“Filsafat merupakan ilmu yang paling dasar dari seluruh ilmu pengetahuan yang ada di dunia. Bisa diibaratkan, filsafat itu merupakan akar dunia, sedangkan batang, ranting, daun, dan buah merupakan cabang ilmu yang dapat tumbuh karena akar dunia tadi,”
“Ilmu Filsafat membahas semua hal tentang kehidupan dan berbagai fenomena di dunia, ia terlahir dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul setiap detik berjalan. Dan karena filsafat, kita dapat menikmati kehidupan yang lebih baik akan ilmu pengetahuan..”
“Selain itu, Filsafat dijabarkan melalui konsep yang sangat mendasar hingga lebih kompleks dan kritis. Dimana Ilmu Filsafat tidak melalui sebuah percobaan atau eksperimen yang melibatkan berbagai padangan objektif, tetapi Filsafat mengutarakan sebuah pertanyaan yang merupakan sebuah permasalahan, dimana permasalahan tersebut harus dapat dipecahkan dengan cara mencari sebuah solusi yang tepat, pastinya dengan pemikiran rasional dan argumen yang berdasar.”
Diana menjelaskan panjang lebar apa itu definisi filsafat yang sudah jelas-jelas diketahui oleh anak Starzy. Mereka terlihat menyimak dengan mata yang sedikit mengantuk karena begadang seharian untuk mempersiapkan diri saat ujian dadakan minggu depan.
“Bagaimana? Ada pertanyaan?” Diana menatap satu per satu muridnya, ia dengan jelas melihat wajah malas murid-muridnya membahas ilmu filsafat yang mungkin sudah didengar oleh mereka ribuan kali.
“Sepertinya tidak ada ya?”
“Mrs. Diana...,” Sera mengangkat tangannya.
“Kalau saya bertanya sesuatu di luar konteks filsafat sekarang, apakah berarti saya benar-benar keluar jalur dari topik filsafat? atau sebenarnya pertanyaan saya masih dalam konteks ilmu filsafat? Karena sebuah pertanyaan merupakan ilmu filsafat yang sesungguhnya?”
Pertanyaan Sera tersebut membuat suasana kelas menjadi mode serius, mereka yang awalnya mengantuk, jadi menatap ke depan kelas menunggu jawaban dari Diana yang masih terdiam dan terlihat berpikir.
“Baik, bagaimana pendapat kalian atas pertanyaan Sera? Ada yang ingin memberikan pendapat terlebih dahulu?”
“Saya bu.” Xera mengangkat tangannya.
“Menurut saya pribadi, hal itu memiliki jawaban tergantung persfektif orang yang memikirkannya. Jadi, bisa jawabannya iya dan tidak, kalau pendapat saya itu masih dalam konteks filsafat. Walaupun, mungkin pertanyaannya sangat jauh, tetapi pasti dasar dan tujun akhir dari pertanyaan tersebut berkaitan dengan ilmu filsafat itu sendiri...”
Xera menghentikan perkatannya, ia mengambil sebuah pena dan buku yang ada di mejanya, lalu mengangkat keduanya sejajar dengan dadanya.
“Misal seperti ini. Bagaimana bisa buku tercipta dan pena tercipta? Bagaimana mungkin mereka akhirnya menjadi sepasanga alat tulis untuk mencatat berbagai ilmu pengetahuan? Kalau dilihat dari sudut pandang umum, ini mungkin pertanyaan yang biasa saja, tapi coba lihat dari sudut pandang mendasarnya lagi, kita jabarkan sejarah pembuatan buku dan pena hingga mereka bersatu, sampai di mana ide atau rancangan pembuatan keduanya ditemukan. Pasti saat itu ilmu filsafat kembali muncul sehingga pertanyaan lain muncul, bagaimana bisa mereke memiliki ide seperti itu? Bagaimana bisa mereka mendapatkan solusi dari persoalan itu? Dan sebagainya...” Xera kembali meletakkan pena dan bukunya.
“Maka dari itu, apapun pertanyaan yang ada, pasti kalau kita membahasnya sampai ke akar-akarnya itu merupakan sebuah flsafat. Lagian, bertanya akan suatu hal merupakan filsafat walaupun pertanyaannya di luar konteks, tapi filsafat sendirilah yang membuat pertanyaan berdiri sendiri menjadi sebuah teori berfilsafat.” Xera mengakhiri pendapatnya.
“Nilai plus untuk kamu, beri Xera applause dahulu..” Semuanya memberikan Xera tepuk tangan atas jawabannya, walaupun mereka sebenarnya sudah paham, tetapi pasti sedikit sulit dijelaskan dengan kata kata yang mudah dimengerti. Dan Xera mampu melakukan itu.
“Bagaimana Sera? Apakah kamu sudah menemukan jawaban yang kamu cari?”
“Sudah Mrs. Diana,” jawab Sera.
“Untuk tambahan, kita juga harus berpikir realistis, banyak orang seperti kita yang sebenarnya tidak benar-benar paham akan ilmu pengetahuan, sehingga mereka hanya memandang satu sisi saja. Nah, ketika bertemu orang seperti itu, sebaiknya kalian mencoba memberi mereka kritikan keras atau motivasi untuk mereka supaya mereka paham akan bagaimana dunia berjalan. Karena kalian pasti mengetahuinya bukan? Banyak hal yang masih sangat misterius di dunia ini dan banyak dari mereka yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup menjadi mudah dibodohi, bahkan di diskriminasi sehingga mereka pada akhirnya tidak mendapatkan suatu hal yang namanya keadilan..” Diana berhenti, ia berjalan ke meja dan merapikan buku-bukunya.
“Kalian termasuk orang-orang yang sangat beruntung, jadi berterima kasihlah pada diri kalian sendiri, dan jangan lupa dengan orang tua kalian, karena merekalah kalian mampu sampai disini. Ingat! Kalian harus kasih hadiah pada diri kalian sendiri, jangan lupakan itu. Karena bagaimanapun juga hal yang berlebihan itu tidak baik. Oke, pelajaran kita sampai disini dulu, selamat beristirahat dan sampai jumpa minggu depan.”
“Baik Mrs,” jawab mereka serentak.”
“See you.”
Diana segera keluar ketika ia menyelesaikan perkatannya. Sedangkan para starzy yang berada di kelas terdiam, mereka kembali merenungkan perkataan Diana yang menurut merek sangat benar dan cukup menampar. Mereka semua sadar bahwa ilmu mereka saat ini sangatlah sedikit sebenarnya dan belum ada apa apanya tanpa sebuah pengalaman. Dan satu hal terpenting, sebagian dari mereka menyadari bahwa mereka kurang bersyukur atas segala hal yang selama ini ada di hidupnya.
***
“Bagaimana menurut kalian tentang keseimbangan alam semesta?” tanya Xander pada Rei, Sera, dan Stella. Mereka sedang berada di perpustakaan untuk mengejar ketertinggalan materi dan duduk bersama seperti hari kemarin mereka datang ke perpustakaan.
“Kenapa gue kepikiran Libra ya?” celetuk Rei.
“Nggak salah sih lo kepikiran rasi Libra, apalagi lo anak astronomi,” timpal Stella.
“Menurut gue sih alam semesta itu memiliki dua unsur. Sebut saja materi terang dan materi gelap, dan anggap materi terang ini hal apapun yang positif dan materi gelap ini hal apapun yang negatif. Nah, dari kedua jenis materi yang bertolak belakang ini sifatnya terjadilah keseimbangan alam semesta, kenapa? Karena mereka saling mengisi kekosongan satu sama lain dan saling membutuhkan...” Sera berhenti, ia terlihat berpikir.
“Dan juga... mereka tidak akan pernah bisa bersatu. Jadi, menurut gue. Keseimbangan alam semesta itu adalah keberagaman yang ada pada saat ini. Jika, kita memusnahkan si materi terang ini, maka alam tidak akan seimbang. Begitupulah jika kta memusnahkan materi gelap, hal itu akan menjadi sangat buruk. Saat diantara salah satu kedua ini musnah, itulah munculnya ketidakseimbangan alam semesta dan menyebabkan kehancuran alam semesta. Kata lainnya mungkin kiamat, karena pada saat itu tidak ada kondisi saling mempertahankan, sehinga semuanya kacau dan saling menghancurkan.”
Xander, Rei, dan Stella terlihat mencerna pendapat Sera.
“Sera... serius gue puas banget sama jawaban dan pendapat lo. Gila! Kenapa gue nggak pernah kepikiran ya?” puji Stella.
“Benar, gue setuju. Dan apa yang dibilang Sera tadi, itu merupakan hukum alam yang mutlak dan tidak bisa diganggu gugat,” timpal Rei.
“Bagaimana Xan?” Sera kembali mempertanyakan pendapat Xander.
“Gue setuju. Hanya saja, hal itu sedikit tidak berlaku di kehidupan antar sesama manusia,”
“Maksud lo?” Sera mengkerutkan keningnya, Xander emang sangat suka menyingkat kata dan membuat orang kebingungan.
“Maksud Xander manusia bisa saja memiliki materi gelap dalam dirinya ataupun materi terang dalam dirinya, atau bahkan keduanya. Tetapi, hal itu terlihat mustahil di manusia, karena tidak ada konsistensi yang berlangsung dan berulang kali terjadi, kaya penguapan air laut, lalu turun hujan di gunung, dan airnya kembali ke laut. Hal seperti itu tidak ada di diri manusia.” Rei membantu menjelaskan apa yang dipikirkan Xander.
“Benar juga...” Sera hanya mengangguk dan menundukkan kepalanya.
“Yah ... jawabannya kan karena manusia memiliki hawa nafsu dan akal pikiran.”
Kalimat singkat, padat, dan jelas dari Stella membuat mereka serentak melihat ke arah Stella dan terdiam sejenak.
“Oke, That’s point. Thanks, gue udah dapat maksudnya dan kesimpulannya.” Xander menutup buku tebal tentang keseimbangan alam semesta, ia sudah tidak perlu bersusah payah membacanya lagi.
“Itu mau lo jadikan Essai untuk ujian nanti ya?” tanya Rei.
“Yes, kalau kalian tentang apa?”
“Gue Humaniora,” jawab Stella.
“Kalau gue mitologi yunani kuno,” jawab Sera.
Semuanya sekarang menatap Rei penasaran dengan apa objek penelitia untuk essainya saat ujian nanti.
“Kalau gue ... Eksistensi manusia dan kehidupan setelah kematian,”