehingga Charlie juga Stiva memutuskan kontrak kerja sama mereka dengan Starlight School. Walaupun begitu, tetap saja Charlie dan Stiva sangat setuju Starlight School merupakan sekolah yang terbaik.
“Tapi, ada baiknya jika kamu terima undangan ini.” Charlie memberi pendapat untuk Stella.
“Kenapa gitu pa?” tanya Stella seraya mencicipi makanan yang ada di depannya.
“Bukankah kamu memang ingin bersekolah di Starlight School?” tanya Charlie dengan menaikkan alisnya sebelah.
“Ah iya, tapi nggak usah deh Pa, nanti makin memperpanjang masalah Papa sama Mama saja,” tolak Stella akan pertanyaan Charlie.
“Nggak masalah kalau kamu memang ingin, sekolah itu kualitasnya memang terbaik, Mama juga setuju jika kamu memang ingin masuk ke sekolah itu,” ujar Stiva yang membuat Stella menautkan alisnya, dan ia memikirkan apa yang sedang dikatakan kedua orang tuanya.
“Baiklah, Stella akan masuk kesana, tapi walaupun undangan, tetap saja harus pakai ujian masuk,” keluh Stella di akhir kalimatnya dan memnbat ia memanyunkan bibirnya malas.
“Ayo dong, tapi anak Papa suka sama kompetisi, tahun kemarin aja kamu ikut 189 kompetisi nasional juga internasional, masa sekarang kamu jadi malas.” Charlie tertawa kecil melihat putri bungsunya yang masih suka labil dengan kepribadiannya.
“Iya Pa iya, Lihat aja Pa, nanti Stella akan jadi peringkat satu paralel disana!” seru Stella dengan semangat. Dan mereka bertiga pun tertawa dengan saling berbagi cerita yang menarik.
***
Xander berjalan di area kompleks perumahannya, sangat sepi pikirnya. Ya, bagaimana tidak sepi? Kompleks tersebut merupakan tempat orang yang berpenguasa dan berpengaruh di negara bagian California, lebih tepatnya di kota San Frasisco.
Ia hanya memandangi ke segala arah dengan tatapan kosong dan tidak tertarik, rutinitaas yang membosankan pikirnya, tetap saja kompleks ini seperti kuburan, tidak ada yang saling berinteraksi antar sesama, semuanya saling sibuk dengan urusannya masing-masing, yah mengingat mereka semua merupakan orang yang sangat penting.
Xander yang sudah merasa cukup berjalan sendirian di pagi hari tersebut pun memutuskan untuk kembali ke rumahnya.
“Hah ... Rumah juga sama aja, nggak ada penghuni.” Xander menghelakan napasnya dan berlari-lari kecil hingga ia sampai ke rumahnya.
Saat ia sudah melihat halaman besar rumahnya, ia melihat seseorang memberi sebuah amplop kepada pengawal di rumahnya.
“Hah? Dia siapa? Baru kali pertama lihat, tapi ... sangat tidak asing,” gumam Xander dalam hati.
Ketika seseorang yang memakai jaket hitam dan juga celana hitam tersebut pergi, ia segera mencari celah untuk mengikutinya, dengan segera Xander masuk ke dalam halaman rumahnya dan mengambil mobil sedan miliknya untuk mengejar seseorang yang menurutnya aneh tersebut.
Ia menghiraukan apa yang dikatan oleh pengawal bahwa orang tersebut merupakan pihak utusan dari Starlight School untuk mengirimkannya undangan, sangat tidak masuk akal pikir Xander. Zaman sekarang pakai surat resmi? Sedangkan dengan jelas ada yang namanya Email, untuk apa gunanya coba diciptakan teknologi jika masih mengandalkan alat kirim tradisional seperti itu? Pikir Xander dengan menggelengkan kepalanya miris, ini pasti ada yang nggak beres firasatnya.
Xander menancap gas dan mengikuti mobil tersebut sangat pelan, dari jarak sekitar satu kilometer, bagaimana bisa? Tentu bisa, Xander sudah merancang mobil sedannya secanggih mungkin dan memiliki fitur limited yang hanya dimiliki olehnya.
Xander sendiri menggunakan cara yang menurutnya sangat simple untuk melacak kendaraan yang ia buntuti. Ia hanya memerlukan gelombang dan jaringan dengan beberapa sistem yang sudah ia jalankan dengan baik, mobilnya yang dapat menerima data dari berbagai lingkungan karena sistem yang sudah ia tanamkan, membuatnya mudah dalam melakukan percobaannya.
Gelombang yang ada di sekitar di manfaatkan Xander untuk mendeteksi gelombang panas hingga suara, dan zat yang terdapat di dalam suatu benda, Xander pastinya sudah mencoba memanipulasi itu dari berbagai media signal dan listrik yang ada pada sekitarnya, hal itulah yang membuat dia bisa memantulkan hingga mengendalikan berbagai gelombang guna mendeteksi apa hal yang ia inginkan. Kemudian, ketika gelombang tersebut terpantul dan kembali, itu ditangkap oleh stimulator signal yang sudah ia rancang, sehingga mobilnya menangkap kembali signal tersebut dan secara otomatis menerjemahkannya dengan kata dan kalimat yang hanya dimengerti oleh Xander.
Xander tersenyum karena sistem yang ia pasang berhasil dan berjalan dengan sangat baik. Xander sudah cukup lama mengikuti mobil yang ia incar dan tetap saja tidak berhenti, hingga mobil tersebut terlihat membelok di suatu g**g dan membuat Xander kaget bukan main. Ia tau dengan jelas itu g**g apa, Xander dengan sangat jelas tau mengenai lingkungan yang ia tinggali dengan baik, dan Xander sangat mengetahui tempat yang dituju mobil tersebut merupakan tempat yang berbahaya.
Xander ingin berbalik, tetapi karena rasa penasarannya yang lebih dominan, ia memutuskan untuk mencari tau siapa orang itu sebenarnya. Hingga ketika ia berbelok ke g**g tersebut, sesuatu yang gelap langsung menutupi kaca mobilnya, dan gas yang sangat menyengat masuk ke dalam mobilnya, ia tidak tau jelas bagaimana gas itu bisa masuk, sudah sangat jelas bahwa mobilnya sangat tertutup.
Tidak lama pandangan Xander menggelap, sebelum itu ia mengambil pisau silet dalam jok mobilnya, dan menggoreskan dalam silet tersebut ke dalam punggung tangan sebelah kirinya, dan tidak berapa lama Xander benar-benar tidak sadarkan diri.