Setelah berhasil membujuk sang bos, akhirnya mbak Dina membawa Nadhira pulang ke rumah orang tuanya untuk sementara waktu sebelum mendapatkan apartemen baru.
Selama di perjalanan Dhira diam tanpa suara, lebih memilih menatap ke arah luar jendela mobil seolah lebih menarik dari pada membuka suaranya.
"Apa ibu mau berhenti untuk membeli makanan dahulu?" Mbak Dina melirik sang bos yang tengah termenung dengan fikiran nya sendiri, kini senyuman di paras cantik itu tak terlihat sejak tadi.
Mbak Dina menerka nerka apa yang menyebabkan Dhira terlihat sangat kacau hari ini karena sejak tadi Dihira tak sedikitpun berniat untuk bercerita pada sekretaris nya itu.
Tak kunjung mendapat jawaban akhirnya mbak Dina menyentuh lembut lengan sang bos. "Bu Nadhira?" Dengan sedikit menoleh pada Dhira.
"Ooo.. ya! Ada apa mbak?" Dhira menoleh sambil mengerjap kan mata nya beberapa kali untuk mengembalikan kesadaran nya.
"Maaf bu, apa ibu ingin berhenti membeli makanan?" Mbak Dina mengulangi pertanyaan nya hanya saja saat ini di tambah degan kata maaf di awal nya.
"Enggak usah mbak. Terimakasih." Dhira menggeleng pelan. Fikiran nya jauh entah kemana, mata nya menyoroti sepasang anak kecil yang sedang bermain sepeda di taman di kawasan perumahan elite tak jauh dari rumah orang tua nya.
Sebuah senyuman terbit di wajah cantik nya 'Ah bahagia nya melihat mereka,' batin Dhira.
Tak lama mobil yang di kendarai oleh mbak Dina telah berhenti tepat di pekarangan rumah mewah Widjaya, kedua nya turun dari mobil dan memasuki rumah mewah itu.
Masih dengan wajah sendu nya Dhira berjalan menyusuri rumah orang tua nya, langkah nya terasa gontai hingga memutuskan untuk duduk sofa ruang keluarga.
"Selamat pagi nona," sapa bik Asih ramah sembari menundukkan sedikit badan nya sebagai tanda hormat pada majikan nya.
"Pagi bik. Mama sama papa mana bik?" Dengan suara pelan yang nyaris tak terdengar.
"Ada di atas non. Mau saya panggilkan non?" tanya Bik Asih.
Dhira hanya mengangguk tak bersuara, melihat instruksi yang di berikan oleh nona muda rumah itu, bik asih segera melebarkan langkah nya untuk memanggil tuan besar.
"Saya akan minta bik ati buatkan makanan untuk ibu." Walau tak ada jawaban dari bos nya, mbak Dina tetap melakukan perkataan nya.
'Aku harus pergi pergi dari apartemen itu, aku enggak mau mas Tama terus terusan muncul di hadapan ku dan akan membuat ku kesulitan untuk melupakan nya.' Dhira membatin dengan air mata yang mulai menggenang di pelupuk mata indah nya.
Dari jarak yang cukup dekat Dhira bisa mendengar suara perempuan yang menyapa nya "Sayang, tumben cepat datang nya. Kamu enggak kerja nak?" Renita duduk manis di sebelah Dhira di susul Adi.
Dhira tak menjawab pertanyaan dari mama nya seolah tak mendengarkan nya, ia malah menyuarakan keinginan nya yang membuat kedua orang tua nya cukup terkejut.
"Kapan mama dan papa akan menikahkan ku dengan mas Arjuna?" Pertanyaan itu cukup menarik perhatian papa nya yang tengah duduk bersantai.
"Waah wah, anak papa kenapa ini? seperti nya sedang patah hati." Sontak mama Dhira segera melemparkan tatapan tak suka dengang mata yang membulat sebagai pertanda agar Adi tidak menyinggung perasaan Dhira yang tampak murung.
"Papa..." Dhira berdecak kesal saat melihat reaksi wajah papa nya yang terkesan mengejek nya.
"Jadi benaran kamu mau mama jodohin sama Arjuna? Bukan nya kemarin kata nya kamu sudah punya calon sendiri?" Renita bertanya penuh hati hati.
"Enggak ada ma, kemarin bercanda aja." Dhira berusaha menutupi nya.
"Ya sudah kalau gitu mama, papa dan om Heru akan mengatur semua nya, kebetulan nanti malam om Heru dan Arjuna akan makan malam di sini." Dengan penuh semangat Renita akan mempersiapkan acara yang telah di nanti kan nya dan rencana nya kini berhasil.
Sementara Dhira dan papa nya hanya menggeleg pelan melihat reaksi sang mana yang begitu antusias dengan perjodohan ini.
"Dhira mau ke kamar dulu ma, pa. Nanti tolong suruh mbak Dina naik ke kamar aku ma." Dhira berdiri meninggalkan kedua orang tua nya yang masih duduk santai. Adi, papa Dhira yang melihat sikap murung sang snak merasa sedikit curiga dengan apa yang terjadi pada anak nya.
Di dalam kamar, Dhira masih meneteskan air mata mengingat keputusannya untuk mengabulkan permintaan sang mama yang menjodohkan nya pada Arjuna pria yang sama sekali tak di cintai nya. Ia berfikit jika Tama memang bukan pria yang baik untuk nya, bahkan Tama dengan sengaja membiarkan nya sakit hati hingga ia lepas kontrol dan mabuk di acara makan malam kemarin.
Tok tok tok...
Setelah mengetuk pintu kamar Dhira tiga kali, mbak Dina membuka pintu memasuki kamar dengan membawa nampan berisi kan bubur ayam serta segelas s**u dan vitamim untuk Dhira.
"Silahkan dimakan bu." Mbak Dina meletakkan nampan itu di atas nakas.
Dhira hanya menggeleng lalu menarik selimut hingga menutupi wajah nya yang terlihat sendu. "Mbak boleh pulang, tolong mbak handle pekerjaan. Saya enggak masuk beberapa hari ini untuk mempersiapkan pernikahan saya."
Mendengar ucapan itu mbak Dina tersenyum sumringah, bahkan bibir nya telah gatal untuk mengucapkan selamat pada bos nya itu. "Wah ibu akhir nya menikah juga dengan pak Tama." Sembari bertepuk tangan pelan.
Dhira menurunkan selimut nya dan hanya menampilkan wajah nya yang begitu sendu. "Jangan pernah sebut nama dia dihadapan saya. Saya akan menikah dengan mas Arjuna. Dan satu lagi, semua kerja sama telah saya putuskan sepihak saya yang akan menanggung semua kerugian nya." Akhirnya Dhira meneteskan air mata kembali.
Deg...
'Apa yang terjadi? kenapa bu Dhira akan menikah dengan pak Arjuna bukan nya pak Tama?' Batin mbak Dina dengan segala kekhawatiran nya.
*****
"Anda memanggil saya tuan?" Angga menundukkan kepala nya.
"Bagaimana yang ku pinta kemarin? Apa semua telah berhasil kamu dapatkan?" pria tampan dengan segala kekuasaannya mmenatap tajam pada sekretaris pribadi nya itu.
"Sudah tuan, semua bukti bukti telah akurat dan telah saya simpan salinan nya. Apa saya harus bergerak sekarang tuan?" Angga menunggu perintah dari tuan nya dengan setia berdiri di hadapan tuan nya.
"Biarkan saja rencana busuk nya berjalan saat ini, jika tiba waktu nya aku sendiri yang akan menghancurkan nya." Seringai licik terlihat jelas di wajah tampan pria sejuta pesona itu, bahkan Angga sendiri pun bergedik ngeri melihat raut sang bos.
"Baik tuan. Saya permisi." Angga dengan cepat keluar dari ruang kerja Tama.
'Aku akan membalaskan dendam mu, sesuai janji ku. Tak akan aku biarkan kau merebut kebahagiaannya,' umpat Tama dalam hati.