"Selamat siang bosque..." Suara Noni dari balik pintu mendominasi ruang kerja Dhira.
"Hhm..." Dhira menjawab hanya dengan deheman.
Noni masuk dan berjalan mendekati Dhira dengan wajah penuh selidik, "Lo kenapa lagi sih Dhira?" Dengan tangan yang menjadi tumpuan di ujung meja kerja sahabatnya itu. "Enggak usah di fikirin terus kali," sambungnya dengan kedua mata yang menatap Dhira.
Dhira menghela nafas lesu, "Gue tadi ketemu mas Arjuna sama perempuan lain," ucapnya lirih.
"What? Sama perempuan lain? Seriusan lo? Dimana?" cerocos Noni dengan ekspresi mata terbelalaknya.
Dhira mengangguk yakin, "Serius lah. Dimana lagi kalau bukan dihotel." Kedua tangan yang bersikedap di depan d**a.
Noni tak percaya dengan apa yang di dengarnya saat ini, sampai sampai kepalanya menggeleng cepat dan berdecak kesal. "b******k emang tu laki. Dan lo? Jangan bilang lo cuma diam sambil lihat terus ngebiarin mereka main kuda kudaan di dalam tanpa lo labrak gitu?" Noni menghela nafas kasar dengan kepala yang menggeleng cepat.
"Ya gue harus gimana lagi? Lo tahu sendiri lah kalo gue enggak bisa yang kayak gituan Non," ucap Dhira lalu menghempaskan tubuhnya di kepala kursi kebesarannya.
Noni menatap sang sahabat sekaligus bosnya dengan tatapan sinis seakan Dhira terlihat begitu bodohnya. "Sakit jiwa lo ya. Ya lo labrak dong Nadhira, dia itu kan calon suami lo. Kenapa lo diam aja disana sih? Ish... geram banget jadinya gue sama lo." Noni memukul meja kaca di hadapannya kesal.
Dhira terkejut hingga membuatnya mengelus d**a. "Kaget gue. Ya sudah sih Non, biarin saja lah. Mungkin dia gitu karena salah gue juga," ucap Dhira nenyalahkan dirinya sendiri.
"Gue ada ide," teriak Noni dengan wajah berbinar, seperti orang yang baru saja memenangkan lotre.
Dhira mengerjitkan kedua alisnya, menatap sang sahabat penuh tanya.
Terlihat seringai licik di wajah Noni. "Besok jam makan siang lo ikut gue," ucap Noni mengerjitkan kedua alisnya berulang sembari berjalan meninggalkan Dhira yang masih menatapnya penuh tanya.
*****
"Widih, hidup lo sempurna banget Dhir. Punya orang tua yang tajir melintir. Tanpa diminta pun udah di beliin." Noni berdecak kagum melihat mobil sport baru yang dibelikan papa Dhira untuk sahabatnya itu.
Dhira memutar bola mata malas. "Iya, tapi selalu ada maunya," ucapnya ketus.
Noni terkekeh, ia memang sudah kenal dekat dengan keluarga Dhira jadi tak heran lagi jika ia sudah mengenal kebiasaan keluarga Dhira.
Dhira mengemudi dengan kecepatan normal, membelah padatnya jalanan ibu kota disiang hari seperti ini. Ditemani dengan sang sahabat yang duduk manis menikmati kemewahan mobil yang dinaikinya terpampang nyata dihadapanya saat ini.
"Beruntung kemarin gue pake mobil ini, jadi mas Arjuna enggak tahu kalau gue ngekorin dia dari belakang," ucap Dhira sambil memfokuskan matanya ke jalanan.
Sementara sang sahabat masih sibuk berselfie ria di bangku penumpang. "Seberuntung gue, akhirnya gue bisa selfie dalam mobil ini," sahut Noni terkekeh.
Dhira tak menjawab, ia hanya melirik sang sahabat yang selalu narsis jika berada di depan kamera.
Setelah menghabiskan waktu selama kurang lebih dua puluh lima menit dari kantornya, mereka pun tiba di depan salah satu gedung pencakar langit yang ada di jakarta.
"Sudah sampe nih," ujar Dhira menghentikan laju mobilnya.
"Ya sudah tinggal tunggu saja sebentar. Ini kan sudah jam pulang kantor," sahut Noni masih dengan gaya selfienya.
Dhira sebenarnya malas untuk mengikuti saran dari temannya yang satu ini, tapi apa mau dikata karena ia juga merasa begitu penasaran dengan apa yang terjadi sebetulnya. Dhira memang tidak mencintai Arjuna, tapi ia telah memberikan kepercayaan penuh pada Arjuna yang sebentar lagi akan bergelar sebagai suaminya itu.
Tidak mencintai bukan berarti tidak peduli, hanya saja kadar keingintahuannya tidak terlalu banyak hingga membuatnya terkesan acuh tak acuh pada kejadiaan yang menyakiti dirinya sendiri itu.
"Pulang yuk Non, sudah dua puluh menit kita nungguin disini. Tapi enggak ada tanda tanda kemunculannya," ucap Dhira yang mulai bosan menunggu. "Gue juga lapar banget nih Non," sambungnya sembari mengusap perut yang telah meronta minta di beri makan.
Noni mengedarkan matanya untuk mencari target utama mereka. "Ya sudah sih, kita pergi saja. Makan dulu kali Dhir di cafe biasa," ucap Noni memelas.
Dhira mengangguk, lalu bersiap untuk melajukan mobilnya. Tapi saat baru menginjak gas, tiba tiba suara Noni membuatnya menghentikan laju mobilnya.
"Eh stop stop," ucap Nono dengan tangan yang menepuk nepuk pelan lengan Dhira. "Itu Arjuna tuh, dia baru saja masuk mobil. Sepertinya sendirian tanpa sopirnya tuh. Ayo siap siap Dhir." perintahnya pada Dhira, tak ingin kehilangan kesempatan ini.
Dhira telah bersiap, saat mobil Arjuna melintas di hadapan mereka, dengan cepat Dhira mengekorinya dari belakang dan tak ingin kehilangan jejak. Benar saja, mobil Arjuna kembali mengarah pada hotel berbintang lima tempatnya kemarin berkunjung bersama perempuan sexi yang pernah Dhira lihat sewaktu di kantor Arjuna.
"Biarin dia turun duluan. Lo juga tahu kan dimana kamarnya?" tanya Noni serius.
Dhira menangguk dengan kedua mata yang menyoroti Arjuna yang baru saja keluar dari mobilnya dan berjalan meninggalkan parkiran bawah tanah itu.
Berselang sepuluh menit kemudian, kedua sahabat itu turun menggunakan perlengkapan yang telah mereka sediakan sejak awal. Dhira menggunakan kacamata coklat besar serta selendang yang menutupi kepalanya, sementara Noni memakai topi dan masker lengkap dengan celana jeans panjang dan kaos oblong yang sengaja digunakannya untuk menunjang penampilannya dalam menyamar.
Kini keduanya tengah berada di dalam lift, mengulur waktu sampai lima belas menit hingga keduanya kini telah berada didepan lantai empat belas hotel tempat Arjuna dan perempuan itu berada.
Sepertinya semesta sedang berpihak pada mereka. Tampak seorang pelayan hotel yang sedang membawa makanan berdiri tepat di depan pintu kamar tempat Arjuna menghabiskan waktu bersama perempuan lain.
Saat pintu kamar terbuka dengan cepat Dhira dan Noni berhambur ke dalam kamar itu hingga membuat Arjuna hampir tersungkur.
"Apa yang kalian lakukan," teriak Arjuna yang tampak bertelanjang d**a.
Dhira membuka kacamata dan selendangnya, menatap tajam pada Arjuna yang tercengan melihat kehadirannya.
"Dhira," ucap Arjuna pelan.
Dhira tak menghiraukan Arjuna dan memilih pergi untuk menemui perempuan yang diyakininya sedang berada diatas kasur.
Sementara Noni memerintahkan sang pelayan hotel yang melihat untuk segera pergi meninggalkan kamar itu. Kemudian ia berlari untuk mengejar Dhira yang telah terlebih dahulu berjalan disusul oleh Arjuna.
"Mas, kenapa lama? Aku sudah enggak tahan." Suara perempuan yang tengah berada di atas kasur itu terdengar begitu menjijikkan ditelinga Dhira.
"Dasar murahan," teriak Dhira yang sudah berdiri di hadapan perempuan itu.
"Kk...kamu? Kenapa kamu?" ucapnya terkejut sembari menutupi tubuh polosnya dengan selimut.
Sementara Arjuna yang baru saja masuk kedalam kamar itu berusaha beralibi pada Dhira. "Dhira, mas bisa jelasin," ucapnya memelas dengan wajah paniknya.
"Tertangkap basah!" ucap Noni dengan suara lantang. "Benarkan dugaan gue ternyata kalian lagi main kuda kudaan disini." Noni menatap jijik pada perempuan yang kini menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang.
"Semua sudah jelas mas. Enggak ada yang perlu dijelasin. Ternyata perempuan ini yang sering datang kekantor kamu. Dan kemarin, terakhir aku nemui kamu dikantor? Ternyata kamu habis bercinta dengan dia. Cih..." Dhira menahan amarahnya yang sudah mencapai ubun ubunnya.
"Mas bisa jelasin sayang, dia bukan siapa siapa mas dia ha-"
"Aku mencintai dia," ucap perempuan yang belum diketahui namanya memotong ucapan Arjuna