Pengakuan Alea

1189 Kata
"Aku mencintai dia," ucap perempuan yang belum diketahui namanya memotong ucapan Arjuna. Sontak semuanya menatap pada perempuan bertubuh polos itu. "Sudah aku katakan jangan pernah melampaui batasanmu," bentak Arjuna dengan amarah yang berkobar. "Aku mencintainya, dan aku-" "Diam!" Arjuna kembali membentak perempuan yang akan di tidurinya itu. "Kamu yang diam!" teriak Dhira sembari menunjuk ke arah Arjuna. "Bicaralah!" sambungnya pada perempuan masih menyenderkan tubuhnya di kepala ranjang yang tampak ketakutan. Perempuan itu menghela nafas perlahan lalu menatap pada Arjuna dan Dhira bergantian. "Aku mencintai Arjuna, dan aku tengah mengandung anaknya." Final, itulah yang sejak tadi ingin dikatakan perempuan itu. Suasana berubah menjadi hening, tak ada satupun yang bersuara. Bahkan saat ini Dhira pun hanya mampu menggeleng gelengkan kepalanya samar dengan wajah yang terlihat begitu shock. Begitupun Noni yang tengah menutup mulut dengan kedua tangannya dan mata yang membulat sempurna. "Dasar jalang, bisa bisanya kamu berbohong. Aku hanya melampiaskan hasratku, bukan untuk menebar benih dirahimmu." Wajah Arjuna begitu memerah, amarahnya kini telah bersarang ditubuhnya. Entah apa yang akan dilakukannya pada perempuan itu. Wanita itu mengambil tasnya yang terletak diatas nakas, mengeluarkan selembar kertas dengan logo rumah sakit ternama di ibukota. "Ini hasil pemeriksaan aku dua minggu yang lalu." Menyodorkannya pada Dhira. Dhira mengambil kertas itu, membuka dan membacanya dengan begitu jelas. Plaaak... Tangan Dhira dengan cepat menampar pipi Arjuna yang telah memerah hingga membuat Arjuna kaget dan menatap Dhira. "b******k kamu mas. Emang enggak punya hati kamu. Dia sedang mengandung anakmu mas, anakmu! Darah dagingmu," ucap Dhira dengan penuh kebencian, matanya tak henti meneteskan air mata. Sungguh ia tak percaya jika semua ini terjadi padanya. "Aku akan mengakhiri perjodohan kita, bertanggung jawablah atas perbuatanmu," sambungnya dengan lantang. "Mampus lo, akhirnya kelar juga," ucap Noni pelan hampir tak terdengar oleh siapapun kecuali dirinya sendiri. "Kamu tidak bisa membatalkan perjodohan itu," bentak Arjuna sembari menarik paksa tangan Dhira. "Atau perusahaan mamamu akan hancur saat ini juga," sambungnya tak kalah lantang. Mata Dhira terbelalak, tak sangka Arjuna begitu kejam melakukan ini semua. "Jadi? Ini semua akal akalan kamu mas?" Menghentakkan tangannya hingga terlepas dari Arjuna. "Kejam kamu mas." Dhira menangis terisak kemudian melangkahkan kakinya untuk pergi dari tempat menjijikkan itu. "Dhira, tunggu." Arjuna berteriak dan hendak mengejar Dhira. "Sayang, jangan tinggalkan aku," ucap perempuan yang tengah mengandung anak Arjuna itu. "Diamlah Alea. Semua karena kamu. Aargh..." Arjuna menarik kasar rambutnya, meluapkan segala amarah yang telah memuncak. Sementara Alea hanya meringkuk dikepala ranjang dengan selimut yang membebati tubuh polosnya merasa ketakutan melihat ayah dari janinnya bertindak seperti orang yang sedang kerasukan setan hingga membanting apapun barang yang bisa di bantingnya. Arjuna mengambil wine yang berada di atas meja sofa ruangan itu. Menuangkannya kedalam gelas kaca berkaki yang kosong, dengan sekali teguk gelas itu kosong kembali. "Kau tidak akan bisa lepas dariku begitu saja Dhira," teriak Arjuna sembari melempar gelas yang baru saja digunakannya meneguk wine. Praaaaaang... Gelas kaca itu pecah, berderai dibalik tembok kamar yang tak berdosa itu, hal itu semakin membuat Alea bergetar ketakutan. "Kau menginginkan ku?" ucap Arjuna parau dengan mata yang menatap tajam pada Alea. "Baiklah, aku menginginkanmu lebih hari ini," sambungnya sembari berjalan menuju kasur dengan kedua tangan yang melucuti celana kerja yang masih menutupi bagian bawah tubuhnya. Alea menggeleng samar, ia tahu apa maksud dari perkataan Arjuna. "Jangan, aku mohon jangan Arjuna." Wajah yang dipenuhi dengan rasa takut itu kembali menitikkan air mata. "Aku mohon, maafkan aku." Alea nenyatukan kedua telapak tangannya berharap pengampunan dari Arjuna. Dengan tubuh sama polosnya, Arjuna kini berada di atas kasur, menarik paksa selimut yang menutupi tubuh molek itu dan melemparnya kesembarang tempat. Dalam satu kali tarikan, kini tubuh molek Alea telah berada dalam kungkungan Arjuna. "Aku mohon jangan berbuat kasar, aku sedang mengandung anakmu, Arjuna." Alea menangis dibawah kungkungan lelakinya, ketakutan tengah bersemayam di tubuhnya. Arjuna tersenyum sinis, ia tak akan pernah memperdulikan perkataan Alea, wanita pemuas hasratnya yang tak pernah bisa tertahankan. Kini bibirnya telah berkeliaran menjamah setiap inci tubuh polos itu, tanpa terlewat seinci pun. Alea hanya bisa menangis, pilu yang dirasakannya. Tak seperti permainan permainan sebelumnya yang selalu dipenuhi kenikmatan, tapi rasa sakit yang teramat dirasakan Alea. "Tolong hentikan, Arjuna." Alea meringis kesakitan, isakan tangisnya semakin menjadi saat Arjuba dengan kasar memasukkan intinya tanpa ampun dan jeda. Berulang kali Arjuna melakukannya dengan sangat kasar. Hingga Alea merasakan remuk yang teramat pada bagian pangkal paha dan perut bawahnya. "Kau memang memuaskan jalangku," ucap Arjuna yang kini tengah berjalan masuk kedalam kamar mandi. Alea menangis tersedu seraya menahan rasa remuk pada bagian bawah tubuhnya. Ia menatap tubuh polosnya di balik selimut, hatinya semakin hancur saat mendapati sekujur tubuhnya penuh dengan bekas gigitan Arjuna. "Kebodohanku yang membuat diriku seperti ini." Alea memejamkan kedua matanya berharap ketenangan bisa dirasakannya. ***** "Tenangkan dirimu Dhira." Noni menjulurkan tisue pada sahabatnya yang kini tengah menangis di dalam toilet umum hotel tempatnya menangkap basah kelakuan b***t calon suami sahabatnya itu. Dhira menyeka air matanya dengan tissue yang diberi oleh Noni. "Apa yang harus aku lakukan? Aku enggak mungkin membiarkan perusahaa mama hancur," ucapnya lirih dengan tetesan air mata yang masih membasi pipinya. "Aku terlalu kecewa dengan semua ini." Dhira begitu terluka, hatinya begitu tercabik cabik. Hubungan Dhira dan Arjuna seperti bunga yang indah mewangi pada awalnya. Namun waktu telah membuktikan, bunga itu akan segera layu dan mati. Entah apa alasan yang tepat bagi Arjuna untuk mengkhianati kepercayaan Dhira. Bahkan sikap lembut Arjuna mampu merontokkan keegoisan dalam diri Dhira, namun seketika semuanya berubah kembali tiga ratus enam puluh derajat. "Tuhan memang enggak ngizinin lo berjodoh sama pria b******k kayak dia Dhir. Ambil saja hikmahnya." Noni mengelur elus pundak sahabatnya itu, memberikan support yang kuat untuk Dhira. Setelah hampir lima belas menit mereka di dalam toilet akhirnya keduanya pergi meninggalkan tempat itu menuju parkiran bawah tanah tempat dimana mobil Bmw i8 berwarna putih milik Dhira terparkir. Noni dan Dhira berjalan melewati mobil mobil yang terparkir sembari menetralkan degupan jantung mereka akibat kejadian yang baru saja terjadi. "Arghh... Pake acara lepas segala ni tali sepatu." Noni berdecak kesal pada sepatunya yang tak bersahabat. "Lo duluan saja masuk mobil," ucapnya pada Dhira. Dhira mengnagguk kemudian berjalan mendahului Noni yang masih berjongkok mengikat tali sepatu. "Oke, siap." Noni berkata pada dirinya sendiri dan kembali berdiri hendak berjalan menyusul Dhira. Terdengar suara ban mobil yang mengerem mendadak. "Aaaaaa..." teriak Noni dengan kedua tangan yang menutupi wajahnya. Dhira yang baru saja akan masuk kedalam mobilnya pun berbalik badan untuk melihat kearah asal suara. "Noni..." teriaknya kaget melihat Noni yang telah berdiri kaku di depan mobil mewah yang hampir menanbraknya. "Apa anda gila Nona? Atau anda sengaja ingin bunuh diri?" Suara seorang pria membuyarkan kepanikan Noni. Noni melepaskan kedua tangannya yang menutupi wajah kagetnya. Seketika ekspresi diwajahnya berubah menjadi amarah kala melihat seorang yang berdiri dihadapannya berbicara dengan begitu santai seolah tak terjadi apa pun. Noni melepaskan topi yang menutupi kepalanya, hingga memperlihatkan wajah cantik dengan potongan rambut sebahu yang cocok dengan sifatnya yang nyablak. "Dasar kurang ajar. Lo yang mau nabrak gue, pake biji mata lo. Gue masih waras dan enggak pernah niat mau bunuh diri," teriak Noni dengan segala kemarahannya. "Atau jangan jangan lo mau bunuh gue, iya kan? Iya kan?" Noni menunjuk nunjuk wajah pria berpakaian rapi tersebut. 'Ni perempuan sepertinya memang rada gila.'
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN