Bidadari

1059 Kata
Langit sore yang tampak bersahabat, menemani waktu santai dua anak lelaki berusia empat belas tahun yang sedang beristirahat dari kegiatan nya bermain basket di halaman rumah yang tampak luas. "Hah... Hah..." Mencoba mengatur nafas yang tersengal sengal akibat permainan basket nya. "Kau payah, bro belum apa apa sudah kalah," celetuk salah seorang dari mereka dengan postur tubuh tinggi kulit sawo matang dengan mata cipit. "Aku sudah lama tidak melakukannya, jadi nafas ku masih belum terbiasa," timpal anak laki laki berkulit putih bersih dengan tatanan rambut rapi ciri khas seorang pelajar menengah atas. "Kau banyak alasan bro, hahaha..." Sambil melempar bola basket ke arah sahabat nya itu, dengan cepat anak laki laki berkulit putih itu menghindar hingga bola basket menggelinding keluar pagar yang terbuka lebar. Bruuukk... Terdengar suara benda terjatuh cukup keras di jalan di iringi teriakan seorang anak perempuan. "Aaaa... Aduh, sakit." Terdengar jelas hingga membuat kedua anak laki laki itu bergegas mendekati asal suara. "Ah adik cantik, apa kau tidak apa apa?" Dengan wajah panik anak laki laki bermata cipit itu berusaha mengangkat tubuh anak perempuan yang telah tersungkur di jalan terhimpit oleh sepedanya. "Aduuh... Sakit, mama... Tolong aku ma sakit sekali... Hiks hiks..." Anak perempuan nerusia delapan tahun dengan rambut kepang dua itu merintih kesakitan, membuat kedua sahabat itu sedikit panik. "Kau sih, kenapa juga sembarang melempar bola," teriak si kulit putih. "Kau yang mengelak, jika tadi kau tidak mengelak adik cantik ini tidak akan terjatuh," balas si mata cipit uang tak terima di salahkan. Saat itu terdengar dengan jelas suara klakson mobil dari seberang jalan, membuat anak lelaki bermata cipit itu segera berpamitan untuk pulang karena telah di jemput. "Eh aku pulang dulu bro, tolong kau obati luka adik cantik ini." Dengan tergesa gesa ia berlari menuju mobil sedan yang talah menungu nya. 'Ah sial, kau yang melakukan aku yang kena getahnya,' gerutu anak laki laki berkulit putih itu dalam hati. "Ayo aku bantu berjalan, lukamu harus di obati. Biar ku panggilkan mama ku untuk mengobati kakimu." Sambil menopang tubuh adik cantik itu masuk kedalam rumahnya. Anak perempuan itu hanya mengangguk. "Ma.. mama.. Mama dimana? Tolongin dong ma sebentar," teriak anak laki laki itu hingga terdengar jelas keseluruh ruangan. Tak lama perempuan dewasa yang sangat cantik turun dari tangga mendekati kedua anak laki laki dan perempuan yang tengah duduk di sofa. Seteah mendengar keluhan dari anak laki laki nya, perempuan dewasa yang cantik itu mengambil kotak p3k dan mengobati luka anak perempuan itu. Setelah selesai, mereka kembali keluar rumah dengan kaki yang sedikit terpincang adik perempuan cantik itu tampak tersenyum bahagia. "Terima kasih kakak, kau telah membantu ku mengobati luka ini." "Ah, seharusnya aku yang meminta maaf padamu adik cantik. Oh ya, siapa nama mu?" Sambil memainkan rambut kepang dua yang begitu menggemaskan. "Bidadari... Kau boleh memanggil ku bidadari kak, dan hanya kau yang boleh memanggil ku dengan sebutan itu." Raut bahagia terpancar di wajah polos anak perempuan yang menyebut namanya Rara. Anak laki laki itu mengerutkan dahinya tampak bingung dengan perkataaan adik cantik. "Kenapa begitu?" tanyanya serius. Adik cantik itu tersenyum cerah, dengan bibir alami berwarna merah muda mampu menggetarkan hati anak laki laki berusia empat belas tahun itu. "Karena kau sangat tampan dan sangat baik padaku, jadi kakak spesial bagi ku." Sembari terkekeh entah sedang bergurau atau tidak tapi perkataannya kini mampu membuat anak laki laki itu tersirih oleh kecantikan alami adik cantik yang terus melangkahkan kakinya pada sepeda berwarna pink yang telah bersandar di pintu pagar. "Dimana rumah mu?" tanya kakak tampan itu. "Disana kak hanya jarak lima rumah dari sini." Sambil menunjukkan jari nya ke arah kanan dari rumah itu. "Mampirlah kerumah ku kak, aku memiliki banyak camilan dan kau pasti menyukainya." Sambil mendayung sepedanya dengan kaki yang masih terasa perih. "Hei, tunggu! apa kau tidak ingin tahu siapa namaku?" teriak anak laki laki itu. "Tidak perlu, aku hanya cukup memanggilmu kakak tampan saja. Daaddaahh..." Sambil terus mendayung sepeda nya tanpa menoleh kebelakang. 'Kau memang seperti bidadari,' guman kakak tampan dengan senyuman tipis di bibirnya. Semenjak kejadian itu, adik cantik dan kakak tampan sering bermain bersama bahkan hampir tiap sore. Entah kenapa kakak tampan sepertinya merasa telah jatuh cinta pada anak perempuan berusia delapan tahun yang terlihat sangat sempurna di matanya, hingga tibalah hari menyedihkan itu. "Hai kakak tampan, ayo kita bermain di taman itu kak," ajak adik cantik yang memanggil dari arah seberang jalan. Kakak tampan itu melambaikan tangannya dengan senyuman yang tak kalah bahagia ingin segera menemui pujaan hatinya yang kecil hingga membuatnya berjalan tanpa melihat situasi jalanan. "Kakaaak..." Adik cantik segera berlari dengan wajah cemas. "Adiiikk... Tiidaaaak..." teriak anak laki laki itu sambil berlarian. Kcciiittt.... Bruuuaaakk... Tubuh kecil adik cantik tergeletak di jalan dengan darah yang mengalir dari kepalanya. Bersamaan dengan itu seketika situasi menjadi ramai mengelilingi tubuh kecil yang tak sadarkan diri. "Adik... Bangun, bangun. Aku mohon bangunlah," teriak anak laki laki yang nyawa nya telah di selamatkan oleh bidadari kecilnya. "Astaga, ada apa ini nak? Kenapa dia?" Tampak ibu dari anak laki laki itu berlari tergesa gesa melihat kerumunan warga di depan rumahnya. "Mama, tolong ma tolong selamatkan dia." Anak itu kembali histeris hingga air mata nya berhamburan melewati wajah tampan nya. Mobil yang menabrak kini membawa gadis kecil itu kerumah sakit, ia bertanggung jawab atas semua yang menimpa anak perempuan yang tengah tak sadarkan diri. Sementara anak laki laki itu? Hanya menangis dan terus menyalahkan dirinya, bahkan setelah satu minggu dari kejadian itu ia tak bisa lagi menemui keberadaan bidadari kecil, orang tuanya mengatakan bahwa adik cantik di bawa ke singapur untuk pengobatan yang lebih baik lagi hingga membuat dirinya semakin tenggelam dalam rasa bersalah yang terus menghantuinya. "Bidadari, aku akan menemui mu kelak. Dan aku tak akan melepaskan mu untuk yang kedua kali. Maafkan aku, aku selalu berharap dan berdoa kau baik baik saja. Maafkan aku, bidadari kecilku." Semenjak hari itu, tak ada lagi canda tawa bahagia darinya bahkan ia lebih memilih untuk menutup diri dari siapa pun karena rasa bersalah yang terus menghampirinya, ia telah bertekad untuk menjadi orang sukses karena hanya dangan itulah dia akan menemukan sosok bidadari kecilnya yang pernah membuat hari harinya berwarna serta menyelamatkan nyawanya. Dan anak laki laki tampan itu kini telah menjelma menjadi pria dewasa yang nyaris sempurna, mempunyai segalanya di usianya yang ke dua puluh sembilan tahun. Ya, dia lah Pratama Agung Mawadi pria dengan sejuta pesona yang telah menemukan sosok bidadari kecilnya, Nadhira Zatuna Widjaya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN