Xander mengerjapkan matanya, kepalanya terasa sangat sakit dan pusing. Ia terlihat meraba lalu meremas kepalanya, sungguh menyakitkan pikirnya. Ia menduduk kan dirinya, lalu kembali berusaha membuka matanya secara perlahan, dan ia mendapati dirinya sedang beraada di kamar tidurnya.
“A-apa yang terjadi?” Xander bertanya kepada dirinya sendiri.
“Ah s**l, sakit banget.” Xander kembali meremas kepalanya, sungguh menyakitkan pikirnya.
“Ah ... Kenapa sesak banget?” keluhnya dengan meremas bagian dadanya, nafasnya terasa sangat sesak dan seakan tersumbat.
Xander menenangkan dirinya dengan mengatur nafasnya agar tetap tenang dan berusaha untuk relaks, ia terus mempertanyakan kepada dirinya, apa yang terjadi padanya? Ia tidak mengingatnya sama sekali, pandangannya buram dan tidak dapat berpikir dengan jernih, hanya pikiran buruk yang ada di kepalanya.
Ketika Xander sudah mulai tenang dan kondisi tubuhnya sudah normal, ia mulai duduk untuk memastikan keseimbangan pada tubuhnya, dan berjalan keluar kamarnya untuk memastikan suatu hal. Xander mencari salah seorang pelayan kepercayaannya dan sudah merawatnya sedari kecil, tentu saja ia sangat mempercayai sosok yang seperti pengganti ibunya tersebut.
“Bibi!” panggil Xander ketika melihat orang yang sedang ia cari terdapat di halaman rumahnya dan sedang memetik buah anggur kesukaan Ayahnya.
Bibi yang dipanggil oleh Xander menoleh dengan raut wajah seakan bertanya-tanya, terlebih lagi Xander berlari kecil mengahmpirinya, sangat tidak biasa pikirnya.
“Ada apa Xander?” tanya Bi Mira kepada Xander yang sudah berada di sampingnya dengan nafas yang cukup terenngah-engah.
“Kamu tidak perlu terburu-buru sepertti itu, Bibi nggak pergi kemana-mana kok,” kekeh Bi Mira setelah mengakhiri ucapannya, baginya Xander seperti anaknya kandungnya sendiri.
Bi Mira memiliki masalah dengan rahimnya dan itu membuatnya tidak bisa memiliki anak, tetapi sejak ia mulai bekerja di rumah orang tuanya Xander sebagai pelayan utama, ia mulai tidak kesepian dengan kehadiran Xander, Bi Mira memang sudah merawat Xander dari bayi, kedua orang tua Xander sendiri sangat jarang pulang, sekitar tiga bulan hanya sekali saja mereka kembali ke rumah utamanya, hal itulah yang membuat Bi Mira memilih mengasuh Xander dengan sepenuh hati. Hingga Xander berumur setahun, Bi Mira disuruh menjadi pengasuh Xander saja dan fokus merawat Xander serta memenuhi kebutuhan Xander, hal itulah yang membuat mereka menjadi sangat dekat.
“Ah itu Bi ... sejak kapan aku berada di kamar?” tanya Xander to the point.
“Sudah sedari semalam sepertinya?” jawab Bi Mira seakan ragu dengan ucapannya.
“Tanpa keluar kamar sekalipun?” tanya Xander lagi dengan pikiran yang mulai berantakan.
“Iya, eh tapi kenapa kamu bertanya seperti itu?” tanya Bi Mira balik dengan pandangan bingung.
“Ah, bukan apa-apa, hanya ingin memastikan saja Bi.” Xander kemudian pergi dari tempat keberadaan Bi Mira dan kembali menuju ke kamarnya.
Ketika Xander sudah berada di kamarnya, ia menemukan sebuah surat manis diatas meja belajarnya.
“Apa ini?” Xander mengambil surat tersebut, ampop bewarna hitam pekat terlihat sangat dominan disana dengan stempel bewarna merah rose.
Xander membuka amplop aneh tersebut dan menemukan sebuah kertas bewarna silver dengan tinta putih mengkilap.
“Bisa-bisa mata gue rusak baca nih surat,” gerutu Xander.
Walaupun ia berkata begitu, ia tetap membacanya. Sampai di suatu kalimat ia berhenti dan kaget bukan main.
“Sekolah yang meresahkan itu undang gue masuk sana? Nggak-nggak gue nggak mau.” Xander merinding secara tiba-tiba.
Sebenarnya Xander sangat ingin masuk sana, tapi menurutnya sekolah itu akan membatasi ruang geraknya dalam bereksperimen dan terpantau dengan jelas, hal itu yang membuat Xander ragu dan menyebut Starlight School sekolah yang meresahkan.
“EH, APA INI!” teriak Xander kaget untuk yang kesekian kalinya.
Bagaimana tidak kaget? Nama Ayahnya tertera manis dengan tanda tangan ganteng ayahnya, dengan nama jabatan ketua komite?
“What the- Sejak kapan Ayah gue jadi ketua komite Starlight School?” Xander hanya menghelakan napasnya dan kembali duduk terlemas di tempat tidurnya.
“Banyak banget yang aneh belakangan ini,” keluh Xander seraya meletakkan surat yang mungkin berharga tersebut di meja belajarnya kembali.
Xander teralih fokus ke punggung tangan sebelah kirinya yang terluka, dia kaget bukan main untuk yang kesekian kalinya, Poor Xander.
“Hah? Apalagi ini? Sejak kapan tangan gue luka gini?” tanya Xander memiringkan kepalanya heran.
“Tau ah, gue capek, mau baca buku aja.” Xander keluar dari kamarnya, dan menuju ke perpustakaan kecil miliknya di lantai empat mansionnya.
***
“Sera, lo seriusan mau masuk Starlight School?” tanya Dania-sahabat Sera.
“Hmm, udah pasti sih bakalan masuk sana.” Sera melemaskan bahunya seakan malas?
“Kenapa? Lo kan dah janji sama gue sekolah bareng lagi di SHS, lo mah nggak asik. Kalau maksud lo sekolah di Starlight School, gue mah nyerah nggak sanggup otak gue,” cerewet Diana menatap kesal sahabat satunya itu.
“Yhaa gue minta maaf, lo tau sendiri gue dipaksa ama nyokap juga bokap, kalau misal gue tolak ntar gue jadi anak durhaka lagi, ogah,” ujar Sera.
“Iya deh iya, asal liburan semester kita kumpul bareng yak, awas aja lo! kalau nggak mau, kita putus aja!” ancam Diana.
“Dih, ngarang bae lu, iya iya gue janji tiap semester kita bakalan liburan bareng kok,” tanggap Sera atas perkataan sahabatnya tersebut.
Sera keliatan gelisah dengan selalu melihat ke arah jam tangannya, dan hal itu membuat Diana merasa aneh akan sahabatnya.
“Kenapa Ser?” tanya Diana tanpa basa basi.
“Ah... Gue sebenarnya ada urusan,” terang Sera.
“Oh gitu, yaudah lo duluan aja, gue gapapa kok sendirian.”
“Yakin lo?”
“Iya yakin, gih sana.”
Sera menangguk lalu bangkit dan meninggalkan sahabatnya tersebut.
Sera pergi dengan terburu-buru ke suatu tempat rahasia, lebih tepatnya laboratorium pribadi milik keluarganya. Ia sudah janji sebenarnya kepada orang tuanya untuk bertemu dan membahas beberapa penelitian baru mereka.
Ya, bisa dibilang kedua orang tua Sera merupakan ilmuwan dan keduanya sudah mendapatkan nobel atas penelitian kompleks mereka, tidak heran kenapa Sera selalu diajak sedari kecil untuk mengeksplorasi berbagai temuan terbaru mereka.
Sera juga sebenarnya sangat menyenangi dunia penelitian, dia merasa seakan bisa berekspresi lebih dan bebas, benar-benar bebas pikirnya dengan hanya meneliti berbagai hal, lalu menyimpulkan penelitiannya tersebut dan mengembangkannya. Bahkan ia juga senang bereksperimen dan merancang suatu produk teknologi, terlebih lagi memakai kecerdasan buatan.
Sera juga bukan merupakan anak kutu buku yang sangat rajin membaca seperti kebanyakan anak cerdas pada umumnya, Sera paling benci membaca, ia lebih menyukai hal yang to the point dan langsung saja seperti bereksperimen di lapangan. Karena Sera lebih menyukai praktek daripada teori, otomatis ia memahami berbagai teori dan logika dasar dari setiap mata pelajaran dikarenakan ia sudah tuntas dalam mengaplikasikannya dalam bentuk eksperimen.
Ia juga menjadi kesayangan para guru di sekolah karena kepintarannya yang bukan main hebatnya, bahkan terkadang hanya dengan melihat sekilas saja ia sudah dapat menghapal suatu materi secara jelas. Ya, Sera memiliki ingatan yang kuat, tidak heran ia dapat mengingat seluruh siswa dan guru di sekolahnya dengan jelas, bahkan ia jarang sekali melupakan suatu hal.
Itulah sosok Sera yang hampir mendekati kesempurnaan. Dan ia juga sebenarnya berniat memasuki Starlight School dikarenakan sekolah tersebut membuatnya tertantang untuk menjadi nomor satu, sejujurnya ia nggak yakin, tapi ia merasa bahwa dirinyalah yang terjenius dibandingkan dengan banyak remaja yang seumuran dengannya.
Angkuh? Itu hal yang sudah sangat sering di dengar oleh Sera. Dan Sera jujur bahwa dirinya sangat angkuh dan arogan, itu merupakan salah satu benteng dirinya dan sifat alamiahnya. Lagipula Sera hanya terkesan angkuh dalam hal ilmu dan kompetisi saja, unntuk hal lain? Jangan ditanya, Sera memiliki hati yang sebaik malaikat, ia bahkan suka gak tega membunuh semut. Bahkan pernah suatu saat, ketika ia membantu kedua orang tuanya untuk menemukan serum dari penyakit mematikan di dunia, ia menangis ketika mencoba menyuntikkan virus tersebut kepada tikus dan kelinci percobaannya, dan ia terlihat murung selama dua minggu karena peristiwa itu.
Sejak saat kejadian itu, kedua orang tuanya tidak lagi menyuruh Sera untuk membantu mereka dalam uji lab serum rancangan mereka, Sera hanya disuruh untuk mencari bahan dan berbagai proses pembuatan serumnya saja.
Dan Sera sekarang sedang menuju ke laboratorium rahasia milik keluarganya tersebut. Laboratorium tersebut berada diantara taman umum dan memiliki portal rahasia khusus untuk masuk kesana, taman tempat mereka mendirikan laboratorium juga lumayan jarang dikunjungi dan sepi, selain itu taman ini berada di dekat jurang yang membuat pemandangan sore memang tampak indah dari atas.
Sera mendekati sebuah pohon besar dan sudah tua, ia memastikan sekeliling sangat sepi, lalu menekankan kode rahasia berupa angka yang terdapat di dalam kulit pohon tersebut. Setelahnya ia pergi ke arah bawah bagian jurang, lebih tepatnya lagi diantara banyak semak belukar, Sera melewati tempat itu dengan hati-hati, lalu setelahnya ia mendapati sebuah pintu sudah terbuka.
Setelah ia melenggang memasuki pintu tersebut, secara otomatis dan perlahan pintu tersebut tertutup dengan rapat, lalu hologram yang ditanamkan tepat diatas pintu tersebut kembali bekerja dengan memunculkan sebuah ilustrasi 3 dimensi semak belukar yang menyatu dengan alam.
Sera berjalan melewati lorong dengan cat bewarna silver dan sangat tenang, udara di laboratorium tersebut memang terbilang sangat bersih dan higeinis, itulah yang membuat Sera juga sangat menyenangi tempat tersebut, karena filter udara terdapat di berbagai penjuru laboratorium yang sangat luas dan besar tersebut.
Laboratorium keluarga milik Sera memang dibuat secara illegal dan berada di bawah tanah, memiliki luas sekitar 40 Hektar. Memang terbilang sangat luas sebagai ukuran laboratorium, tetapi hal itu akan menjadi sangat wajar bila kalian sudah memastikan keadaan di dalamnya. Laboratorium tersebut menyimpan berbagai peralatan lengkap dan menyimpan bahan yang sangat lengkap. Selain itu, orang tua Sera juga memantau berbagai peerkembangan teknologi dengan membeli berbagai produk yang memiliki kecerdasan buatan, lalu mereka sekeluarga meneliti produk tersebut secara bersama-sama.
Sera berhenti di sebuah pintu putih besar dan memiliki ukiran tanaman rambat.
“Apa mereka menemukan fosil tumbuhan baru?” tanya Sera pada hatinya seraya memikirkan kegiatan orang tuanya yang lalu.
“Ah sepertinya tidak, mari kita lihat saja!” seru Sera sangat semangat.
Ia mengusap sebuah tulisan ‘01010100’ yang bewarna emas di pintu tersebut. Lalu, sebuah Scanner berbentuk hologram dan bergaris hijau muncul, memindari dari atas ke bawah.
“Succesfull!” setelah suara tersebut terdengar, pintu tersebut terbuka dan melihatkan pemandangan yang sangat indah juga alami.
Sera sangat menyukai ruangan yang satu ini, dengan semangat ia masuk dan menghirup udara yang sangat segar di dalamnya. Banyak terdapat banyak tumbuhan indah yang mengitari ruangan tersebut. Mulai dari berbagai macam tanaman, hingga yang mudah ditemukan sampai yang sangat langka, sudah punah, bahkan baru ditemukan. Semua jenis tanaman terdapat disitu dan tumbuh dengan sangat subur.
Jangan bertanya bagaimana tanaman tersebut bisa hidup di bawah tanah, orang tua Sera memasang panel surya transparan dan dapat menggandakan energi dua kali lipat, lalu energi itu disalurkan ke ruangan tersebut dengan menyalurkannya melalui sinar dan rumah kaca yang mengitari ruangan tersebut, tetap saja energi yang disalurkan merupakan cahaya matahari, karena panel tersebut dapat memindai energi tanpa mengubah bentuk dan sifat dari energi tersebut.
Dan untuk malam hari, sudah terdapat filter khusus yang pastinya membersihkan udara karbon dioksida yang di keluarkan berbagai tanaman yang ada di tempat tersebut. Untuk kebutuhan air, ruangan tersebut juga sudah dirancang sedemikian rupa dan memiliki sistem kecerdasan buatan dalam mengatur suhu juga air yang dibutuhkan tumbuhan.
Rumah kaca yang dibuat, memiliki sistem yang dapat memunculkan tekanan hingga menaikkan air ke atas dan menyebarkannya ke seluruh rongga yang terdapat di rumah kaca tersebut. Rongga tersebut memiliki lubang kecil, sehingga ketika air naik dan memenuhi seluruh rongga rumah kaca tersebut, maka otomatis akan terjadi hujan dengan air bervolume kecil tiap tetesannya.
“Sera, kamu sudah datang rupanya.” Ibu Sera menghampiri anaknya dengan senyum yang sangat manis, senyum tersebut sangat melekat dan tidak pernah lepas dari Ibu Sera tersebut.
Lucia Giorda, merupakan nama dari sosok Ibu Sera. Ia merupakan pribadi yang kuat dan tangguh, bahkan Ibu Sera tidak akan segan menolong berbagai orang yang bukan kenalannya, rasa kasih sayang dan tidak tegaan Sera ternyata menurun dari Ibunya yang sangat baik hati tersebut.
“Ah Mommy, Daddy kemana?” tanya Sera sebaik manik matanya menangkap sosok Lucia.
“Daddy kamu tadi sedang mengambil bahan untuk penelitian, kamu sudah makan?” tanya kembali Lucia di akhir kalimatnya.
“Sudah Mom, tadi aku dari kafe dengan Diana,” jawab Sera dengan masih menikmati pemandangan yang sangat menakjubkan di ruangan tersebut, padahal ia sudah sangat sering melihatnya, tetap saja ia tidak bosan.
“Oke baiklah, kamu sebaiknya mandi dulu gih! Tapi jangan terlalu lama.” Peringat Lucia di akhir perkatannya.
“Siap Mommy!” seru Sera dan berlalu pergi dari ruangan ‘01010100’ tersebut.